Lompat ke isi

Antibiotik laktam beta

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Antibiotik β-laktam
Antibiotik beta-laktam
Kelas obat-obatan
Struktur inti penisilin (atas) dan sefalosporin (bawah). Cincin β-laktam terwarna merah pada gambar.
Pengenal kelas
PenggunaanInfeksi bakteri
Kode ATCJ01C
Target biologisProtein pengikat penisilin
Pranala luar
MeSHD047090
Dalam Wikidata

Antibiotik beta-laktam adalah golongan antibiotik yang memiliki kesamaan komponen struktur berupa adanya cincin beta-laktam dan umumnya digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri.[1] Terdapat sekitar ± 56 macam antibotik beta-laktam yang memiliki antivitas antimikrobial pada bagian cincing beta-laktamnya dan apabila cincin tersebut dipotong oleh mikroorganisme maka akan terjadi resistensi antibiotik terhadap antibiotik tersebut.[2]

Jenis-jenis

Antibiotik beta-laktam terbagi menjadi 4 golongan utama, yaitu penisilin, sefalosporin, karbapenem, dan monobaktam.[3]

Penisilin

Amoksisilin, salah satu contoh penisilin.

Berdasarkan spektrum aktivitas antimikrobialnya, penisilin terbagi menjadi 4 kelompok, yaitu penisilin dini (terdahulu), penisilin spektrum luas, penisilin anti-stafilokokal, dan penisilin anti-pseudomonal (spektrum diperluas).[3] Penisilin terdahulu secara aktif mampu melawan bakteri yang sensitif, seperti golongan Streptococcus beta-hemolitik, Streptococcus alfa-hemolitik dikombinasikan dengan aminoglikosida), pneumococcus, meningococcus, dan kelompok Clostridium selain C. difficile.[3] Contoh dari penisilin terdahulu adalah penisilin G dan penisilin V.[1] Penisilin spektrum luas memiliki kemampuan untuk melawan bakteri enterik dan lebih mudah diabsorpsi oleh bakteri gram negatif namun masih rentang terhadap degradasi beta-laktamase, contohnya ampisilin, amoksisilin, mesilinam, bacampicillin, dll.[3] Penisilin anti-stafilokokal dikembangkan pada tahun 1950-an untuk mengatasi S. aureus yang memproduksi beta-laktamase dan memiliki keunggulan tahan terhadap aktivitas beta-laktamase.[3] Contoh dari golongan ini adalah methicillin dan cloxacillin.[3] Penisilin anti-pseudomonal dibuat untuk mengatasi infeksi bakteri gram negatif basil, termasuk Pseudomonas aeruginosa, contoh dari penisilin golongan ini adalah karbenisilin, tikarsilin, azlosilin, dan piperasilin.[3]

Sefalosporin

Antibioik sefalosporin terbagi menjadi 3 generasi, yang pertama adalah cephalothin dan cephaloridine yang sudah tidak banyak digunakan.[3] Generasi kedua (antara lain: sefuroksim, sefaklor, sefadroksil, sefoksitin) digunakan secara luas untuk mengatasi infeksi berat dan beberapa di antaranya memiliki aktivitas melawan bakteri anaerob.[3] Generasi ketiga dari sefalosporin (di antaranya: seftazidim, sefotetan, latamoksef) dibuat pada tahun 1980-an untuk mengatasi infeksi sistemik berat karena bakteri gram negatif-basil.[3]

Karbapenem

Hanya terdapat satu agen antibiotik dari golongan karbapenem yang digunakan untuk perawatan klinis, yaitu imipenem yang memiliki kemampuan antibakterial yang sangat baik untuk melawan bakteri gram negatif-basil (termasuk P. aeruginosa, Staphylococcus, dan bacteroides).[3] Penggunaan imipenem harus dikombinasikan dengan inhibitor enzim tertentu untuk melindunginya dari degragasi enzim dari liver di dalam tubuh.[4]

Monobaktam

Golongan ini memiliki struktur cincin beta-laktam yang tidak terikat ke cincin kedua dalam molekulnya.[3] Salah satu antibiotik golongan ini yang umum digunakan adalah aztreonam yang aktif melawan berbagai bakteri gram negatif, termasuk P. aeruginosa.[3]

Mekanisme kerja

Antibiotik beta-laktamase bekerja membunuh bakteri dengan cara menginhibisi sintesis dinding selnya.[5] Pada proses pembentukan dinding sel, terjadi reaksi transpeptidasi yang dikatalis oleh enzim transpeptidase dan menghasilkan ikatan silang antara dua rantai peptida-glukan.[5] Enzim transpeptidase yang terletak pada membran sitoplasma bakteri tersebut juga dapat mengikat antibiotik beta-laktam sehingga menyebabkan enzim ini tidak mampu mengkatalisis reaksi transpeptidasi walaupun dinding sel tetap terus dibentuk.[5] Dinding sel yang terbentuk tidak memiliki ikatan silang dan peptidoglikan yang terbentuk tidak sempurna sehingga lebih lemah dan mudah terdegradasi.[5] Pada kondisi normal, perbedaan tekanan osmotik di dalam sel bakteri gram negatif dapat membentuk terjadinya lisis sel.[5] Selain itu, kompleks protein transpeptidase dan antibiotik beta-laktam akan menstimulasi senyawa autolisin yang dapat mendigesti dinding sel bakteri tersebut.[5] Dengan demikian, bakteri yang kehilangan dinding sel maupun mengalami lisis akan mati.[5]

Mekanisme resistensi

Mekanisme degradasi antibiotik beta-laktam oleh enzim beta laktamase.

Beberapa bakteri diketahui memiliki resitensi terhadap antibiotik beta-laktam, salah satu diantaranya adalah golongan Staphylococcus aureus resisten-metisilin (Methicillin resistant Staphylococcus aureus/MRSA).[6] Bakteri-bakteri yang resisten terhadap antibiotik beta-laktam memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu destruksi antibiotik dengan beta-laktamase, menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase, dan menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik.[7] Beberapa bakteri seperti Haemophilus influenzae, golongan Staphylococcus, dan sebagian besar bakteri enterik berbentuk batang memiliki enzim beta-laktamase yang dapat memecah cincin beta-laktam pada antibiotik tersebut dan membuatnya menjadi tidak aktif.[7] Secara detail, mekanisme yang terjadi diawali dengan pemutusan ikatan C-N pada cincin beta-laktam dan mengakibatkan antibiotik tidak dapat berikatan dengan protein transpeptdase sehingga terjadi kehilangan kemampuan untuk menginhibisi pembentukan dinding sel bakteri.[8] Beberapa studi menyatakan bahwa selain ditemukan secara alami pada bakteri gram positif dan negatif, gen penyandi enzim beta-laktamase juga ditemukan pada plasmida dan transposon sehingga dapat ditransfer antarspesies bakteri.[9] Hal ini menyebabkan kemampuan resistensi akan antibiotik beta-laktam dapat menyebar dengan cepat.[9] Difusi antibiotik beta laktam ke dalam sel bakteri terjadi melalui perantaraan protein transmembran yang disebut porine dan kemampuan difusinya dipengaruhi oleh ukuran, muatan, dan sifat hidrofilik dari suatu antibiotik.[8]

Mengatasi resistensi antibiotik beta-laktam

Asam klavulanat, inhibitor beta-laktamase.

Untuk mengatasi degradasi cincing beta-laktam, beberapa antibiotik beta-laktam dikombinasikan dengan senyawa inhibitor enzim beta-laktamase seperti asam clavulanat, tazobactam, atau sulbactam.[2] Salah satu antibiotik beta-laktam yang resisten beta laktamase adalah augmentin, kombinasi amoxycillin dan asam klavulanat. Augmentin terbukti telah berhasil mengatasi infeksi bakteri pada saluran kemih dan kulit.[10] Asam klavulanat yng diproduksi dari hasil fermentasi Streptomyces clavuligerus memiliki kemampuan untuk menghambat sisi aktif enzim beta-laktamase sehingga menyebabkan enzim tersebut menjadi inaktif.[11] Beberapa jenis antibiotik beta-laktam (contohnya nafcillin) juga memiliki sifat resisten terhadap beta-laktamase karena memiliki rantai samping dengan letak tertentu.[2]

Referensi

  1. ^ a b (Inggris)Madigan MT, Martinko JM, (2000). Brock Biology of Microorganisms. Prentice Hall. ISBN 978-0-13-081922-2. 
  2. ^ a b c (Inggris)Richard Schwalbe, Lynn Steele-Moore, Avery C. Goodwin (2007). Antimicrobial susceptibility testing protocols. CRC Press. ISBN 978-0-8247-4100-6. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m (Inggris)Brian I. Duerden (1987). "Beta-Lactam Antibiotics in Systemic Infections" (PDF). Phil J Microbiol Infect Dis. 16 (2): 61–64. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-09-14. Diakses tanggal 2010-05-01. 
  4. ^ (Inggris)MICHAEL D. REED, ROBERT C. STERN, CHERYL A. O'BRIEN, TOYOKO S. YAMASHITA, CAROLYN M. MYERS, JEFFREY L. BLUMERI (1985). "Pharmacokinetics of Imipenem and Cilastatin in Patients with Cystic Fibrosis" (PDF). ANTIMICROBIAL AGENTS AND CHEMOTHERAPY. 27 (4): 583–588.  [pranala nonaktif permanen]
  5. ^ a b c d e f g (Inggris)Steeve Giguère (2007). Antimicrobial therapy in veterinary medicine. Wiley-Blackwell. ISBN 978-0-8138-0656-3. 
  6. ^ (Inggris)Office of Technology Assessment Congress of United States (1995). Impacts of Antibiotic-Resistant Bacteria. Diane Publishing Co. 
  7. ^ a b (Inggris)R. Fontana, P. Canepari, M. M. Lleò, G. Satta (1990). "Mechanisms of resistance of enterococci to beta-lactam antibiotics". European Journal of Clinical Microbiology & Infectious Diseases. 9 (2): 103–105. doi:10.1007/BF01963633.  [pranala nonaktif permanen]
  8. ^ a b Ṛuben Vardanyan, Victor J. Hruby (2006). Synthesis of essential drugs. Elsevier Science. ISBN 978-0-444-52166-8. 
  9. ^ a b (Inggris)Sherry F. Queener, J. Alan Webber (1986). Beta-lactam antibiotics for clinical use. Informa Healthcare. ISBN 978-0-8247-7386-1. 
  10. ^ (Inggris)Tan TH, Tay L, Yeo M, Feng PH. "Augmentin (Amoxycillin and clavulanic acid) in the treatment of urinary tact infections and skin and soft tissue infections" (PDF). Singapore Medical Journal (SMJ): 299–302. 
  11. ^ (Inggris)C. READING, M. COLE (1997). "Clavulanic Acid: a Beta-Lactamase-Inhibiting Beta-Lactam from Streptomyces clavuligerus". ANTIMICROBIAL AGENT8 AIM CHEMOTHERAPY7. 11 (5): 852–857. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-07-06.