Lompat ke isi

Istihsan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 6 April 2013 14.33 oleh EmausBot (bicara | kontrib) (Bot: Migrasi 7 pranala interwiki, karena telah disediakan oleh Wikidata pada item d:Q2502502)

Istihsan (Arab: استحسان) adalah kecenderungan seseorang pada sesuatu karena menganggapnya lebih baik, dan ini bisa bersifat lahiriah (hissiy) ataupun maknawiah; meskipun hal itu dianggap tidak baik oleh orang lain. atau dapat diartikan dengan penangguhan hukum seseorang mujtahid dari hukum yang jelas ( Qur'an, sunnah, Ijma' dan qiyas ) ke hukum yang samar-samar ( Qiyas khafi, dll ) karena kondisi/keadaan darurat atau adat istiadat.[1]

Definisi

Istihsan memiliki banyak definisi di kalangan ulama Ushul fiqih. Diantaranya adalah:[1]

  1. Mengeluarkan hukum suatu masalah dari hukum masalah-masalah yang serupa dengannya kepada hukum lain karena didasarkan hal lain yang lebih kuat dalam pandangan mujtahid.
  2. Dalil yang terbetik dalam diri seorang mujtahid, namun tidak dapat diungkapkannya dengan kata-kata.
  3. Meninggalkan apa yang menjadi konsekwensi qiyas tertentu menuju qiyas yang lebih kuat darinya.
  4. Mengamalkan dalil yang paling kuat di antara dua dalil.

Jenis-jenis Istihsan

Para ulama yang mendukung penggunaan Istihsan sebagai salah satu sumber penetapan hukum membagi Istihsan dalam beberapa bagian berdasarkan 2 sudut pandang yang berbeda:[1]

Berdasarkan dalil yang melandasinya

  1. Istihsan dengan nash. Maknanya adalah meninggalkan hukum berdasarkan qiyas dalam suatu masalah menuju hukum lain yang berbeda yang ditetapkan oleh Al-Qur’an atau Sunnah.
  2. Istihsan dengan ijma’. Maknanya adalah terjadinya sebuah ijma’—baik yang sharih maupun sukuti—terhadap sebuah hukum yang menyelisihi qiyas atau kaidah umum.
  3. Istihsan dengan kedaruratan. Yaitu ketika seorang mujtahid melihat ada suatu kedaruratan atau kemaslahatan yang menyebabkan ia meninggalkan qiyas, demi memenuhi hajat yang darurat itu atau mencegah kemudharatan.
  4. Istihsan dengan ‘urf atau konvensi yang umum berlaku. Artinya meninggalkan apa yang menjadi konsekuensi qiyas menuju hukum lain yang berbeda karena ‘urf yang umum berlaku—baik ‘urf yang bersifat perkataan maupun perbuatan—.

Berdasarkan kuat-tidaknya pengaruhnya

  1. Qiyas memiliki kekuatan yang lemah dan Istihsan yang kuat darinya.
  2. Qiyas lebih kuat pengaruhnya dan Istihsan yang lemah pengaruhnya.
  3. Qiyas dan Istihsan sama-sama memiliki kekuatan.
  4. Qiyas dan Istihsan sama-sama memiliki pengaruh yang lemah.

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ a b c Istihsan dan kedudukannya sebagai metode Istinbath hukum dalam ushul fiqih, diakses 28 Agustus 2011.

Referensi

  • "Usul Fiqh", oleh A. Hanafie, M.A., Cetakan ketiga 1962, halaman 157-159