Dikpala
Dikpala (Dewanagari: दिक्पाल; IAST: Dikpāla ) adalah dewa-dewi yang menguasai arah mata angin tertentu, menurut keyakinan Hindu, Jainisme, dan Buddhisme Wajrayana—khususnya Kālacakra. Sebagai kelompok yang terdiri dari delapan dewa (sebagaimana delapan mata angin), mereka disebut Astadikpala (Dewanagari: अष्टदिक्पाल; IAST: Aṣṭadikpāla ), secara harfiah berarti penjaga delapan mata angin. Mereka biasanya dilengkapi dengan dua dewa tambahan untuk sepuluh arah (dua arah tambahan yaitu zenit dan nadir), sehingga mereka disebut Dasadikpala (Dewanagari: दशदिक्पाल; IAST: Daśadikpāla ).
Dalam agama Hindu, secara tradisional mereka digambarkan dalam bentuk ukiran di tembok dan langit-langit tempat suci Hindu. Mereka juga sering digambarkan pada kuil-kuil Jainisme, tetapi penggambaran Wisnu digantikan dengan Nāga pada arah nadir.[1] Masyarakat Jawa Kuno dan Bali Hindu mengenal adanya sembilan arah sehingga merupakan Nava-Dikpāla, secara harfiah berarti penjaga sembilan mata angin. Diagram sembilan dewa tersebut terdapat pada ukiran Surya Majapahit, lambang kerajaan Majapahit.
Mata angin menurut Hindu
Dalam tradisi Hindu, arah mata angin disebut Diśā, atau Dik. Ada empat penjuru mata angin utama, dengan enam mata angin ortogonal, sehingga total sepuluh mata angin.[2]
Bahasa Indonesia | Bahasa Sanskerta |
---|---|
Utara | उत्तरा (uttara), उदीची (udīcī) |
Selatan | दक्षिण (dakṣiṇa) |
Timur | पूर्वा (pūrva), प्राची (prācī) |
Barat | पश्चिमा (paścima), प्रतीची (pratīcī) |
Timur Laut | ऐशानी (aiśānī) |
Tenggara | आग्नेयी (āgneyī) |
Barat Laut | वायव्या (vāyavyā) |
Barat Daya | नैर्ॠता (nairṛṛtā) |
Zenit | ऊर्ध्वा (ūrdhvā) |
Nadir | अवाची (avācī) |
Lokapala
Dalam tradisi Hindu, penjaga empat mata angin utama disebut Lokapāla (लोकपाल), atau Dikpalaka.[3] Tiga versi pembagian Dikpala ialah sebagai berikut:
Aṣṭadikpāla (8 mata angin)
Gambar | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Dewa | Kubera (कुबेर) |
Yama (यम) |
Indra (इन्द्र) |
Baruna (वरुण) |
Isana (ईशान) |
Agni (अग्नि) |
Bayu (वायु) |
Nirrti (निरृति) |
Arah | Utara | Selatan | Timur | Barat | Timur Laut | Tenggara | Barat Laut | Barat Daya |
Subjek yang dikuasai | Kekayaan harta benda | Keadilan, alam kematian | Surga, cuaca, peperangan | Samudra, hukum alam | Siklus kehidupan, kebangkitan, waktu | Api, upacara | Angin, udara | Kematian, pelapukan, duka |
Daśadikpāla (10 mata angin)
Selain delapan dewa dan mata angin yang disebutkan dalam Astadikpala, ada dua dewa tambahan yang melengkapi posisi zenit dan nadir:[4][5]
Ilustrasi | ||
---|---|---|
Dewa | Brahma | Wisnu |
Arah | Zenit (arah di atas pengamat) | Nadir (arah di bawah pengamat) |
Subjek yang dikuasai | Penciptaan, pengetahuan, kebijaksanaan | Pemeliharaan, perlindungan |
Navadikpāla (9 mata angin)
- Siwa (Tengah)
- Wisnu (Utara)
- Brahma (Selatan)
- Iswara (Timur)
- Mahadewa (Barat)
- Sambu (Timur Laut)
- Mahesora (Tenggara)
- Sangkara (Barat Laut)
- Rudra (Barat Daya)
Referensi
- ^ Kumar (2001), hlm. 17.
- ^ Vivek Kumar (9 Februari 2009), Sanskrit Names of Directions, 2indya.com
- ^ "The Lokapāla: Guardians of the Directions". Medium. September 12, 2019.Dikunjungi 2023-02-20.
- ^ "About Guardians of the directions". 5 May 2020.Dikunjungi 2023-02-20.
- ^ "Guardians of The Directions".Dikunjungi 2023-02-20.
Daftar pustaka
- Dallapiccola, Anna (2002). Dictionary of Hindu Lore and Legend. ISBN 0-500-51088-1.
- Gopal, Madan (1990). Gautam, K. S., ed. India through the ages. Publication Division, Ministry of Information and Broadcasting, Government of India.
- Kumar, Sehdev (2001). A Thousand Petalled Lotus: Jain Temples of Rajasthan: Architecture & Iconography. Indira Gandhi National Centre for the Arts Series. Abhinav Publications.
- Mani, Vettam (1975). Puranic encyclopaedia : a comprehensive dictionary with special reference to the epic and Puranic literature. Delhi: Motilal Banarsidass.
- Wessels-Mevissen, Corinna (2001). The Gods of the Directions in Ancient India. Origin and Early Development in Art and Literature (until c. 1000 A.D.). Berlin: Dietrich Reimer. ISBN 3-496-02713-4.