Ibrahim
Ibrahim إبراهيم • אַבְרָהָם • Αβραάμ • ܐܒܪܗܡ | |
---|---|
Lahir | Ur, Iraq |
Meninggal | Hebron, Tepi Barat |
Makam | Masjid Ibrahimi, Hebron 31°31′29″N 35°06′39″E / 31.524744°N 35.110726°E |
Tempat tinggal | |
Nama lain | Abraham |
Karya terkenal | Ka'bah |
Gelar |
|
Pendahulu | Saleh |
Pengganti | |
Suami/istri | |
Anak | |
Orang tua |
|
Kerabat | |
Nabi Ibrahim |
---|
Ibrahim (bahasa Arab: إِبْرَاهِيْم, translit. Ibrāhīm, bahasa Ibrani: אַבְרָהָם, translit. Avraham, bahasa Yunani: Αβραάμ) adalah tokoh dalam Al-Qur'an, Alkitab, dan Tanakh, dihormati dan menjadi sosok teladan dalam agama Islam, Kristen, dan Yahudi. Ketiga agama tersebut yang memiliki keterikatan dengan sosok Ibrahim kerap disebut dengan agama Abrahamik. Tokoh ini disebut Abraham dalam agama Yahudi dan Kristen.
Islam memandang Ibrahim sebagai salah satu nabi dan rasul dan termasuk dalam kelompok ulul azmi. Bersama putranya, Ismail, Ibrahim dikenal sebagai peninggi pondasi Ka'bah yang kemudian menjadi kiblat umat Muslim seluruh dunia. Hari raya Idul Adha juga menjadi pengingat akan peristiwa penyerahan sepenuhnya Ibrahim atas perintah Allah. Dia juga dikenal dengan gelarnya, khalilullah (خلیل اللہ; kesayangan Allah). Dalam Al-Qur'an juga ditegaskan bahwa Islam yang dibawa Nabi Muhammad merupakan kesinambungan dari ajaran Ibrahim.
Dalam Yahudi, Ibrahim disebut sebagai "bapak kami Abraham" (אברהם אבינו; Avraham Avinu) sebagai penanda bahwa sosoknya berperan sebagai leluhur biologis bangsa Yahudi dan ayah dari agama Yahudi. Meski juga termasuk tokoh yang dihormati, peran dan kedudukan Ibrahim dalam Kristen tidak begitu besar bila dibandingkan dalam Islam dan Yahudi dikarenakan Kristen memiliki konsep juru selamat yang menjadi pembeda antara Kristen dan dua agama lain.
Ayat
"Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman, 'Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.' Ibrahim berkata, '(Dan saya mohon juga) dari keturunanku.' Allah berfirman, 'Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.'"
— Al-Baqarah (02): 124
"Karena itu namamu bukan lagi Abram, melainkan Abraham, karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Aku akan membuat engkau beranak cucu sangat banyak. Engkau akan Kubuat menjadi bangsa-bangsa dan dari padamu akan berasal raja-raja.'"
Nama
Omar Hashem menyatakan bahwasanya nama Ibrahim berasal dari dua suku kata, yaitu ib/ab (إب) dan rahim (راهيم). Jika disatukan maka nama itu memiliki arti "ayah yang penyayang."[1][2] Dalam Alkitab dijelaskan bahwa nama asli Ibrahim (Abraham) adalah Abram, kemudian diubah menjadi Abraham yang bermakna "bapak sejumlah bangsa besar."[3]
Kisah
Nama Ibrahim disebutkan 69 kali dalam Al-Qur'an,[a] sedangkan kisahnya tertuang dalam beberapa surah dalam Al-Qur'an, yakni Al-Baqarah (02): 258, 260, Al-An'am (06): 75-83, Ibrahim (14): 35-41, Maryam (19): 41-48, Al-Anbiya' (21): 51-70, Asy-Syu'ara' (26): 69-83, Al-Ankabut (29): 16-27, dan Ash-Shaffat (37): 83-98. Ibrahim juga merupakan salah satu tokoh yang namanya dijadikan nama surah dalam Al-Qur'an, yakni pada surah keempat belas. Dalam Tanakh (kitab suci Yahudi) dan Alkitab (kitab suci Kristen), Ibrahim awalnya disebut Abram, kemudian namanya diubah menjadi Abraham saat perjanjian sunat, dan kisahnya termuat pada Kitab Kejadian pasal 11-25.
Sebagaimana para rasul lain dalam Al-Qur'an, kisah Ibrahim juga sangat menekankan pesan akan keesaan Allah, tercermin dari dialognya pada penguasa dan kaumnya. Di sisi lain, Tanakh dan Alkitab lebih menekankan pada rincian kronologis cerita. Perjanjian Allah dengan Ibrahim terkait bangsa-bangsa dan tanah terjanji juga menjadi titik pusat perhatian umat Yahudi, sedangkan peran Ibrahim sebagai rasul yang mendakwahkan keesaan Allah tidak begitu terlihat dalam Alkitab dan Tanakh bila dibandingkan dalam Al-Qur'an.
Silsilah
Al-Qur'an tidak menjelaskan silsilah Ibrahim selain bahwa ayahnya bernama Azar (bahasa Arab: آزَر, translit. Āzar).[4] Alkitab menjelaskan bahwa nama ayahnya adalah Terah. Perincian silsilah Ibrahim dalam Alkitab dimulai dari Sem (putra Nuh) sampai Ibrahim adalah:[5]
- Sem memiliki putra bernama Arpakhsad saat berusia 100 tahun atau dua tahun setelah peristiwa banjir besar
- Arpakhsad memiliki putra bernama Selah (Syalikh) saat berusia 35 tahun
- Selah memiliki putra bernama Eber ('Abir) saat berusia 30 tahun
- Eber memiliki putra bernama Peleg (Faligh) saat berusia 34 tahun
- Peleg memiliki putra bernama Rehu (Raghu) saat berusia 30 tahun
- Rehu memiliki putra bernama Serug (Sarugh) saat berusia 32 tahun
- Serug memiliki putra bernama Nahor saat berusia 30 tahun
- Nahor memiliki putra bernama Terah (Tarikh) saat berusia 29 tahun
- Terah memiliki putra Abram (Ibrahim), Nahor, dan Haran pada usia 70 tahun
Dalam kitabnya, Ibnu Katsir juga mengutip dari Alkitab terkait silsilah Ibrahim.[6]
Terdapat beberapa pendapat terkait perbedaan nama ayah Ibrahim dalam Al-Qur'an dan Alkitab. Menurut jumhur ahli nasab, di antaranya Ibnu 'Abbas, nama ayah Ibrahim adalah Tarikh (Terah). Ada pendapat yang menyatakan bahwa Azar adalah nama patung yang disembah ayahnya Ibrahim. Pendapat lain menyatakan bahwa dua nama itu sama-sama dikenal. Salah satu berupa nama asli, sedangkan yang lain adalah nama panggilan.[7] Pendapat lain menyatakan bahwa nama Azar diturunkan dari bahasa Suryani Atsar,[8] yang disebut Terah (Tarikh) dalam Alkitab.
Untuk ibu Ibrahim, ada juga beberapa pendapat. Al-Hafidz Ibnu Asakir meriwayatkan bahwasanya ibu kandung Ibrahim bernama Amilah. Sementara menurut al-Kalbiy, ibu kandung nabi Ibrahim bernama Buna binti Karbeta bin Kartsi yang masih keturunan Arpakhsad bin Sem bin Nuh.[6]
Ibnu Asakir meriwayatkan dalam kitab at-Tarikh dari Ishaq bin Basyar al-Kahiliy bahwasanya Nabi Ibrahim dijuluki sebagai "Abu adh-Dhaifan."[6]
Kehidupan awal
Ibrahim lahir dari seorang ayah yang bekerja sebagai pembuat patung yang biasanya dijadikan sesembahan. Terkait tempat kelahirannya, pendapat paling masyhur menyatakan bahwa Ibrahim lahir di Babilonia di kota Ur Kasdim. Ada juga yang berpendapat bahwa dia lahir di sebuah dataran rendah di Damaskus.[9] Sangat mungkin kepercayaan yang dianut masyarakat kala itu adalah Agama Mesopotamia kuno yang menyembah banyak dewa dan dewi.[10] Pendapat lain menyebutkan bahwa kaum Ibrahim merupakan pemuja benda-benda langit seperti matahari, bulan, dan bintang,[11] dan patung-patung yang digunakan untuk ritual merupakan perlambang dari benda-benda langit tersebut, sebagaimana berhala-berhala yang disembah kaum Nuh adalah perlambang dari orang-orang shaleh yang telah meninggal.
Dalam kronik Legenda Bangsa Yahudi disebutkan bahwa Ibrahim lahir pada masa kekuasaan seorang penguasa zalim bernama Namrud (Nimrod). Disebutkan bahwa Namrud melihat pertanda melalui bintang-bintang bahwa akan ada seorang anak laki-laki yang lahir yang akan menghancurkan kekuasaannya. Setelah berdiskusi dengan para penasihatnya, dikeluarkanlah maklumat bahwa setiap bayi laki-laki yang lahir harus dibunuh. Saat mendekati waktu kelahiran, ibu Ibrahim kemudian pergi ke luar kota dan melahirkan di sebuah gua. Ibu Ibrahim kemudian meninggalkannya di sana dengan berat hati dan Ibrahim yang masih bayi diasuh oleh Malaikat Jibril. Di sana, Ibrahim tumbuh dengan sangat cepat, bahkan bisa berjalan dan bicara saat baru berusia dua puluh hari.[12] Kisah ini tidak terdapat dalam Al-Qur'an maupun Alkitab.
Empat ekor burung
Salah satu mukjizat yang dialami Ibrahim yang disebutkan dalam Al-Qur'an adalah terkait kekuasaan Allah menghidupkan makhluk yang telah mati. Ibrahim meminta kepada Allah memperlihatkan cara menghidupkan orang-orang yang telah mati untuk memantapkan hatinya. Allah kemudian memerintahkan agar Ibrahim melatih empat ekor burung sehingga mereka dapat segera mendatanginya bila dipanggil. Setelah terlatih, burung-burung tersebut disembelih dan dicincang, kemudian jasadnya dipencarkan dan diletakkan di tiap-tiap bukit. Saat Ibrahim memanggil burung-burung tersebut, mereka segera mendatanginya seperti sebelumnya.[13]
Dakwah
Ibrahim awalnya berdakwah kepada ayahnya. Dengan lembut dia menegaskan agar ayahnya meninggalkan sesembahan lamanya yang tidak dapat mendengar, melihat, dan memberi pertolongan sedikitpun. Ibrahim juga menyatakan bahwa dia telah mendapat sebagian ilmu (wahyu) yang tidak dimiliki ayahnya, sehingga Ibrahim meminta agar ayahnya mau menurutinya. Meski demikian, ayahnya menolak ajakan Ibrahim, bahkan mengancam akan merajamnya, dan menyuruh Ibrahim meninggalkannya. Ibrahim kemudian menjauhkan diri dari ayahnya sembari memintakan ampun ayahnya kepada Allah.[14][15]
Al-Qur'an menjelaskan bahwa permintaan ampun Ibrahim pada ayahnya hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya pada ayahnya. Namun setelah jelas bahwa ayahnya adalah musuh Allah, Ibrahim berlepas diri darinya.[16]
Ibrahim juga berdakwah pada kaumnya. Sebagaimana seruan para rasul yang lain, Ibrahim menyeru kaumnya untuk bertakwa kepada Allah, mengesakan-Nya, dan meninggalkan sesembahan lain. Ibrahim juga menegaskan bahwa sesembahan mereka tidak mampu memberi rezeki pada penyembahnya.[17] Kaumnya menyatakan bahwa mereka melakukan penyembahan ini lantaran telah menjadi tradisi sejak leluhur mereka.[18] Ibrahim kemudian bertekad untuk melakukan tipu daya pada berhala-berhala sembahan kaumnya saat mereka pergi.[19] Sebagian berpendapat bahwa Ibrahim hanya mengatakan tekadnya dalam hati. Ada yang berpendapat bahwa Ibrahim mengatakannya secara lisan dan itu didengar sebagian kaumnya.[20]
Dalam Legenda Bangsa Yahudi disebutkan bahwa pada suatu hari, ada seorang wanita tua yang hendak membeli berhala dari Ibrahim karena berhala miliknya dicuri saat dia sedang mandi. Ibrahim kemudian menyatakan bahwa patung sesembahan tersebut bukanlah tuhan karena dia bisa dicuri seperti itu. Wanita tersebut kemudian tersadar dan kemudian ikut membantu dakwah Ibrahim, sehingga banyak orang yang akhirnya mengikuti ajaran Ibrahim. Namrud mendengar mengenai wanita tersebut dan memanggilnya ke hadapannya, memarahi wanita itu lantaran dia menyembah tuhan lain selain dirinya, tetapi wanita tersebut membalas bahwa Namrud seorang pendusta. Wanita tersebut kemudian dibunuh.[21]
Menghancurkan berhala
Disebutkan bahwa kaum Ibrahim saat itu memiliki perayaan tahunan yang dilaksanakan di pinggiran kota. Azar saat itu meminta Ibrahim ikut mendatanginya, tetapi Ibrahim melihat sekali pandang ke arah bintang-bintang, kemudian mengatakan kalau sedang sakit.[22] Saat suasana sepi, Ibrahim kemudian pergi ke kuil pemujaan tempat berhala-berhala sesembahan kaumnya. Di sana terdapat sesajian yang disuguhkan untuk berhala-berhala tersebut. Ibrahim kemudian mendatangi berhala-berhala tersebut dan bertanya pada mereka sebagai sindiran, "Mengapa kamu tidak makan? Mengapa kamu tidak menjawab?"[23] Setelahnya, Ibrahim menghancurkan semua berhala-berhala yang ada di sana[24] dengan kapak kecuali berhala yang terbesar.[25] Ibrahim kemudian meletakkan kapaknya di tangan berhala terbesar yang masih utuh tersebut untuk memberi kesan bahwa berhala induk tersebut cemburu dengan berhala-berhala kecil yang dianggap tidak pantas disembah bersamanya.[26]
Saat penduduk kembali, mereka terkejut ketika melihat keadaan berhala-berhala tersebut dan bertanya-tanya mengenai jati diri pelakunya. Sebagian penduduk kemudian mengatakan bahwa Ibrahim dikenal suka mencela sesembahan mereka. Ibrahim kemudian ditanya, "Apakah kamu yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, Ibrahim?" Ibrahim kemudian membalas, "Sebenarnya patung yang besar itulah yang melakukannya. Maka tanyakanlah kepada berhala itu jika dia dapat berbicara." Setelahnya, mereka membalas, "Sesungguhnya kaum telah mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak dapat berbicara."[27][28]
Mendengar jawaban kaumnya, Ibrahim segera membalikkan keadaan,
"Mengapa kamu menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun, dan tidak mendatangkan mudarat kepada kamu? Celakalah kamu dan yang kamu sembah selain Allah! Tidakkah kamu mengerti?"
— Al-Anbiya' (21): 66-67
Kaumnya marah setelah mendengar bantahan Ibrahim. Para penduduk tidak bisa menang debat dengan Ibrahim, sehingga mereka mengalihkan permasalahan dan menggunakan kekuatan untuk membungkam Ibrahim dengan cara berusaha dilemparkan ke dalam api.[29][30] Dalam Legenda Bangsa Yahudi disebutkan bahwa sebelum dilemparkan ke api, Ibrahim dipenjara selama setahun tanpa makan dan minum. Pada masa itu, Allah kemudian mengutus malaikat untuk memberi Ibrahim makan dan minum sehingga dia tetap hidup. Kemudian diusulkan kepada Namrud bahwa Ibrahim harus dibakar hidup-hidup di hadapan khalayak agar para penduduk dapat terus mempercayai Namrud.[31]
Perapian
Setelah diputuskan bahwa Ibrahim akan dihukum bakar, para penduduk segera mengumpulkan kayu bakar dari segala penjuru selama berhari-hari, sampai seorang wanita yang sedang sakit juga bernazar akan ikut mengumpulkan kayu bakar jika sudah sembuh. Kemudian mereka menggali lubang yang sangat besar tempat kayu-kayu tersebut dinyalakan.[30]
Api menyala sangat besar sehingga tidak ada yang bisa mendekat, sehingga Ibrahim diikat dan dibelenggu, kemudian dilemparkan ke tengah api menggunakan manjanik. Saat dilempar, Ibrahim mengucapkan "Cukuplah Allah sebagai pelindung kami."[32] Allah kemudian memerintahkan, "Wahai api! Jadilah kamu dingin dan penyelamat bagi Ibrahim!"[33][34] Kobaran api tersebut hanya membakar ikatan Ibrahim, tapi tidak tubuh maupun pakaiannya.
Ada yang mengatakan bahwa Ibrahim berada dalam kobaran api selama empat puluh sampai lima puluh hari.[35][36] Sebuah riwayat menyebutkan bahwa ayah Ibrahim kemudian berkata, "Sebaik-baik Tuhan adalah Tuhanmu, Ibrahim."[37]
Perdebatan
Al-Qur'an mengisahkan mengenai perdebatan mengenai Tuhan antara Ibrahim dengan orang kafir, yang biasanya ditafsirkan sebagai Namrud. Ibrahim mengatakan, "Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan." Orang tersebut membalas, "Aku juga bisa menghidupkan dan mematikan." Maksud dari jawabannya adalah dia membunuh seseorang dan memberikan ampunan kepada orang lain.[38]
Ibrahim kemudian melanjutkan, "Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat." Maka orang tersebut kebingungan dan tidak dapat menjawab balik Ibrahim.[39] As-Suddi menjelaskan bahwa perdebatan ini terjadi setelah peristiwa pembakaran Ibrahim.[38]
Disebutkan bahwa Namrud biasanya memiliki jatah makanan yang dibagikan kepada penduduk. Namun Ibrahim tidak mendapat jatah lantaran perdebatannya dengan Namrud. Untuk menenangkan keluarganya, dia mengisi kantongnya dengan pasir. Saat dia pulang dan tidur, istrinya, Sarah, membuka kantong tersebut yang ternyata telah menjadi bahan makanan. Sarah lantas mengolahnya menjadi hidangan lezat. Saat Ibrahim menanyakan asal makanan tersebut, Sarah menjawab bahwa ini berasal dari kantong yang dibawa Ibrahim. Ibrahim menyadari bahwa itu merupakan rezeki yang dikaruniakan Allah.[40]
Haran
Setelahnya, Ibrahim diperintahkan Allah untuk hijrah atau keluar dari negeri tersebut[41] menuju Syam, juga disebut tanah Kan'an dalam Alkitab. Disebutkan dalam Alkitab bahwa yang turut pergi bersama Ibrahim adalah Terah (Azar), Sarah (istri Ibrahim), dan Luth (keponakan Ibrahim). Dalam perjalanan, mereka berhenti di Haran (yang kerap diidentifikasikan sebagai Harran) yang penduduknya menyembah bintang.[42]
Dalam surah Al-An'am disebutkan bahwa suatu malam saat melihat bintang, Ibrahim berkata, "Inilah Tuhanku." Namun saat bintang tersebut terbenam, dia mengatakan, "Saya tidak suka kepada yang tenggelam." Saat melihat bulan terbit, dia berkata, "Inilah Tuhanku." Setelah bulan tersebut terbenam, dia berkata, "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang yang sesat." Saat melihat matahari terbit, dia berkata, "Inilah Tuhanku. Inilah yang lebih besar." Maka saat matahari tersebut terbenam, Ibrahim berkata kepada kaumnya, "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari dari yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku pada Tuhan Yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah."[43]
Banyak literatur Islam yang menyebutkan bahwa kisah Ibrahim dalam Al-An'am adalah upaya Ibrahim mencari Tuhan semasa belia. Namun Ibnu Katsir membantah pendapat tersebut dan menyatakan bahwa itu sebenarnya adalah nasihat Ibrahim kepada penduduk Haran.[44] Ibrahim menggunakan bahasa sindiran sebagaimana saat dia bertanya pada berhala alasan mereka tidak memakan sesajian atau saat menyuruh kaumnya untuk bertanya pada satu-satunya berhala yang masih utuh mengenai rusaknya berhala-berhala yang lain yang ada di kuil.
Alkitab menyebutkan bahwa Terah (Azar) meninggal di Haran pada usia 205 tahun.[45] Ayah Ibrahim meninggal dalam keadaan masih tidak mengimani ajaran Ibrahim. Setelahnya, Ibrahim melanjutkan perjalanan dan tiba ke Syam.
Mesir
Saat Syam mengalami paceklik hebat, Ibrahim dan keluarganya pindah ke Mesir. Dalam sebuah riwayat[46][47] disebutkan bahwa raja memerintahkan untuk membawa Sarah ke istananya saat mendengar laporan dari para punggawanya mengenai kecantikan Sarah. Saat utusan raja tiba dan menanyai mengenai Sarah, Ibrahim menjawab bahwa dia adalah saudarinya. Ibrahim juga berpesan kepada Sarah agar mengaku sebagai saudarinya, agar raja tersebut tidak membunuh Ibrahim.
Setelah Sarah dibawa ke istana, raja berusaha menyentuh Sarah, tetapi tangannya menjadi lumpuh mendadak. Raja memohon agar Sarah berdoa pada Allah untuk menyembuhkannya dan Sarah melakukannya. Setelah tangannya pulih, raja kembali mengulangi perbuatannya, tetapi dia mengalami kelumpuhan yang lebih berat dari sebelumnya. Raja kembali meminta Sarah mendoakannya dan berjanji tidak akan mengganggunya lagi. Setelahnya, raja memerintahkan agar Sarah dipulangkan kepada Ibrahim dan dia diberi budak perempuan bernama Hajar sebagai hadiah.[48]
Sumber Alkitab juga menceritakan kejadian serupa. Ibrahim diberi banyak budak dan hewan ternak karena raja ingin menjadikan Sarah sebagai istrinya. Namun raja dan seisi istananya kemudian terkena tulah. Raja kemudian menyalahkan Ibrahim karena mengaku bahwa Sarah adalah saudarinya. Kemudian Sarah dikembalikan kepada Ibrahim.[49] Peristiwa Ibrahim dan Sarah di Mesir tidak tercantum dalam Al-Qur'an.
Perpisahan dan perang
Dalam sumber Alkitab dijelaskan bahwa setelah kembali ke Syam, terjadi perselisihan antara para penggembala yang bekerja untuk Ibrahim dengan yang bekerja untuk Luth. Hal ini lantaran tempat kediaman mereka tidak cukup luas untuk mereka berdua yang memiliki harta dan hewan ternak melimpah. Luth kemudian memilih pindah ke kota-kota di kawasan lembah Yordania dan berkemah di dekat Sodom. Ibrahim sendiri kemudian pindah di dekat Hebron. Beberapa tafsiran Alkitab menyebutkan bahwa dalam memilih tempat baru, Luth dipandang lebih mementingkan keuntungan pribadi. Hal ini karena dia memilih menetap di dekat Sodom hanya karena daerah tersebut adalah tempat yang subur, tanpa mempedulikan penduduknya yang suka berbuat jahat.[50] Al-Qur'an tidak menjelaskan mengenai perpisahan Ibrahim dan Luth, tetapi disebutkan bahwa Allah memang mengutus Luth pada kaum Sodom untuk berdakwah.[51]
Sumber Alkitab juga menyebutkan bahwa kawasan lembah Yordania kemudian memberontak melawan pemerintahan Elam yang saat itu dipimpin Raja Kedorlaomer. Pasukan Elam kemudian menyerang kota-kota di lembah Yordania dan menawan banyak orang, termasuk Luth dan keluarganya. Kejadian ini dikenal dengan Pertempuran Siddim. Ibrahim yang mengetahui kejadian tersebut kemudian menghimpun 318 budak terlatih dan mengejar pasukan Elam, mengalahkan mereka di daerah Hoba yang terletak di sebelah utara Damaskus, dan kemudian berhasil membebaskan Luth.[52] Kisah ini tidak terdapat dalam Al-Qur'an.
Hajar dan Ismail
Ibnu Katsir dalam karyanya, mengutip Alkitab, menuliskan bahwa Sarah kemudian memberikan Hajar sebagai selir atau menjadi istri Ibrahim lantaran dia sudah yakin tidak akan memiliki anak. Namun setelah mengandung, Hajar menjadi merasa lebih mulia dari Sarah dan itu membuat marah Sarah sehingga dia memberi hukuman yang berat kepada Hajar. Hajar kemudian melarikan diri, tetapi dia didatangi malaikat yang menyuruhnya untuk kembali sembari menenangkannya bahwa Allah akan memperbanyak keturunannya sampai tak bisa dihitung, juga menyuruhnya untuk memberikan anaknya dengan nama Ismail karena Allah mendengar penindasan atas Hajar. Disebutkan bahwa Ismail lahir pada saat Ibrahim berusia 86 tahun.[53][54]
Terdapat perbedaan pendapat mengenai status Hajar. Sebagian menyatakan bahwa dia adalah selir Ibrahim, sebagian menyatakan bahwa dia adalah istrinya. Pendapat lain menyatakan bahwa awalnya Hajar adalah selir Ibrahim, kemudian setelah Sarah wafat, Ibrahim menikahi dan menjadikan Hajar sebagai istri, kemudian memberinya nama baru, Ketura.[55][56][57][58]
Terkait asal-usulnya, beberapa sumber Islam dan Yahudi menyebutkan bahwa Hajar adalah seorang putri. Midras Bereshith Rabba dan sebagian literatur Muslim menyebutkan bahwa Hajar adalah anak perempuan dari raja yang berusaha mengambil Sarah sebagai istri atau selirnya saat di Mesir.[59][60] Pendapat lain menyatakan bahwa dia adalah anak perempuan dari seorang raja yang masih keturunan Nabi Shaleh. Ayah Hajar kalah dalam peperangan dan raja yang menang perang (yang mengambil Sarah di kemudian hari) kemudian menjadikan Hajar tawanan dan pelayan di istananya.[61] Al-Qur'an sendiri tidak memberikan keterangan mengenai perselisihan antara Sarah dan Hajar atau mengenai asal-usul Hajar.
Dalam sebuah riwayat hadits diterangkan bahwa Ibrahim mendapat perintah untuk mengungsikan Hajar dan Ismail dari Syam dan menempatkan mereka di tengah padang pasir tak berpenghuni. Saat Ibrahim beranjak pergi, Hajar membuntutinya dan bertanya, "Wahai Ibrahim, engkau hendak ke mana? Apakah kamu akan meninggalkan kami di lembah yang tidak ada seorang manusia dan tidak ada suatu tanamanpun ini?" Namun Ibrahim tetap tidak menjawab meski Hajar bertanya berkali-kali. Setelahnya, Hajar mengganti pertanyaannya, "Apakah Allah yang memerintahkanmu melakukan semuanya ini?" Barulah Ibrahim memberi jawaban, "Iya." Hajar kemudian membalas, "Jika demikian, Allah tidak akan menelantarkan kami."[62] Allah kemudian memunculkan mata air zamzam di tempat Hajar dan Ismail berdiam, kemudian beberapa bangsa Arab dari suku Jurhum datang dan ikut mendiami tempat tersebut.[63]
Pada umumnya, sumber-sumber Islam dari hadits dan tafsiran para ulama sepakat bahwa Hajar dan Ismail diungsikan saat Ismail masih kecil dan menyusu. Terkait peristiwa tersebut dalam sumber Alkitab, diperkirakan Ismail diungsikan pada sekitar usia enam belas tahun. Disebutkan bahwa Ismail lahir saat Ibrahim berusia 86 tahun[64] dan Ishaq lahir saat Ibrahim berusia 100 tahun[65] sehingga keduanya terpaut sekitar empat belas tahun. Hajar dan Ismail kemudian pergi dari Syam saat Ishaq sudah tumbuh sampai usia disapih dan disebutkan bahwa Hajar menggendong perbekalan berikut Ismail di bahunya sampai padang gurun.[66] Saat kehabisan air, Hajar digambarkan membuang anaknya di semak-semak sambil menangis karena tidak tahan melihat Ismail mati. Saat pandangan Hajar dibukakan Allah, dia melihat sumur dan langsung memenuhi wadahnya dengan air sumur tersebut, kemudian meminumkannya pada Ismail.[67]
Penyembelihan
Dalam surah Ash-Shaffat disebutkan bahwa dalam mimpi, Ibrahim melihat dirinya menyembelih putranya dan hal ini ditafsirkan sebagai wahyu. Dia berdiskusi dengan putranya dan memintanya memikirkan masalah tersebut. Anaknya menjawab, "Wahai bapakku, kerjakanlah yang diperintahkan kepadamu, insya Allah engkau mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar." Maka keduanya kemudian melaksanakan mimpi tersebut. Saat Ibrahim membaringkan putranya tersebut dan siap menyembelihnya, ada sebuah suara menyeru, "Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu." Kemudian putranya tersebut diganti dengan hewan sembelihan yang besar.[68]
Terdapat perbedaan pendapat mengenai identitas anak Ibrahim yang disembelih. Sebagian ulama menyatakan bahwa dia adalah Ismail, sedangkan ulama yang lain berpendapat Ishaq. Al-Qur'an sendiri tidak menyebutkan nama anak tersebut secara tersurat. Umat Yahudi dan Kristen secara umum memandang bahwa putra Ibrahim yang disembelih adalah Ishaq. Disebutkan dalam Alkitab bahwa Allah memerintahkan Ishaq yang disebut "anakmu yang tunggal itu" untuk dikorbankan di tempat bernama Gunung Moria. Namun saat hendak disembelih, malaikat mencegahnya dan diganti dengan seekor domba jantan.[69]
Tamu Ibrahim
Al-Qur'an menjelaskan bahwa suatu hari Ibrahim kedatangan tamu-tamu asing, jumlahnya tiga orang menurut sebagian tafsir ulama, kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi panggang. Namun mereka sama sekali tidak menjamah hidangan tersebut sehingga perbuatan tidak lazim mereka ini membuat Ibrahim takut. Para tamu tersebut kemudian menenangkan Ibrahim dan menyatakan bahwa mereka adalah para malaikat yang diutus untuk membinasakan kaum Luth. Selain itu, mereka juga datang untuk mengabarkan bahwa Ibrahim dan Sarah akan dikaruniai anak laki-laki yang bernama Ishaq. Mendengar hal tersebut, Sarah tercengang sembari menepuk mukanya sendiri lantaran merasa heran karena dia adalah wanita mandul yang sudah tua. Ibrahim juga merasa keheranan dan bertanya, "Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku, padahal usiaku telah lanjut? Maka dengan cara bagaimanakah terlaksananya berita gembira yang kamu kabarkan ini?" Para malaikat menjawab, "Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang yang berputus asa." Ibrahim menjawab, "Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat."[70][71][72][73]
Dalam versi Alkitab disebutkan bahwa saat Ibrahim sedang duduk-duduk di pintu kemahnya saat panas terik, tiga tamu asing datang dan Ibrahim bersujud pada mereka sebagai bentuk penghormatan. Ibrahim kemudian menghidangkan anak lembu, roti, dan susu, dan para tamu tersebut menyantapnya. Setelahnya, mereka mengabarkan bahwa pada tahun depan, Ibrahim dan Sarah akan memiliki anak laki-laki. Sarah tertawa mendengar kabar tersebut, kemudian Tuhan menanyakan alasan Sarah tertawa, padahal tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Sarah kemudian menyangkal bila tadi tertawa karena takut.[74]
Al-Qur'an menjelaskan bahwa setelah rasa takut Ibrahim hilang, dia kemudian melakukan tanya jawab mengenai nasib kaum Luth pada para tamu tersebut.[75] Alkitab menjabarkan tanya jawab tersebut bahwa saat para tamu tersebut beranjak pergi hendak menghancurkan kaum Sodom, Ibrahim menyela dan bertanya, "Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik? Bagaimana sekiranya ada lima puluh orang benar dalam kota itu?" Tuhan (melalui para malaikat itu) menjawab bahwa Dia tidak akan menghancurkan kota tersebut jika ada lima puluh orang benar. Ibrahim melanjutkan pertanyaannya sampai hitungan bila ada sepuluh orang benar di sana. Tuhan menjawab bahwa kota tersebut tidak dihancurkan jika masih ada sepuluh orang benar.[76]
Dalam Al-Qur'an, Ibrahim mengkhawatirkan nasib Luth yang juga ada di kota tersebut. Para malaikat tersebut menyatakan bahwa Luth akan diselamatkan.[77] Tanya jawab antara Ibrahim dan para malaikat menggambarkan bahwa Ibrahim tidak tega bahwa kaum Sodom akan dihancurkan dan Al-Qur'an menyebut Ibrahim sebagai pribadi yang penyantun dan lembut hati. Meski demikian, para malaikat kemudian meminta menghentikan tanya jawab tersebut lantaran kaum Sodom sudah mendapat ketetapan Tuhan dan mereka akan ditimpa azab yang tidak dapat ditolak.[78]
Ka'bah dan Haji
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa bersama Ismail, Ibrahim meninggikan pondasi Ka'bah.[79] As-Suddiy menyatakan bahwa tatkala diperintahkan Allah untuk membangun Ka'bah, Ibrahim dan Ismail tidak mengetahui tempat yang cocok untuk tempat pembangunan tersebut, Allah mengutus angin yang menyapu segala hal yang ada di sekitar tempat yang akan dibangun Ka'bah. Saat Ka'bah sudah mulai tinggi, Ibrahim menggunakan batu pijakan agar dapat menggapai bagian atas Ka'bah. Batu pijakan tersebut kemudian disebut "Maqam Ibrahim" dan di sana terdapat bekas pijakan kaki Ibrahim. Pada masa 'Umar bin Khaththab, maqam Ibrahim yang awalnya menempel ke dinding Ka'bah kemudian digeser menjauh dari dinding agar tidak menghalangi orang yang sedang thawaf. Tatkala pondasinya telah sempurna, Ibrahim memerintahkan Ismail untuk mencari batu untuk diletakkan di sudut Ka'bah. Namun sebelum Ismail tiba, Malaikat Jibril membawakan batu tersebut. Batu tersebut adalah "hajar aswad."[80]
Setelah usai, Ibrahim kemudian diperintahkan menyeru manusia untuk melaksanakan ibadah haji[81] dan mengajarkan tata caranya.[82][83] Haji tetap terus dijalankan setelah Ibrahim dan Ismail wafat. Menurut sejarawan Marshall Hodgson (1922–1968), umat Kristen Arab juga melaksanakan haji pada masa pra-Islam.[84]
Saat bangsa Arab perlahan mulai jatuh dalam kemusyrikan, ibadah haji masih bertahan,[85] tetapi tercampuri ritual pengagungan pada berhala-berhala dan di sekitar Ka'bah didirikan banyak berhala. Pada masa Nabi Muhammad, ibadah haji kemudian dikembalikan untuk pengagungan Allah semata sebagaimana pada masa Ibrahim dan berhala-berhala di sekitar Ka'bah dihancurkan.[86]
Kejadian lain
Alkitab menjelaskan beberapa bagian kehidupan Ibrahim yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an. Saat tinggal di Palestina, Sarah diambil seorang raja di kawasan tersebut, Abimelekh, untuk dijadikan istri atau selir lantaran Abimelekh mengira dia belum menikah. Ibrahim sendiri menyatakan bahwa Sarah adalah saudarinya karena takut dibunuh. Namun Allah memperingatkan Abimelekh lewat mimpi bahwa Sarah adalah istri orang. Abimelekh kemudian memanggil Ibrahim dan menegurnya karena tidak mengatakan yang sebenarnya, tetapi Ibrahim berdalih bahwa Sarah memang saudarinya seayah tapi berbeda ibu. Abimelekh kemudian mengembalikan Sarah dan memberikan Ibrahim banyak hewan ternak dan budak.[87] Dalam kronologi Alkitab, kejadian ini berlangsung setelah kehancuran Sodom dan sebelum Sarah melahirkan Ishaq.
Sarah wafat pada usia 127 tahun dan Ibrahim memakamkannya di tempat bernama Gua Makhpela di Hebron. Ibrahim membeli gua itu dari salah seorang Bani Het bernama Efron bin Zohar seharga empat ratus syikal perak.[88]
Setelah Sarah wafat, Ibrahim mengambil istri atau selir bernama Ketura dan mereka memiliki enam orang putra: Zimran, Yoksan, Medan, Midian (Madyan), Isybak, dan Suah.[89] Sebagian pendapat menyatakan bahwa Ketura adalah orang yang sama dengan Hajar.
Demi mencarikan istri untuk Ishaq, Ibrahim memerintahkan kepala pelayannya untuk pergi ke tanah kelahiran Ibrahim di Iraq agar mencarikan gadis dari keluarga Ibrahim di sana. Pelayan Ibrahim tersebut kemudian pergi ke kediaman keluarga Ibrahim dan meminangkan Ribka (Rifqah, Rafiqah) untuk Ishaq. Ribka adalah putri Betuel bin Nahor. Nahor sendiri adalah saudara Ibrahim, sehingga Ribka adalah anak dari sepupunya Ishaq secara silsilah. Ribka dan keluarga besarnya menerima pinangan tersebut dan akhirnya dia ikut ke Palestina bersama pelayan Ibrahim dan menikah dengan Ishaq.[90] Saat itu Ishaq berusia empat puluh tahun[91] dan Ibrahim berusia sekitar 140 tahun.
Ibrahim meninggal pada usia 175 tahun dan dia dimakamkan oleh Ismail dan Ishaq di tempat yang sama dengan Sarah.[92] Makam Ibrahim dan Sarah menjadi bagian dari kekuasaan kekhalifahan pada tahun 637 dan setelahnya dibangun masjid di situs tersebut dengan nama Masjid Ibrahimi.[93]
Sudut pandang
Ibrahim menempati kedudukan yang tinggi dalam Islam, Yahudi, dan Kristen. Tokoh-tokoh terpenting dalam agama-agama ini (seperti Musa, 'Isa (Yesus), dan Muhammad) memiliki keterkaitan silsilah dengan Ibrahim dan ketiga agama tersebut (beserta agama turunannya) juga disebut agama Abrahamik.
Islam
Ibrahim dipandang sebagai salah satu nabi dan rasul ulul azmi dan mendapat julukan khalilullah (خلیل اللہ; kesayangan Allah) [94] dan leluhur umat Muslim.[95] Ibrahim merupakan tokoh manusia yang namanya disebutkan terbanyak kedua dalam Al-Qur'an, yakni sebanyak 69 kali. Disebutkan pula bahwa Ibrahim adalah imam bagi manusia,[96] keluarganya dilebihkan atas segala umat,[97] dan keturunannya dianugerahi kitab dan hikmah.[98] Agama Islam yang dibawa Muhammad juga dipandang sebagai kesinambungan dari ajaran Ibrahim.[99] Ibrahim juga disebut sebagai teladan[100][101] dan Nabi Muhammad beserta umat Muslim diperintahkan untuk mengikuti agama Ibrahim yang lurus.[102][103][104][105] Ditegaskan pula bahwa yang membenci agama Ibrahim adalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri[106] dan orang yang paling dekat dengan Ibrahim adalah orang yang mengikuti ajarannya, Nabi Muhammad, dan orang-orang yang beriman.[107] Namanya juga disandingkan dengan Muhammad dalam shalawat.[108][109][110]
Ibrahim juga erat kaitannya dengan Ka'bah yang menjadi kiblat umat Islam. Meski beberapa tradisi mencatat Ka'bah sudah dibangun sebelumnya (sebagian pendapat menyatakan pendirinya adalah Adam, sebagian menyatakan para malaikat), Ibrahim berperan sebagai pembangun ulang. Ibrahim juga mengajarkan syariat haji dan rukun Islam kelima ini menjadi ibadah yang sarat kenangan dan keteladanan akan sosok Ibrahim, begitu juga dalam hari raya Idul Adha.[111]
Yahudi
Dalam tradisi Yahudi, Ibrahim disebut Avraham Avinu (אברהם אבינו), "bapak kami Abraham," menunjukkan kedudukannya sebagai leluhur biologis bangsa Yahudi dan ayah dari agama Yahudi, juga dipandang sebagai bangsa Yahudi pertama.[112] Dalam Legenda bangsa Yahudi disebutkan bahwa Tuhan menciptakan langit dan bumi demi Ibrahim.[113] Setelah banjir besar Nuh, Ibrahim adalah satu-satunya di antara orang saleh yang bersumpah tidak pernah meninggalkan Tuhan.[114] Dia juga belajar di kediaman Nuh dan Sem mengenai ajaran Tuhan[115] dan meneruskan garis keimaman dari Nuh dan Sem, kemudian diteruskan Ibrahim dan dilanjutkan Lewi (cicit Ibrahim) dan keturunannya sampai seterusnya. Bersama Ishaq dan Ya'qub, nama Ibrahim juga disebutkan bersama dengan Tuhan, sebagaimana Tuhan dalam Yahudi disebut Elohei Abraham, Elohei Yitzchaq ve Elohei Ya`aqob (Tuhannya Abraham, Tuhannya Ishaq, dan Tuhannya Ya'qub) dan tidak pernah disebut Tuhannya yang lain.[116] Ibrahim juga disebutkan sebagai ayah dari tiga puluh bangsa.[117] Secara umum, Ibrahim juga dipandang sebagai penulis Sefer Yetzirah atau Kitab Penciptaan, salah satu kitab dalam mistisme Yahudi.[118]
Kristen
Meski juga turut menjadi tokoh yang sangat dihormati, kedudukan Ibrahim dalam Kristen tidak sebesar dalam Islam dan Yahudi. Konsep Kristen terkait juru selamat menjadi titik perbedaan dengan dua agama lain.[119]
Arkeologi
Cerita-cerita mengenai Ibrahim beserta anak-anaknya yaitu Isma'il dan Ishak tidak dapat dihubungkan secara pasti dengan periode waktu tertentu, dan bersama kisah bagaimana Musa membawa Bani Israil keluar dari Mesir menuju tanah Kana'an, serta periode para hakim, secara luas dipandang sebagai konstruksi sastra akhir yang tidak berhubungan dengan periode mana pun pada sejarah aktual.[120] Setelah satu abad penyelidikan arkeologi yang mendalam, tidak ditemukan satupun bukti mengenai keberadaan historis Ibrahim.[121] Kisah mengenainya kemungkinan dikarang pada periode Persia awal (akhir abad ke-6 SM) sebagai akibat dari ketegangan antara orang-orang etnis Yahudi yang tetap tinggal di Yehuda yang mengklaim tanah yang mereka pegang sebagai tanah milik mereka dengan mengaku-ngaku itu diturunkan oleh "Ayah Ibrahim" mereka, dengan orang-orang etnis Yahudi yang kembali dari pembuangan mereka ke Babilonia, yang mendasarkan klaim tandingan mereka pada cerita Musa yang menuntun mereka ke tanah tersebut.[122]
Keluarga
Orangtua
Ayah — Azar atau Terah. Azar mati masih dalam keadaan tidak mengikuti ajaran Ibrahim.
Ibu — Baik sumber Al-Qur'an maupun Alkitab tidak menyebutkan nama ibu Ibrahim. Al-Hafidz Ibnu Asakir meriwayatkan bahwasanya ibu kandung Ibrahim bernama Amilah. Sementara menurut al-Kalbiy, ibu kandung nabi Ibrahim bernama Buna binti Karbeta bin Kartsi yang masih keturunan Arpakhsad bin Sem bin Nuh.[6]
Saudara
- Nahor. Dia tetap di Iraq saat Ibrahim hijrah.
- Haran. Disebutkan dia meninggal di Ur Kasdim saat Azar masih hidup.
- Luth. Putra Haran. Menjadi rasul untuk kaum Sodom.
Pasangan
- Sarah. Sumber Yahudi dan Kristen biasanya menyebutkan bahwa Sarah adalah saudara Ibrahim seayah berbeda ibu. Hal ini didasarkan perkataan Ibrahim kepada Abimelekh. Dalam sebuah riwayat hadits disebutkan bahwa Ibrahim pernah berbohong tiga kali, salah satunya adalah mengaku bahwa Sarah adalah saudarinya.
- Hajar
- Ketura (Qanthur). Sebagian pendapat menyatakan bahwa Ketura dan Hajar adalah orang yang sama.
Keturunan
- Ismail — putra dengan Hajar. Memiliki dua belas putra dan seorang putri: Nebayot, Kedar, Adbeel, Mibsam, Misyma, Mahalat/Basmat (perempuan), Duma, Masa, Hadad, Tema, Yetur, Nafish, Kedma. Beberapa sumber menyatakan bahwa Nabi Muhammad keturunan Nebayot, sebagian lain berpendapat keturunan Kedar. Keturunan Ismail biasanya disebut `Arab al-Musta`ribah ("Arab yang di-Arab-kan"), karena mereka bukan asli Arab dan mempelajari bahasa Arab dari penduduk asli setempat.[123][124]
- Ishaq — putra dengan Sarah.
- Zimran - putra dari Ketura
- Yoksan - putra dari Ketura
- Medan - putra dari Ketura
- Midian (Madyan) - putra dari Ketura. Moyang kaum Madyan dan Nabi Syu'aib.[126]
- Isybak - putra dari Ketura
- Suah - putra dari Ketura
Doa
Terdapat doa-doa yang dipanjatkan Ibrahim,[127] salah satunya doa ketika Ibrahim mendirikan Baitullah bersama Ismail, yakni doa yang ditujukan untuk nasib generasi-generasi penerus mereka:
Dan ketika Ibrahim berdo'a, "Wahai Tuhanku, jadikan negeri ini negeri yang aman sentosa, dan karuniakan rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman kepada Allah maupun hari Akhir." Allah berfirman, "Dan kepada orang yang kafir pun Aku berikan kesenangan hidup yang sementara, kemudian Aku paksa orang itu menerima malapetaka Neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali,"
dan ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdo'a): "Wahai Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Wahai Tuhan kami, jadikan kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau
dan kiranya Engkau tunjukkan kepada kami cara-cara beserta tempat-tempat ibadah kami, dan terimalah taubat kami, sungguh Engkaulah Yang Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.
Wahai Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang Utusan dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayatMu, dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Dan ketika Ibrahim berdoa: "Wahai Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebuah negeri yang aman, dan kiranya hindarkan aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala.
Wahai Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan sebagian besar dari umat manusia, maka barangsiapa yang mengikuti diriku, maka sesungguhnya orang itu termasuk golonganku, dan barang siapa yang mendurhakai diriku, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Wahai Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumahMu yang dihormati, Wahai Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian umat manusia cenderung kepada mereka dan karuniakan mereka berupa buah-buahan, supaya mereka bersyukur.
Wahai Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui segala yang kami sembunyikan dan segala yang kami nyatakan; dan tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit.
Wahai Tuhanku, jadikan aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat, Wahai Tuhan kami, perkenankan doaku.
Wahai Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan sekalian orang-orang berman pada hari terjadinya hisab.
Shuhuf
Berbagai ajaran Ibrahim tercantum dalam lembaran-lembaran (shuhuf) Ibrahim yang setara dengan lembaran-lembaran Musa.[128]
Kami akan membacakan kepadamu maka kamu tidak akan lupa, kecuali kalau Allah menghendaki. Sesungguhnya Dia mengetahui perkara yang jelas maupun perkara yang samar.
dan Kami akan memberi kamu taufik kepada jalan yang mudah oleh sebab itu berilah peringatan, karena peringatan itu bermanfaat, orang-orang yang berhati-hati akan memperoleh pelajaran; sedangkan golongan yang celaka akan menjauhinya yakni golongan yang akan memasuki perapian besar kemudian golongan itu tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup.
Betapa beruntung orang yang memurnikan diri dan ia ingat nama Tuhannya lalu ia sembahyang, namun kalian lebih memilih kehidupan duniawi sedang kehidupan Akhirat merupakan yang terbaik serta yang abadi. Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam Lembaran-Lembaran terdahulu; Lembaran-Lembaran Ibrahim dan Musa.
Lihat pula
Catatan
- ^ Dalam Al-Qur'an, nama Ibrahim disebutkan 69 kali dalam 25 surah, yakni pada surah:
- Al-Baqarah (02): 124, 125 (2 kali), 126, 127, 130, 132, 133, 135, 136, 140, 258 (3 kali), 260
- Ali 'Imran (03): 33, 65, 67, 68, 84, 95, 97
- An-Nisa' (04): 54, 125 (2 kali), 163
- Al-An'am (06): 74, 75, 83, 161
- At-Taubah (09): 70, 114 (2 kali)
- Hud (11): 69, 74, 75, 76
- Yusuf (12): 6, 38
- Ibrahim (14): 35
- Al-Hijr (15): 51
- An-Nahl (16): 120, 123
- Maryam (19): 41, 46, 58
- Al-Anbiya' (21): 51, 60, 62, 69
- Al-Hajj (22): 26, 43, 78
- Asy-Syu'ara' (26): 69
- Al-Ankabut (29): 16, 31
- Al-Ahzab (33): 7
- Ash-Shaffat (37): 83, 104, 109
- Shad (38): 45
- Asy-Syura (42): 13
- Az-Zukhruf (43): 26
- Adz-Dzariyat (51): 24
- An-Najm (53): 37
- Al-Hadid (57): 26
- Al-Mumtahanah (60): 4 (2 kali)
- Al-A'la (87): 19
Rujukan
- ^ At-Taubah (09): 114
- ^ "Muhammad Sang Nabi" - Penelusuran Sejarah Nabi Muhammad Secara Detail, karya Omar Hashem, Bab 1. Kondisi Geografis - Kafilah Nabi Ibrahim, Hal.9.
- ^ Kejadian 17: 5
- ^ Al-An'am (06): 74
- ^ Kejadian 11: 10–26
- ^ a b c d Ibnu Katsir 2014, hlm. 187.
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 192-193.
- ^ Geiger 1898 Judaism and Islam: A Prize Essay, hlm. 100
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 188.
- ^ Jacobsen, Thorkild. "Mesopotamian religion". Encyclopædia Britannica.
- ^ at-Tawassul wa al-Wasilah (2/22)
- ^ Ginzberg 1909, hlm. 186-189.
- ^ Al-Baqarah (02): 260
- ^ Maryam (19): 41-48
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 190-191.
- ^ At-Taubah (09): 114
- ^ Al-Ankabut (29): 16-17
- ^ Asy-Syu'ara' (26): 74
- ^ Al-Anbiya' (21): 57
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 199.
- ^ Ginzberg 1909, hlm. 196-197.
- ^ Ash-Shaffat (37): 88-89
- ^ Ash-Shaffat (37): 91-92
- ^ Ash-Shaffat (37): 93
- ^ Al-Anbiya' (21): 58
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 200.
- ^ Al-Anbiya' (21): 59-65
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 200-201.
- ^ Al-Anbiya' (21): 68
- ^ a b Ibnu Katsir 2014, hlm. 202.
- ^ Ginzberg 1909, hlm. 198-199.
- ^ HR. Al-Bukhari (4563)
- ^ Al-Anbiya' (21): 69
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 203.
- ^ HR. Ath-Thabari (17/44) dan Ibnu Asakir (6/184)
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 204-205.
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 204.
- ^ a b Ibnu Katsir 2014, hlm. 207-208.
- ^ Al-Baqarah (02): 258
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 209.
- ^ Al-Ankabut (29): 26-27
- ^ Kejadian 11: 31
- ^ Al-An'am (06): 76-79
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 194-195.
- ^ Kejadian 11: 32
- ^ HR. Ahmad (2/403-404)
- ^ HR. Bukhari (2217)
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 214-217.
- ^ Kejadian 12: 10–20
- ^ Kejadian 13: 1–16
- ^ Asy-Syu'ara' (26): 161-162
- ^ Kejadian 14: 1–16
- ^ Kejadian 16: 1–16
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 219-220.
- ^ "The Return of Hagar" ("Kembalinya Hagar"), komentar Parshat Chayei Sarah, Chabad Lubavitch.
- ^ "Who Was Ketura?" ("Siapa Ketura"), Parashat Hashavua Study Center, Bar-Ilan University, 2003.
- ^ "Parshat Chayei Sarah", Torah Insights, Orthodox Union, 2002.
- ^ Bereshit Rabbah 61:4.
- ^ "Jewish Encyclopedia, Hagar". Jewishencyclopedia.com. Diakses tanggal 2014-05-12.
- ^ 'Aishah 'Abd al-Rahman, Anthony Calderbank (1999). "Islam and the New Woman/ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻭﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﺠﺪﻳﺪﺓ". Alif: Journal of Comparative Poetics (19): 200.
- ^ Fatani, Afnan H. (2006). "Hajar". Dalam Leaman, Oliver. The Qur'an: an encyclopedia. London: Routeledge. hlm. 234–36.
- ^ HR. Al-Bukhari (3364)
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 219-224.
- ^ Kejadian 16: 16
- ^ Kejadian 21: 5
- ^ Kejadian 21: 14
- ^ Kejadian 21: 15–19
- ^ Ash-Shaffat (37): 101-107
- ^ Kejadian 22: 1–19
- ^ Hud (11): 69-73
- ^ Al-Hijr (15): 51-56
- ^ Adz-Dzariyat (51): 24-30
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 237-240.
- ^ Kejadian 18: 1–15
- ^ Hud (11): 74
- ^ Kejadian 18: 16–33
- ^ Al-Ankabut (29): 32
- ^ Hud (11): 75-76
- ^ Al-Baqarah (02): 127
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 248.
- ^ Al-Hajj (22): 26-27
- ^ Al-Baqarah (02): 128
- ^ Peters 1994, hlm. 4-7.
- ^ Marshall G. S. Hodgson, The Venture of Islam: Conscience and History in a World Civilization, University of Chicago Press, hlm. 156
- ^ Haykal 2008, hlm. 35.
- ^ Haykal 2008, hlm. 439-440.
- ^ Kejadian 20: 1–18
- ^ Kejadian 23: 1–20
- ^ Kejadian 25: 1–2
- ^ Kejadian 24: 1–67
- ^ Kejadian 25: 20
- ^ Kejadian 25: 7–9
- ^ Mann, Sylvia (January 1, 1983). "This is Israel: pictorial guide & souvenir". Palphot Ltd. – via Google Books.
- ^ An-Nisa' (04): 125
- ^ Al-Hajj (22): 78
- ^ Al-Baqarah (02): 124
- ^ Ali 'Imran (03): 33
- ^ An-Nisa' (04): 54
- ^ Al-An'am (06): 161
- ^ An-Nahl (16): 120
- ^ Al-Mumtahanah (60): 4-6
- ^ Al-Baqarah (02): 135
- ^ Ali 'Imran (03): 95
- ^ An-Nahl (16): 123
- ^ Al-Hajj (22): 78
- ^ Al-Baqarah (02): 130
- ^ Ali 'Imran (03): 68
- ^ HR. Al-Bukhari (3370)
- ^ HR. Muslim (406)
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 266.
- ^ Firestone, Reuven (1990). Journeys in Holy Lands: The Evolution of the -Ishmael Legends in Islamic Exegesis. SUNY Press. hlm. 98. ISBN 978-0791403310.
- ^ Levenson 2012, hlm. 3.
- ^ Ginzberg 1909, hlm. 185.
- ^ Ginzberg 1909, Vol. I: In the Fiery Furnace.
- ^ Samuel, Moses, 1840, Kitab Yasyar (Sefer Hayashar) Referred to in Joshua and Second Samuel Chapter 9: 5-6]
- ^ Ginzberg 1909, Vol. I: Joy and Sorrow in the House of Jacob.
- ^ Ginzberg 1909, Vol. I: The Birth of Esau and Jacob.
- ^ Sefer Yetzirah Hashalem (dengan komentar Rabbi Saadia Gaon), Yosef Qafih (penyunting), Yerusalem 1972, hlm. 46 (Ibrani /Yudeo-Arab)
- ^ Peters 2010, hlm. 171.
- ^ McNutt 1999, hlm. 41–42.
- ^ Dever 2001, hlm. 98.
- ^ Ska 2006, hlm. 227–228, 260.
- ^ Chalil 2001, hlm. 18-19.
- ^ Aziz, Abdul (2011). Chiefdom Madinah: Salah Paham Negara Islam. Pustaka Alvabet. ISBN 978-979-3064-98-7., hlm. 159.
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 385-386.
- ^ Ibnu Katsir 2014, hlm. 300.
- ^ Surah Asy-Syuara : 83-89
- ^ Surah An-Najm: 36-56
Daftar pustaka
- Ska, Jean Louis (2006). Introduction to Reading the Pentateuch. Eisenbrauns. ISBN 978-1-57506-122-1.
- McNutt, Paula M. (1999). Reconstructing the Society of Ancient Israel. Westminster John Knox Press. ISBN 978-0-664-22265-9.
- Dever, William G. (2001). What Did the Biblical Writers Know, and when Did They Know It?: What Archaeology Can Tell Us about the Reality of Ancient Israel. Wm. B. Eerdmans Publishing. ISBN 978-0-8028-2126-3.
- Chalil, KH Moenawar (2001). Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW. 3 (edisi ke-1). Jakarta: Gema Insani Press. ISBN 978-979-561-714-3.
- Ginzberg, Louis (1909). The Legends of the Jews (PDF). Diterjemahkan oleh Henrietta Szold. Philadelphia: Jewish Publication Society.
- Haykal, Muhammad Husayn (2008). The Life of Muhammad. Selangor: Islamic Book Trust. ISBN 978-983-9154-17-7.
- Ibnu Katsir (2014). Kisah-Kisah Para Nabi. Diterjemahkan oleh Muhammad Zaini. Surakarta: Insan Kamil Solo. ISBN 978-602-6247-11-7.
- Peters, Francis Edward (1994). The Hajj: The Muslim Pilgrimage to Mecca and the Holy Places. New Jersey: Princeton University Press. ISBN 0-691-02120-1.
- Peters, Francis Edward (2010). The Children of Abraham: Judaism, Christianity, Islam. Princeton University Press. ISBN 978-1-4008-2129-7.
Pranala luar
- (Indonesia) Kisahmuslim: Kisah Nabi Ibrahim
Nabi dan Rasul dalam Islam |
---|
Portal Islam |