Lompat ke isi

Hak suara perempuan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Hak suara perempuan

Perjuangan untuk hak suara perempuan adalah gerakan reformasi sosial, ekonomi dan politik untuk memberi wanita hak memilih. Pada 1866 Isle of Man menjadi parlemen nasional pertama yang memberi hak pilih kepada wanita, diikuti oleh Wyoming Territory pada 1869. Koloni Kepulauan Pitcairn memberi hak pilih kepada wanita pada 1838.

Negara-negara yang masih belum mengizinkan wanita untuk memilih adalah:

Dalam agama

Agama Kristen

Paus dipilih oleh para kardinal. Wanita tidak diangkat sebagai kardinal; dan karena itu, perempuan tidak dapat memilih Paus.[2]

Jabatan kepala biara wanita bersifat elektif, pilihan dibuat melalui pemungutan suara rahasia para biarawati yang tergabung dalam komunitas.[3] Pangkat tinggi yang dianggap berasal dari kepala biara dalam Gereja Katolik sebelumnya mengizinkan beberapa kepala biara hak untuk duduk dan memberikan suara di majelis nasional, seperti halnya dengan berbagai kepala biara berpangkat tinggi di Jerman pada abad pertengahan, yang termasuk di antara pangeran independen kekaisaran. Penerus Protestan mereka menikmati hak istimewa yang sama hampir sampai zaman modern.[4]

Pada 6 Februari 2021, Paus Fransiskus menunjuk Nathalie Becquart sebagai wakil sekretaris Sinode Para Uskup, menjadikannya wanita pertama yang memiliki hak suara dalam Sinode para Uskup.[5]

Agama Islam

Di beberapa negara, beberapa masjid memiliki undang-undang yang melarang perempuan memilih dalam pemilihan pengurus.[6]

Agama Yahudi

Dalam Yudaisme Konservatif, Yudaisme Reformasi, dan sebagian besar gerakan Yahudi Ortodoks, wanita memiliki hak untuk memilih. Sejak tahun 1970-an, semakin banyak sinagoge dan organisasi keagamaan Ortodoks Modern yang memberikan hak kepada perempuan untuk memilih dan dipilih dalam badan pemerintahan mereka. Di beberapa komunitas Yahudi Ultra-Ortodoks, perempuan ditolak hak pilihnya atau kemampuan untuk dipilih pada posisi otoritas. [7]

Hak suara perempuan di Indonesia

Negara Indonesia mengakui dan mendukung adanya hak asasi manusia (HAM) yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 dan perjanjian internasional seperti International Convention of Civil and Political Rights (ICCPR) melalui Undang-Undang No. 12 Tahun 2005 dan International Convention of Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR). HAM di Indonesia juga mendukung suara perempuan yang meliputi hak untuk mendapatkan pendidikan, berpolitik,pekerjaan yang setara dengan laki-laki dll.Tetapi dalam kenyataannya, seringkali suara perempuan diabaikan dan tidak setara seperti laki-laki karena adanya budaya patriarki dan bahkan praktik-praktik keagamaan yang mendiskriminasi suara perempuan. Contohnya jika terjadi kekerasan seksual seringkali pihak korban perempuan yang disalahkan karena memakai baju yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia (orang timur) sehingga mengundang nafsu dari laki-laki.

Tokoh perempuan yang memperjuangkan suara perempuan di Indonesia adalah R.A. Kartini melalui suratnya yang dikirim ke Belanda dan berisi harapannya akan emansipasi antara perempuan dan laki-laki meliputi kebebasan berpikir bagi kaum perempuan.[8]

Referensi

  1. ^ (Prancis)Vote des femmes. Pour les Saoudiennes, un vote symbolique
  2. ^ "Women and the Priesthood". web.archive.org. 2011-09-04. Diakses tanggal 2023-03-18. 
  3. ^ "CATHOLIC ENCYCLOPEDIA: Abbess". www.newadvent.org. Diakses tanggal 2023-03-18. 
  4. ^ "Abbess - Original Catholic Encyclopedia". web.archive.org. 2012-01-14. Diakses tanggal 2023-03-18. 
  5. ^ "Nathalie Becquart, première femme à avoir le droit de vote au synode des évêques". Le Monde.fr (dalam bahasa Prancis). 2021-02-06. Diakses tanggal 2023-03-18. 
  6. ^ Goodstein, Laurie (2004-07-22). "Muslim Women Seeking a Place in the Mosque". The New York Times (dalam bahasa Inggris). ISSN 0362-4331. Diakses tanggal 2023-03-18. 
  7. ^ vinnews (2010-09-12). "Manhattan, NY - Rabbi Keeps Off Women from Board of LES Orthodox Synagogue". VINnews (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2023-03-18. 
  8. ^ Bangun, Budi Hermawan (2020-06-15). "Hak Perempuan dan Kesetaraan Gender dalam Perspektif Filsafat Hukum". Pandecta Research Law Journal. 15 (1): 74–82. doi:10.15294/pandecta.v15i1.23895. ISSN 2337-5418.