Orang Indonesia Perantauan
Daerah dengan populasi signifikan | |
---|---|
Belanda | ±3.120.000 (2019)[1][2] |
Arab Saudi | ±3.095.900 (2019)[3] |
Malaysia | ± 2.500.000 (2019)[4] |
Singapura | ±2.740.000 (2019)[5] |
Republik Tiongkok | 780.000 (2019)[6][7] |
Hong Kong | 645.200 (2019)[8] |
Amerika Serikat | 505.010 (2019)[9] |
Australia | 105.870 (2019)[10] |
Suriname | 102.000 (2019)[11] |
Uni Emirat Arab | 100.000 (2019)[12] |
Jepang | 91.448 (2019)[13][14] |
Korea Selatan | 84.279 (2019)[15] |
Prancis | 60.000 (2019) |
Kanada | 56.136 (2019)[16] |
Jerman | 54.941 (2019)[17] |
Bahasa | |
Terutama: Indonesia, Melayu, Jawa, Minangkabau, Bugis, dan bahasa daerah lainnya di Indonesia Juga: Inggris, Belanda, Portugis, Spanyol, Jerman, Arab, Tionghoa, Mandarin, Hindi, Jepang, dan bahasa asing lainnya. | |
Agama | |
Islam; Protestan; Katolik; Hindu; Buddha; Konghucu | |
Kelompok etnik terkait | |
Pribumi-Indonesia, Melayu-Indonesia, Tionghoa-Indonesia, Arab-Indonesia, India-Indonesia, Eropa-Indonesia |
Diaspora Indonesia atau Orang Indonesia perantauan (bahasa Inggris: Indonesian Diaspora) adalah orang-orang dengan keturunan Indonesia yang menetap di luar Indonesia. Istilah ini berlaku bagi orang-orang yang lahir di Indonesia dan berdarah Indonesia yang menjadi warga negara tetap atau menetap sementara di negara asing.[18]
Sejarah
Sejak zaman dahulu banyak orang yang berasal dari berbagai etnis yang ada di Indonesia (dulu disebut Nusantara) pergi meninggalkan kampung halamannya ke berbagai wilayah mencari kehidupan yang diharapkan lebih baik. Seperti etnis Aceh, Banjar, Bugis, Jawa, Madura, Mandailing, Minangkabau, dan lainnya yang keturunannya berkembang biak di tanah semenanjung, yang kemudian menjadi negara Malaysia dan Singapura.[19] Juga ada yang sampai ke Filipina, Thailand (Pattani), Kamboja, dan lainnya. Pada masa modern juga banyak warga negara Indonesia dari berbagai etnis yang pergi ke luar negeri sebagai profesional, akademisi, mahasiswa, atau tenaga kerja (dikenal dengan TKI). Sebagian besar dari mereka menetap di Malaysia, Timur Tengah, Amerika Serikat, Australia, dan lainnya.[20]
Latar belakang
Diaspora Indonesia yang telah berlangsung dari abad ke-20 hingga sekarang dilatar-belakangi oleh berbagai faktor, di antaranya:
- Perdagangan klasik, seperti penghijrahan orang-orang Minangkabau, Melayu, Bugis, Jawa, Banjar, Bawean, dan lainnya ke tanah semenanjung ketika jayanya Kesultanan Malaka. Keturunan mereka kemudian hari ikut membentuk masyarakat Malaysia sekarang, dan juga dalam jumlah yang lebih sedikit menjadi masyarakat Singapura saat ini.
- Peperangan, seperti yang terjadi pada masyarakat Mandailing dan Minangkabau yang hijrah ke semenanjung Malaya untuk menghindari Perang Padri yang berkecamuk di wilayah Tapanuli dan Minangkabau.
- Harapan yang lebih baik tentang kehidupan di Belanda dan Eropa pada umumnya, seperti yang terjadi pada masyarakat Maluku dan Arab-Indonesia yang banyak hijrah ke Belanda pada masa awal kemerdekaan.
- Globalisasi, di mana sekat antar-bangsa sudah makin cair. Pada masa ini hampir semua etnis di Indonesia, seperti suku Aceh, Bali, Batak, Melayu, Bugis, Minahasa, Minangkabau, Sunda, Arab-Indonesia, Tionghoa-Indonesia, Jepang-Indonesia, Korea-Indonesia, dan lainnya bisa berada di mana saja di dunia ini. Mereka mencari kehidupan sebagai profesional, pengusaha, dan pelayanan jasa lainnya. Kini diperkirakan ada sekitar 7 hingga 8 juta orang Indonesia yang tersebar di berbagai penjuru dunia.[21][22]
Kewarganegaraan Ganda
Dari sekitar 7 hingga 8 juta orang diaspora Indonesia dapat dibagi jadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah orang Indonesia yang karena berbagai alasan dan kondisi telah melepas status kewarganegaraan Indonesianya dan secara penuh menjadi warga negara asing. Kelompok lainnya yang berjumlah sekitar 4,6 juta merupakan warga Indonesia yang berkarier di luar negeri namun masih memegang status kewarganegaraan Indonesia.[23]
Banyak orang-orang Indonesia yang merantau masih memiliki kewarganegaraan Indonesia-nya, namun pemerintah Indonesia sampai saat ini belum mengeluarkan kebijakan tentang kewarganegaraan ganda. Sedangkan negara-negara lainnya, seperti India dan Filipina memberlakukan status kewarganegaraan ganda bagi para warganya yang berkarier di luar negeri, sehingga memberi manfaat besar bagi kedua negara tersebut. Menipisnya rasa nasionalisme kadang juga menjadi isu yang diapungkan terhadap kaum diaspora yang berstatus dwi-kewarganegaraan tersebut.[23]
Potensi besar kaum diaspora Indonesia yang tersebar di banyak negara terabaikan dalam tempo yang cukup lama. Baru pada bulan Juli 2012, atas gagasan Dino Patti Djalal ketika ia menjabat Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia diadakan Congress of Indonesian Diaspora (CID) di Los Angeles Convention Center. Kongres yang dihadiri lebih dari 2000 orang diaspora Indonesia dari lima benua tersebut menghasilkan "Deklarasi Diaspora Indonesia" yang salah satu kesepakatannya adalah membangun komunitas global diaspora Indonesia yang dinamai "Jaringan Diaspora Indonesia".[24]
Organisasi diaspora Indonesia
Populasi diaspora Indonesia yang berkisar 7 hingga 8 juta orang masih kalah dibanding diaspora Tiongkok dan India yang masing-masing berjumlah 70 juta dan 60 juta orang. Jutaan orang diaspora Indonesia diwadahi oleh berbagai organisasi atau perkumpulan. Banyak di antara organisasi itu masih dibatasi oleh sekat-sekat, baik sekat suku, agama, maupun profesi.[21] Beberapa organisasi atau perkumpulan itu di antaranya:
- Dewan Diaspora Indonesia yang diketuai oleh Sonita Lontoh.[22]
- Indonesian Diaspora Business Council (IDBC) yang diketuai oleh Edward Wanandi.[25]
- Indonesian Diaspora Network (Jaringan Diaspora Indonesia) yang dipimpin oleh Muhammad Al Arif. Organisasi ini merupakan organisasi diaspora Indonesia yang bersifat global.[23][21]
- Indonesian Muslim Association in America (IMAAM)
- MinangUSA Foundation yang dipimpin oleh Dutamardin Umar.[26]
Terdapat banyak organisasi lainnya yang bersifat lokal, seperti Rumah Minang, Paguyuban Pasundan, dan lainnya yang berlokasi di Washington yang dihuni sekitar 13 ribu orang diaspora Indonesia. Sedangkan di Los Angeles ada komunitas diaspora Indonesia dengan populasi sekitar 40 ribu orang.[23]
Tokoh diaspora Indonesia yang mendunia
Dari jutaan kaum diaspora Indonesia, beberapa di antaranya menggapai kesuksesan taraf internasional sehingga namanya dikenal di dunia. Beberapa nama, seperti Sehat Sutardja, CEO Marvell Technology Group, adalah salah satu orang Indonesia yang sukses di Amerika Serikat di bidang bisnis,[27] Sonita Lontoh, seorang teknokrat dan ekonom yang namanya harum sebagai pakar teknologi hijau dan merupakan eksekutif di sebuah perusahaan teknologi hijau cukup ternama di Silicon Valley, California,[22] Syamsi Ali, seorang pendakwah Islam yang amat dikenal di New York,[28] dan beberapa nama lainnya yang berkarier di berbagai bidang. Tidak asing juga nama Anggun Cipta Sasmi yang bermukim di Prancis sebagai salah satu penyanyi Internasional disamping menjadi Duta PBB, Adapun untuk pemain Holywood ada beberapa nama salah satunya adalah Tania Gunadi.
Sebaran diaspora Indonesia
Amerika Serikat
Di Amerika Serikat, sebagian besar orang Indonesia adalah mahasiswa dan profesional. Universitas Boston dan Universitas Harvard adalah dua perguruan tinggi yang menjadi tujuan utama pelajar Indonesia. Di Silicon Valley, California, terdapat banyak orang Indonesia yang bekerja di perusahaan-perusahaan teknologi seperti Cisco Systems, KLA Tencor, Google, Yahoo, Sun Microsystems, dan IBM. Pada bulan April 2011, Voice of America melaporkan bahwa semakin banyak pelajar Indonesia yang belajar di Amerika Serikat.[29]
Arab Saudi
Orang asal Indonesia telah banyak menetap di provinsi Hejaz, kawasan sepanjang pantai barat Arab Saudi. Di antara mereka adalah Ahmad Khatib Al-Minangkabawi yang berasal dari Minangkabau di Sumatra. Beliau dulu menjabat sebagai Imam dan ulama Mazhab Syafi'i di Masjidil Haram pada akhir abad ke-19 masehi.
Kini, banyak orang Indonesia di Arab Saudi adalah pekerja rumah tangga, dengan minoritas ada yang bekerja sebagai buruh imigran atau pelajar. Sebagian besar santri dari Indonesia juga banyak yang terus melanjutkan pendidikan mereka di Saudi, seperti di Universitas Islam Madinah dan Universitas Umm Al-Qura di Makkah. Sejumlah ekspatriat Indonesia di Arab Saudi bekerja di sektor diplomatik dan perusahaan swasta dan asing setempat, seperti di Saudi Aramco, perusahaan perbankan, Saudia Airlines, SABIC, Schlumberger, Halliburton, Indomie, dll. Sebagian besar orang Indonesia di Arab Saudi tinggal di Riyadh, Jeddah, dan Dammam.
Orang Saudi keturunan Indonesia
Beberapa warga negara Saudi yang tinggal di Makkah dan Jeddah adalah keturunan Indonesia. Nenek moyang mereka datang dari Indonesia melalui laut pada akhir abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20 untuk tujuan ziarah, perdagangan, dan tujuan pendidikan agama. Banyak dari mereka tidak kembali ke tanah air mereka sehingga mereka memutuskan untuk tinggal di Saudi dan keturunan mereka telah menjadi warga negara Saudi sejak saat itu. Banyak dari mereka juga menikah dengan wanita Arab lokal dan tinggal secara permanen di Saudi. Keturunan mereka saat ini bisa dikenali dengan nama keluarga (marga) mereka yang namanya tersebut berasal dari suku/daerah leluhur mereka di Indonesia, seperti yang namanya berakhiran dengan: "Bugis", "Banjar", "Batawi" (Betawi), "Al-Felemban" (Palembang), "Faden" (Padang), "Al-Bantani" (Banten), "Al-Minangkabawi" (Minangkabau), "Bawayan" (Bawean), "Al-Andanusi" (artinya dalam bhs arab: orang Indonesia), dll, jika orang Saudi memiliki akhiran nama seperti itu, maka sudah dipastikan mereka berdarah Indonesia. Salah satunya adalah Muhammad Saleh Benten, seorang politisi Saudi yang ditunjuk oleh Raja Salman sebagai Menteri Haji dan Umrah Saudi.[30]
Mantan Duta Besar Indonesia untuk Arab Saudi, Gatot Abdullah Mansyur menyatakan bahwa 50% penduduk Mekkah adalah keturunan Indonesia. Hal ini dimungkinkan karena perdagangan antara kedua negara, sejak era kekhalifahan Rashidun dengan Nusantara di masa lalu.[31]
Australia
Sebelum pelaut Belanda dan Inggris tiba di Australia, orang Indonesia dari Sulawesi Selatan telah menjelajahi pantai utara Australia. Setiap tahun, para pelaut Bugis berlayar ke Australia dengan menggunakan perahu pinisi. Mereka menetap di Australia selama beberapa bulan untuk berdagang sebelum kembali ke Makassar pada musim kemarau. Aktivitas ini terus berlangsung sampai tahun 1907.[32]
Belanda
Indonesia adalah bekas koloni Belanda. Pada awal abad ke-20, banyak mahasiswa Indonesia yang belajar di Belanda. Sebagian besar dari mereka tinggal di Leiden dan aktif dalam Perhimpunan Indonesia. Selama Revolusi Nasional Indonesia, banyak penduduk Maluku yang bermigrasi ke Belanda. Kebanyakan dari mereka adalah mantan tentara KNIL.[33][34][35] Akibatnya, sekitar 12.500 orang Indonesia menetap di Belanda. Giovanni Van Bronckhorst, Denny Landzaat, Roy Makaay, Mia Audina, dan Daniel Sahuleka adalah orang-orang terkenal keturunan Indonesia di Belanda.
Jepang
Sejak 2007, Pemerintah Jepang mencatat 30.620 penduduk resmi berkebangsaan Indonesia menetap di Jepang dan dan diperkirakan 4.947 lainnya tinggal di negara tersebut secara ilegal.[36][37]
Malaysia
Diperkirakan terdapat sekitar 2.500.000 warga negara Indonesia di Malaysia pada waktu tertentu, yang disebabkan oleh adanya migrasi yang konstan sejak zaman kuno dari Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi serta pengiriman tenaga kerja. Jumlah warga negara Malaysia yang berdarah Indonesia mungkin bisa sampai jutaan lebih.[20]
Qatar
Terdapat sekitar 39.000 warga negara Indonesia di Qatar menurut Kedutaan Besar Indonesia di negara tersebut.[38]
Singapura
Menurut Kedutaan Besar Indonesia di Singapura, pada 2010 terdapat 180.000 warga negara Indonesia di Singapura. Sebanyak 80.000 orang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, 10.000 sebagai pelaut, dan sisanya adalah mahasiswa atau kalangan profesional.[39]
Suriname
Orang Indonesia, terutama orang Jawa, berjumlah sekitar 15% dari populasi Suriname. Pada abad ke-19, Belanda mengirimkan orang Jawa ke Suriname sebagai pekerja kontrak di perkebunan. Orang keturunan Indonesia yang paling terkenal di Suriname salah satunya adalah Paul Somohardjo, juru bicara Majelis Nasional Suriname.[40][41]
Lihat pula
- Dwi-Kewarganegaraan di Indonesia
- Melayu Cape
- Orang Aceh perantauan
- Orang Minangkabau perantauan
- Tionghoa perantauan
Referensi
- Catatan kaki
- ^ "Ada 1,8 Juta Diaspora Indonesia di Belanda". Swa.co.id. Diakses tanggal 23 September 2015.
- ^ Simamora, Adianto P. (25 Juni 2011). "Saudi Arabia decision not emotional: SBY". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 23 September 2015.
- ^ Kompasiana (2016). Kami Tidak Lupa Indonesia. Bentang Pustaka. ISBN 9786022910046.
- ^ "Di Hadapan BMI Malaysia, Menlu Retno Tekankan Prioritas Perlindungan WNI". Kedutaan Besar Republik Indonesia, Kuala Lumpur. 27 Januari 2015. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 Maret 2016. Diakses tanggal 11 Maret 2016.
Diperkirakan terdapat sekitar 2,5 juta warga Indonesia berada di Malaysia, dimana hampir setengahnya berstatus ilegal.
- ^ "Kian ramai dari Indonesia jadi warga" (PDF) (dalam bahasa Melayu). Berita Harian. 20 Februari 2013. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 10 Maret 2016. Diakses tanggal 11 Maret 2016.
- ^ "Indonesia, Taiwan sign agreement on migrant protections" (dalam bahasa Inggris). The Jakarta Post. 30 April 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 November 2015. Diakses tanggal 11 Januari 2016.
- ^ "Indonesia, Taiwan sign agreement on migrant protections". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). 30 April 2011. Diakses tanggal 21 November 2015.
- ^ Media Indonesia Online, 2006-11-30.
- ^ "Meet Marvell" (PDF) (dalam bahasa Inggris). Forbes Magazine. 14 Agustus 2006. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 14 Oktober 2006.
- ^ "Statistics". Abs.gov.au (dalam bahasa Inggris).
- ^ Department of Census and Statistics, Sri Lanka – Population by ethnic group according to districts, 2012
- ^ Ruiz, Ramona (30 Mei 2012). "Indonesian envoy wants fewer maids sent to UAE". The National (dalam bahasa Inggris). Abu Dhabi. Diakses tanggal 4 Oktober 2018.
- ^ Sakurai 2003: 33
- ^ Sakurai 2003: 41
- ^ KIS Statistics 2013 (PDF) (dalam bahasa Inggris). Korean Immigration Service. 29 May 2014. hlm. 378. ISSN 2005-0356. Diakses tanggal 10 April 2017.
- ^ Census 2006
- ^ Indonesians in Germany – their engagement in the development Diarsipkan 19 Oktober 2017 di Wayback Machine. (2016)
- ^ "RI diaspora expected to boost economy" The Jakarta Post, 20 Agustus 2013. Diakses 21 November 2015.
- ^ "How the Banjar people of Borneo became ancestors of the Malagasy and Comorian people". theconversation. Diakses tanggal 29 September 2019.
- ^ a b Lin Mei (Agustus 2006). "Indonesian Labor Migrants in Malaysia: A Study from China" (PDF). Institute of China Studies. Universitas Malaya. hlm. 3. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-08-03. Diakses tanggal 19 Januari 2015.
- ^ a b c "Kongres Diaspora Indonesia Digelar 12-14 Agustus" CNN Indonesia, 07 Agustus 2015. Diakses 22 November 2015.
- ^ a b c "Sonita Lontoh, Ahli Energi dari Silicon Valley" Diarsipkan 2015-11-19 di Wayback Machine. Nova, 27 Mei 2014. Diakses 21 November 2015.
- ^ a b c d "Presiden Indonesian Diaspora Network: Diaspora Tuntut Kewarganegaraan Ganda" Detik, 19 Agustus 2015. Diakses 22 November 2015.
- ^ "Dino Pati Djalal: “Mereka Punya Kekuatan Besar dan Luar Biasa”" SWA, 29 Agustus 2012. Diakses 24 November 2015.
- ^ "Rangkul Warga Diaspora Indonesia, Kemenlu Segera Terbitkan Kartu Diaspora" Kompas, 12 Agustus 2015. Diakses 22 November 2015.
- ^ "Board of Trustees" MinangUSA Foundation. Diakses 22 November 2015.
- ^ "Sehat Sutardja dalam Peta Dunia" Kompas, 19 Juni 2011. Diakses 22 November 2015.
- ^ "Ustad Indonesia Orang Berpengaruh di New York" Tempo, 16 April 2013. Diakses 22 November 2015.
- ^ "A Push to Get More Indonesians to Study in US" VOA, 13 April 2011. Diakses 21 November 2015.
- ^ Mohammed Saleh Benten, Menteri Arab Saudi Keturunan Banten. Ini Profilnya (dalam bahasa Indonesian), Nusantarakini.com, diakses tanggal 23 September 2019
- ^ Mantan Dubes RI: 50 Persen Penduduk Makkah Keturunan Indonesia, Republika.co.id, diakses tanggal 23 September 2019
- ^ Macknight, C. C. (Charles Campbell) (1976). The voyage to Marege : Macassan trepangers in northern Australia. Carlton: Melbourne University Press. ISBN 0-522-84088-4. OCLC 2706850.
- ^ van Amersfoort, H. (1982). "Immigration and the formation of minority groups: the Dutch experience 1945-1975". Cambridge University Press.
- ^ Sjaardema, H. (1946). "One View on the Position of the Eurasian in Indonesian Society". The Journal of Asian Studies. 5 (2): 172–175. doi:10.2307/2049742. JSTOR 2049742.
- ^ Bosma, U. (2012). Post-colonial Immigrants and Identity Formations in the Netherlands. Amsterdam University Press. hlm. 198.
- ^ Sakurai 2003: 33
- ^ Sakurai 2003: 41
- ^ Snoj, Jure (18 Desember 2013). "Population of Qatar". Bqdoha.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 Desember 2013.
- ^ "Department of Malay Studies - National University of Singapore". Fas.nus.edu.sg. Diakses tanggal 28 Agustus 2016.
- ^ "English Not On Menu For Wednesday's Press Briefing" Bernama, 22 September 2005. Diakses 21 November 2015.
- ^ "Population in Brief 2015" (PDF). Singapore Government. September 2015. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2016-09-12. Diakses tanggal 23 Januari 2018.
- Daftar pustaka
- Sakurai, Keiko (July 2003). 日本のムスリム社会 (Japan's Muslim Society) (dalam bahasa Jepang). Chikuma Shobō. ISBN 4-480-06120-7.
- Bacaan lebih lanjut
- Nagata, Judith (1988), "Religion, Ethnicity, and Language: Indonesian Chinese Immigrants in Toronto", Southeast Asian Journal of Social Science (dalam bahasa Inggris), 16 (1): 116–131, doi:10.1163/080382488X00072
- Cunningham, Clark E. (2009), "Unity and Diversity among Indonesian Migrants to the United States", dalam Ling, Huping, Emerging Voices: Experiences of Underrepresented Asian Americans (dalam bahasa Inggris), Rutgers University Press, hlm. 90–125, ISBN 978-0-8135-4342-0
- Sukmana, Damai (January 2009), "Game of Chance: Chinese Indonesians Play Asylum Roulette in the United States", Inside Indonesia (dalam bahasa Inggris), 95, ISSN 0814-1185, diarsipkan dari versi asli tanggal 25 April 2009, diakses tanggal 31 Januari 2010
- Ford, Michele (2001). "Indonesian women as export commodity: notes from Tanjung Pinang" (PDF). Labour and Management in Development Journal (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 9 Januari 2007.
- Okushima, Mika (2006). "日本のキリスト教会とインドネシア人-制度的背景と課題- (Churches and Indonesian Migrants in Japan: Institutional Background and Challenge)" (PDF). Intercultural Communication Studies (dalam bahasa Jepang) (18): 35–111. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-10-26. Diakses tanggal 2007-08-11.
- Asato, Wako (2006). "東アジアにおける家事労働の国際商品化とインドネシア人労働者の位置づけ (The International Commodification of Domestic Work in East Asia and the Conditions of Indonesian Transnational Domestic Workers)" (PDF). Intercultural Communication Studies (18): 1–34. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2007-10-26. Diakses tanggal 11 Agustus 2007.
- Jinn Winn Chong (2012). ""Mine, Yours or Ours?": The Indonesia-Malaysia Disputes over Shared Cultural Heritage". Journal of Social Issues in Southeast Asia (dalam bahasa Inggris). Academia.edu. hlm. 1–53. doi:10.1355/sj27-1a. ISSN 1793-2858. Diakses tanggal 7 April 2015.