Suku Osing
Abdullah Kahfi | |
Daerah dengan populasi signifikan | |
---|---|
Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur | |
Bahasa | |
Bahasa Osing, Bahasa Jawa, dan Bahasa Indonesia | |
Agama | |
Mayoritas Islam Minoritas Hindu | |
Kelompok etnik terkait | |
suku Jawa, suku Tengger, suku Bali |
Suku Osing atau biasa diucapkan Suku Osing adalah penduduk asli Banyuwangi atau juga disebut sebagai Laros (akronim daripada
Lare Osing) atau Wong Blambangan merupakan penduduk mayoritas di beberapa kecamatan di Kabupaten Banyuwangi. Orang Osing menggunakan Bahasa Osing yang merupakan pengaruh dari bahasa Bali dan turunan langsung dari bahasa Jawa Kuno, sebagai bahasa sehari - hari mereka.
Bahasa
Suku Osing mempunyai Bahasa Osing yang merupakan pengaruh dari bahasa Bali dan sedikit pengaruh bahasa Jawa kuno.
Kepercayaan
Pada awal terbentuknya masyarakat Osing kepercayaan utama suku Osing adalah Hindu-Buddha seperti halnya Majapahit. Namun berkembangnya kerajaan Islam di pantura menyebabkan agama Islam dengan cepat menyebar di kalangan suku Osing. Berkembangnya Islam dan masuknya pengaruh luar lain di dalam masyarakat Osing juga dipengaruhi oleh usaha VOC dalam menguasai daerah Blambangan. Masyarakat Osing mempunyai tradisi puputan, seperti halnya masyarakat Bali. Puputan adalah perang terakhir hingga darah penghabisan sebagai usaha terakhir mempertahankan diri terhadap serangan musuh yang lebih besar dan kuat. Tradisi ini pernah menyulut peperangan besar yang disebut Puputan Bayu pada tahun 1771 M.
Demografi
Suku Osing menempati beberapa kecamatan di kabupaten Banyuwangi bagian tengah dan bagian timur, mayoritas berada di Kecamatan Songgon, Kecamatan Rogojampi, Kecamatan Blimbingsari, Kecamatan Singojuruh, Kecamatan Kabat, Kecamatan Licin, Kecamatan Giri, Kecamatan Glagah dan sebagian berada di Kecamatan Banyuwangi, Kecamatan Kalipuro dan Kecamatan Sempu yang berbaur dengan komunitas suku yang lain seperti Suku Jawa dan Madura. Ada juga sekelompok kecil yang berada di Kecamatan Srono, Kecamatan Cluring, Kecamatan Gambiran dan Kecamatan Genteng. Suku Osing atau lebih dikenal sebagai Wong Osing oleh beberapa kalangan dan hasil penelitian dianggap sebagai penduduk asli Banyuwangi yang mereka sebut Tanah Blambangan, sebuah wilayah di ujung paling timur pulau Jawa. Suku ini menyebar di desa-desa pertanian subur di bagian tengah dan timur Banyuwangi yang secara administratif meliputi wilayah yang berada di Kecamatan Rogojampi, Blimbingsari, Kabat, Licin, Sempu, Singojuruh, Songgon, Cluring, Srono, Banyuwangi mereka telah bercampur dengan penduduk non-Osing, yang terdiri dari migran asal Madura, Jawa Timur bagian barat dan Jawa Tengah, termasuk Yogyakarta. Orang Osing menyebut mereka dengan sebutan "Wong Osing" dengan "Tanah Blambangan" yang mereka sebut sebagai jati diri yang berbeda dari suku Bali atau Jawa.
Profesi
Profesi utama Suku Osing adalah mayoritas petani, dengan sebagian kecil lainya adalah pedagang, nelayan, buruh dan pegawai di bidang formal seperti karyawan, guru dan pegawai pemda.
Stratifikasi sosial
Suku Osing berbeda dengan Suku Bali dalam hal stratifikasi sosial. Suku Osing tidak mengenal kasta seperti halnya Suku Bali, hal ini banyak dipengaruhi oleh agama Islam yang dianut oleh sebagian besar penduduknya.
Seni
Kesenian Suku Osing sangat unik dan banyak mengandung unsur mistik seperti kerabatnya Suku Bali dan Suku Tengger. Kesenian utamanya antara lain Gandrung Banyuwangi, Patrol, Seblang, Angklung, Tari Barong, Kuntulan, Kendang Kempul, Janger, Jaranan, Jaran Kincak, Angklung Caruk dan Jedor.
Kesenian lain yang masih dipelihara adalah tembang dolanan, khususnya oleh kalangan anak usia sekolah. Contohnya adalah Jamuran dan Ojo Rame-Rame. Sesuai dengan sebutannya, tembang-tembang yang pada umumnya bersyair pendek ini digunakan mengiringi permainan anak-anak. Selain menambah keceriaan anak saat bermain berkelompok, tembang dolanan dapat berfungsi mengajarkan nilai-nilai positif sejak dini. Tembang Jamuran, misalnya, mengajarkan tentang gotong-royong dan Ojo Rame-Rame mengajarkan patriotisme[1].