Keuskupan Amboina
Keuskupan Amboina Dioecesis Amboinaensis | |
---|---|
Katolik | |
Lokasi | |
Negara | Indonesia |
Wilayah | |
Makassar | |
Wilayah perwakilan |
|
Kantor pusat | Jalan Pattimura 26, Uritetu, Sirimau, Ambon 97124 |
Koordinat | 3°41′51″S 128°11′08″E / 3.697471°S 128.185669°E |
Statistik | |
Luas | 78.896 km2 (30.462 sq mi)[5] |
Populasi - Total - Katolik | (per 2019) 3.058.641[1] 113,211[4] (3.70%) |
Paroki | 47[2] |
Kongregasi | 40[3] |
Sekolah |
|
Imam | 71[3] |
Informasi | |
Denominasi | Katolik Roma |
Gereja sui iuris | Gereja Latin |
Ritus | Ritus Roma |
Pendirian | 22 Desember 1902 (121 tahun, 329 hari) |
Katedral | Santo Fransiskus Xaverius, Ambon[4] |
Konkatedral | Santa Maria Hati Tak Bernoda, Langgur |
Bahasa | |
Kepemimpinan kini | |
Paus | Fransiskus |
Uskup | Mgr. Inno Ngutra |
Vikaris jenderal | R.D. Ignasius Samson Sudirman Refo |
Ekonom | R.D. Thomas Haryono Kud Temarubun[8] |
Keuskupan Amboina adalah sebuah keuskupan yang melingkupi seluruh Kepulauan Maluku. Keuskupan Ambon ini merupakan keuskupan sufragan dari Keuskupan Agung Makassar. Dengan wilayah seluas 78.896km²,[5] Keuskupan Amboina diperkirakan menampung sekitar 113.000 umat Katolik dan dilayani setidaknya 111 imam.
Keuskupan Amboina merupakan titik persinggahan Santo Fransiskus Xaverius sebelum melanjutkan perjalanan ke Jepang. Pulau-pulau yang ada di Keuskupan Amboina merupakan tanah misi daripada Keuskupan Agung Manila sebelum Belanda, melalui VOC, menciptakan pengaruh di Maluku pada awal tahun 1600-an. Sesudah sempat terhenti karena larangan Belanda, misi di Keuskupan Amboina berlanjut lagi sejak 1890-an sehingga dapat menciptakan struktur prefek yang baru pada tahun 1902. Pada dekade 1890-an hingga 1900-an, seluruh kegiatan keuskupan, mula-mula, dipusatkan di Kepulauan Kei sehingga keuskupan menetapkan Paroki Santa Perawan Maria Tak Bernoda sebagai pusat keuskupan. Vikar Apostolik Amboina terbentuk sejak 1949 setelah Vikar Apostolik Nugini Belanda dibubarkan.
Garis waktu
- Didirikan sebagai Prefektur Apostolik Nugini Belanda pada tanggal 22 Desember 1902, memisahkan diri dari Vikariat Apostolik Batavia
- Ditingkatkan menjadi Vikariat Apostolik Nugini Belanda pada tanggal 29 Agustus 1920
- Berganti nama menjadi Vikariat Apostolik Amboina pada tanggal 12 Mei 1949
- Ditingkatkan menjadi Keuskupan Amboina pada tanggal 3 Januari 1961
Waligereja
Ordinaris
- Prefek Apostolik Nugini Belanda
- R.P. Matthias Neijens, M.S.C.[a] (13 Februari 1903 s.d. Desember 1914, mengundurkan diri)
- R.P. Hendrik Nollen, M.S.C. (1915 s.d. 29 Agustus 1920, mengundurkan diri)
- Vikaris Apostolik Nugini Belanda
- Arnoldus Johannes Hubertus Aerts, M.S.C. (29 Agustus 1920 s.d. 30 Juli 1942, wafat)
- Jacobus Grent, M.S.C. (10 Juli 1947 s.d. 12 Mei 1949, berubah nama)
- Vikaris Apostolik Amboina
- Jacobus Grent, M.S.C. (12 Mei 1949 s.d. 3 Januari 1961, naik tingkat)
- Uskup Amboina
- Jacobus Grent, M.S.C. (3 Januari 1961 s.d. 15 Januari 1965, pensiun)
- Andreas Peter Cornelius Sol, M.S.C. (15 Januari 1965 s.d. 10 Juni 1994, pensiun)
- Petrus Canisius Mandagi, M.S.C. (10 Juni 1994 s.d. 11 November 2020, pindah tugas)
- Seno Ngutra (sejak 8 Desember 2021)
Prelat tituler
- Administrator Apostolik Vikariat Nugini Belanda
- Jacobus Grent, M.S.C. (30 Juli 1942 s.d. 10 Juli 1947, ganti jabatan)
- Uskup Koajutor Amboina
- Andreas Peter Cornelius Sol, M.S.C. (10 Desember 1963 s.d. 15 Januari 1965, ganti jabatan)
- Uskup Auksilier Amboina
- Josephus Tethool, M.S.C. (2 April 1982 s.d. 1 April 2009, mengundurkan diri)
- Administrator Apostolik Keuskupan Amboina
- Petrus Canisius Mandagi, M.S.C. (11 November 2020 s.d. 8 Desember 2021, jabatan selesai)
Sejarah
Misi Katolik di Maluku
Perisiwa pembaptisan beberapa penduduk asli dan seorang kepala desa oleh Baltasar Veloso, ipar dari Sultan Hairun, terjadi pada tahun 1534 di Mamuya, Galela, Halmahera Utara.[10] Peristiwa ini merupakan peristiwa pembaptisan pertama yang terjadi di wilayah Kevikepan Maluku Utara. Adapun peristiwa pembaptisan pertama masyarakat Maluku di wilayah Kevikepan Ambon terjadi pada tahun 1538 saat setidaknya 400 warga Ternate datang ke Hative untuk dibaptis oleh misionaris Portugis.[11]
Beberapa waktu setelah 14 Februari 1546, Fransiskus Xaverius singgah di Hative dan membangun sebuah kapel.[11] Datangnya Fransiskus Xaverius di tahun 1546 sempat membuat Sultan Hairun terkesima dan mempertimbangkan niatnya untuk menjadi Katolik meskipun, pada akhirnya, ia mengurungkan niat tersebut karena, menurutnya, Kristen dan Islam menyembah Tuhan yang sama.[12]
Pelarangan
Pergolakan politik antara Portugis dengan sejumlah Kesultanan di Maluku Utara membuat karya misi Yesuit terhambat pada tahun 1573,[13] terutama setelah terbunuhnya Sultan Hairun pada tahun 1570.[14] Adapun Gereja terakhir yang masih eksis pada tahun 1576 hanyalah gereja yang terletak di Kevikepan Ambon dan Kepulauan Sangihe.[15] Karya Keuskupan Amboina berakhir pada tahun 1605 manakala pendudukan VOC membubarkan pendudukan Portugal di Ambon.
Missi dari Keuskupan Agung Manila sempat singgah di Ternate pada 1606 namun tidak berjalan dengan lancar.[15] Pada tahun 1606 dan 1610, sejumlah misionaris dari Ordo Fransiskan dan Dominikan datang dan membangun Gereja di Ternate.[16] Datangnya misionaris Fransiskan dan Dominikan menciptakan persaingan di antara misionaris Fransiskan dengan misionaris Yesuit. Sulitnya misi di Keuskupan Amboina membuat misi di Moro terhenti pada tahun antara tahun 1613 atau 1614.[17]
Kembalinya misi
Catatan misi pertama setelah pencabutan larangan bermisi dari pemerintah Belanda terjadi pada tahun 1888 dan 1889. Pada saat itu, Serikat Jesus membangun dua stasi di Langgur dan Kota Tual sebagai titik persiapan masuknya Injil ke Tanah Papua sebelum dikunjungi oleh Matthias Neijens, M.S.C, pada tahun 1904 untuk daerah Fakfak dan 1905.[18][19][20] Pembaptisan pertama di Kevikepan Kei Kecil terjadi di Bulan Agustus 1889.[21] Peristiwa tersebut terjadi tak hanya karena ada persetujuan dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) semata tetapi juga karena ada dorongan dari Dewan Desa tersebut. Dorongan dan persetujuan untuk melakukan pembaptisan di Gereja Katolik juga terjadi di Desa Faan dan Kelurahan Pulau Duroa (1890),[21] Dusun Iso dan Dusun Rewav, Desa Rewav (1892),[21] Kolseer/Kolser, Rumadian, Namar, dan Ngilngof (1894).[21]
Kembali aktifnya Keuskupan Amboina juga dimanfaatkan oleh R.P. Cornelis Johannes Franciscus Le Cocq d’Armandville, S.J.[22][23] Setelah bermisi di Sikka, Keuskupan Maumere, Le Cocq memulai misi di Bomfia/Boinfia, kaki bukit Seram Timur, pada tahun 1891.[24] Tahun 1893, ia melanjutkan misi ke Kepulauan Watubela.[24] Bersama dengan R.D. W. Hellings dan Br. J. Zinken, S.J., ia membangun Kevikepan Seram–Buru dalam waktu singkat, khusunya di daerah Watubela dan Kepulauan Kesui/Kasui.[25] Pada Mei 1894, ia meninggalkan Kevikepan Seram–Buru lalu bertolak ke Fakfak, Keuskupan Manokwari-Sorong.[25] Akhir Juli 1895, Le Cocq d'Armandville masih sempat memberi perhatian pada penduduk Kesui/Kasui dan Geser.[25]
Pembentukan keuskupan
Secara kelembagaan, sejarah Keuskupan Amboina bermula pada pendirian Prefektur Apostolik Nugini/Nouva Guinea Olandese pada 22 Desember 1902. Prefektur Apostolik ini merupakan wilayah yang terpisah dari Vikariat Apostolik Batavia. Misi Jesuit dihentikan pada tahun 1905 dan pimpinan Yesuit di Hindia Belanda menyerahkan karya kerasulan kepada Misionaris Hati Kudus.[26] Pada 14 Agustus 1905,[27]datanglah relijius dari Papua Nugini yang ditunjuk untuk menjadi imam di Kepulauan Kei/Kai,[28] yakni R.P. Philipus Braun, M.S.C.,[27] dan Br. Adrian[27] Dionysius[29] van Roesel, M.S.C.[27][30][31] Tahun 1910, sebelum ditunjuk menjadi uskup, Henri Nollen ditugaskan sebagai superior kongregasi Misionaris Hati Kudus setelah sempat bekerja di Keuskupan Agung Merauke sejak 1905.[29] Neijens mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Uskup Amboina setelah kalah gugatan dari seorang ekonom di Pengadilan Negeri Ambon tahun 1907 dan setelah adanya perselisihan antara Misionaris Hati Kudus wilayah Maluku dan Papua dengan Misionaris Hati Kudus Provinsi Belanda.[32]
Pengembangan Keuskupan Amboina berdampak pada Keuskupan lain. Pada November 1921, Keuskupan Amboina mengirim dua guru agama dari Kei/Kai, yakni Kassimirus Maturbongs untuk Merauke dan Adrianus Dumatubun untuk Okaba. Pada tahun 1923, Imam Johannes van der Kooij berkarya di Dekenat Wendu, Keuskupan Agung Merauke, setelah sempat bertugas di Kei/Kai sejak 1915.[33] Status Prefektur Apostolik Nugini Belanda, kemudian, berubah menjadi Vikariat Apostolik Nouva Guinea Olandese/Nugini Belanda pada 29 Agustus 1920.
Beberapa tahun sebelum Arnoldus Johannes Hubertus Aerts dibunuh, yakni pada tahun 1940; sejumlah Kevikepan di Keuskupan Amboina terus berkembang. (1) Kevikepan Kei Kecil terbagi atas empat stasi yang tiap-tiap stasinya memiliki wisma pastoral sebagai berikut:[34]
- Langgur
- Tual
- Faan, dan
- Rumaat;
(2) Kevikepan Kei Besar terbagi atas empat stasi, lengkap dengan wisma pastoral, sebagai berikut:[34]
(3) Kevikepan Maluku Tenggara Barat terbagi atas lima stasi dengan wisma pastoral sebagai berikut:[34]
- Saumlaki
- Olilit
- Desa Amtufu, Wertamrian
- Desa Alussi, Kormomolin dan
- Larat.
Namanya berubah menjadi Vikariat Apostolik Amboina pada 12 Mei 1949. Adapun wilayah Vikariat Apostolik Amboina pada 24 Juni 1950 dipecah sebagai persiapan pembangunan Keuskupan Agung Merauke. Ketika hierarki Gereja Katolik di Indonesia didirikan Paus Yohanes XXIII dengan konstitusi apostolik Quod Christus pada 3 Januari 1961, statusnya meningkat lagi menjadi keuskupan.
Paroki
Wilayah Ambon
|
Wilayah Seram
|
Wilayah Buru
|
Wilayah Maluku Utara
|
Wilayah Talimas
|
Wilayah Kepulauan Aru
|
Wilayah Maluku Tenggara Barat
Wilayah Kei Kecil
|
Wilayah Kei Besar
|
Catatan
Referensi
- ^ Proyeksi penduduk Maluku sebesar 1,802,870 jiwa dan proyeksi penduduk Maluku Utara sebesar 1,255,771 jiwa. Lihat lagi pada [1] dan [2][pranala nonaktif permanen]
- ^ Departemen Dokumentasi dan Penerangan 2017, hlm. 55.
- ^ a b Departemen Dokumentasi dan Penerangan 2017, hlm. 50.
- ^ a b c Marwanto 2019.
- ^ a b Badan Pusat Statistik 2017.
- ^ Bedaux, Charles C. (2019). Refo, Ignatius Samson Sudirman, ed. War Came To The Kei Islands [Perang Dunia Kedua Melanda Kepulauan Kei]. Diterjemahkan oleh Refo, Ignatius Samson Sudirman. Palbapang, Bantul, Bantul: Penebar Media Pustaka. hlm. 2. Diakses tanggal 9 Juli 2022.
- ^ [3]
- ^ Departemen Dokumentasi dan Penerangan 2017, hlm. 48.
- ^ Steenbrink 2007, hlm. 241.
- ^ Heuken 2008, hlm. 27.
- ^ a b Heuken 2008, hlm. 36.
- ^ Heuken 2008, hlm. 28.
- ^ Heuken 2008, hlm. 29.
- ^ Heuken 2008, hlm. 44.
- ^ a b Heuken 2008, hlm. 30-31.
- ^ Heuken 2008, hlm. 51.
- ^ Heuken 2008, hlm. 52.
- ^ Ipenburg 2008, hlm. 349.
- ^ Steenbrink 2007, hlm. 236.
- ^ Steenbrink 2007, hlm. 254.
- ^ a b c d Steenbrink 2007, hlm. 195.
- ^ Mulyadi 2019, hlm. 45.
- ^ "Who (Jesuits)". Perpustakaan Boston College. Diakses tanggal 17 Januari 2022.
- ^ a b Steenbrink 2007, hlm. 231.
- ^ a b c Steenbrink 2007, hlm. 233.
- ^ Steenbrink 2013, hlm. 113.
- ^ a b c d Wuarmanuk, Yusti H.; Hangu, Felicia P. (14 Agustus 2020). "115 Tahun Misi di Keuskupan Agung Merauke: Permulaan Gereja Misi-baptisan Pertama 1905 (Bag. 2)". Majalah Hidup. Diakses tanggal 26 Januari 2022.
- ^ Böhm 2021, hlm. 18.
- ^ a b Steenbrink 2007, hlm. 237.
- ^ Böhm 2021, hlm. 19.
- ^ Steenbrink menyebut bruder ini sebagai Dionysius van Roesel. Majalah Hidup menyebut bruder ini sebagai Adrian van Roesel. M.S.C. menyebut bruder ini sebagai Adrian Dionysius van Roesel
- ^ Steenbrink 2007, hlm. 240-41.
- ^ Steenbrink 2007, hlm. 246.
- ^ a b c Steenbrink 2007, hlm. 197.
Pustaka
- Badan Pusat Statistik (21 November 2017), Luas Daerah dan Jumlah Pulau Menurut Provinsi, 2002-2016 (dalam bahasa (Indonesia)), diakses tanggal 19 Mei 2020
- Böhm, C.J. (2021), Sejarah Kehadiran dan Karya Tarekat MSC di Maluku Tahun 1903 – 2020: Seri Sejarah Provinsi MSC Indonesia, Sleman, D.I.Y.: Kanisius, ISBN 9789792170511, diakses tanggal 26 Januari 2022
- Departemen Dokumentasi dan Penerangan (Juni 2017), Buku Petunjuk Gereja Katolik Indonesia 2017 (dalam bahasa (Indonesia)) (edisi ke-1), Jakarta Pusat: Konferensi Waligereja Indonesia
- Heuken, Adolf (2008), "Catholic Converts in the Moluccas, Minahasa and Sangihe-Talaud, 1512–1680", dalam Steenbrink, Karel; Aritonang, Jan Sihar, A History of Christianity in Indonesia (dalam bahasa (Inggris)), 35, Brill, hlm. 23–72, diakses tanggal 19 Mei 2020
- Ipenburg, At (2008), "Christianity in Papua", dalam Steenbrink, Karel; Aritonang, Jan Sihar, A History of Christianity in Indonesia (dalam bahasa (Inggris)), 35, Brill, hlm. 345–82, diakses tanggal 25 Mei 2020
- Marwanto, Yanuari (25 Oktober 2019), "Keuskupan Amboina", Majalah Hidup, diakses tanggal 19 Mei 2020
- Mulyadi (Agustus 2019), Etnografi Pembangunan Papua (dalam bahasa (Indonesia)), Sleman: Deepublish, ISBN 9786232099678
- Steenbrink, Karel (2007), Catholics in Indonesia, 1903-1942 : A Documented History (dalam bahasa (Inggris)), 2, Brill, ISBN 978-90-67-18260-7
- Steenbrink, Karel (2013), "Dutch Colonial Containment of Islam in Manggarai, West-Flores, in Favour of Catholicism, 1907-1942", Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (dalam bahasa (Inggris)), 169 (1): 104–28, JSTOR 43817862, diakses tanggal 25 Mei 2020