Lompat ke isi

Kamboja

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kerajaan Kamboja

ព្រះរាជាណាចក្រកម្ពុជា
Réachéanachâkr Kâmpŭchéa (Khmer)
Semboyanជាតិ, សាសនា, ព្រះមហាក្សត្រ
Chéatĕ, Sasânéa, Môhaksâtr
("Bangsa, Agama, Raja")
Lagu kebangsaan
បទនគររាជ
Nokor Reach
("Kerajaan Yang Megah")
Lokasi  Kamboja  (hijau)

di ASEAN  (abu-abu tua)  –  [Legenda]

Lokasi Kamboja
Ibu kota
Phnom Penh
11°34′N 104°55′E / 11.567°N 104.917°E / 11.567; 104.917
Bahasa resmi
dan bahasa nasional
Khmer
Aksara resmiKhmer
Kelompok etnik
(2019)
Agama
(2019)
Demonim
PemerintahanKesatuan parlementer herediter monarki konstitusional
• Raja
Norodom Sihamoni
Hun Manet
Legislatifសភាតំណាងរាស្ត្រ ព្រះរាជាណាចក្រកម្ពុជា
Parlemen
ព្រឹទ្ធសភា
Protsaphea
រដ្ឋសភា
Rotsaphea
Pembentukan
50/68 M–550 M
550–802
802–1431
1431–1863
• Kemerdekaan dari Prancis
9 November 1953
• Bergabung dengan PBB
14 Desember 1955
17 April 1975
10 Januari 1979
1 Mei 1989
23 Oktober 1991
28 Februari 1992
• Pemulihan monarki
(Konstitusi saat ini)
24 September 1993
30 April 1999
Luas
 - Total
181.035 km2 (88)
 - Perairan (%)
2,5
Populasi
 - Perkiraan 2022
16.713.015[1] (72)
 - Sensus Penduduk 2008
13.395.682[2]
81,8/km2 (118)
PDB (KKB)2022
 - Total
$87,856 miliar[3]
$5.493[3]
PDB (nominal)2022
 - Total
$28,020 miliar[3]
$1.752[3]
Gini (2013)Steady 36,0[4]
sedang
IPM (2021)Steady 0,593[5]
sedang · 146
Mata uangRiel (៛)
(KHR)
Dolar Amerika Serikat ($)
(USD)
Zona waktuKRAT/ ICT
(UTC+07:00)
Format tanggaldd/mm/yyyy
Lajur kemudikanan
Kode telepon+855
Kode ISO 3166KH
Ranah Internet.kh
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Kerajaan Kamboja (bahasa Khmer: ព្រះរាជាណាចក្រកម្ពុជា, bahasa Prancis: Royaume du Cambodge) adalah sebuah negara berbentuk monarki konstitusional di Asia Tenggara. Negara ini merupakan penerus Kekaisaran Khmer yang pernah menguasai seluruh Semenanjung Indochina antara abad ke-11 dan 14.

Kamboja berbatasan dengan Thailand di sebelah barat, Laos di utara, Vietnam di timur, dan Teluk Thailand di selatan. Sungai Mekong dan Danau Tonle Sap melintasi negara ini.

Sejarah

Perkembangan peradaban Kamboja terjadi pada abad 1 Masehi. Selama abad ke-3,4 dan 5 Masehi, negara Funan dan Chenla bersatu untuk membangun daerah Kamboja. Negara-negara ini mempunyai hubungan dekat dengan Cina dan India. Kekuasaan dua negara ini runtuh ketika Kerajaan Khmer dibangun dan berkuasa pada abad ke-9 sampai abad ke-13.

Kerajaan Khmer masih bertahan hingga abad ke-15. Ibu kota Kerajaan Khmer terletak di Angkor, sebuah daerah yang dibangun pada masa kejayaan Khmer. Angkor Wat, yang dibangun juga pada saat itu, menjadi simbol bagi kekuasaan Khmer.

Pada tahun 1432, Khmer dikuasai oleh Kerajaan Thai. Dewan Kerajaan Khmer memindahkan ibu kota dari Angkor ke Lovek, di mana Kerajaan mendapat keuntungan besar karena Lovek adalah bandar pelabuhan. Pertahanan Khmer di Lovek akhirnya bisa dikuasai oleh Thai dan Vietnam, dan juga berakibat pada hilangnya sebagian besar daerah Khmer. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1594. Selama 3 abad berikutnya, Khmer dikuasai oleh Raja-raja dari Thai dan Vietnam secara bergilir.

Pada tahun 1863, Raja Norodom, yang dilantik oleh Thai, mencari perlindungan kepada Prancis. Pada tahun 1867, Raja Norodom menandatangani perjanjian dengan pihak Prancis yang isinya memberikan hak kontrol provinsi Battambang dan Siem Reap yang menjadi bagian Thai. Akhirnya, kedua daerah ini diberikan pada Kamboja pada tahun 1906 pada perjanjian perbatasan oleh Prancis dan Thai.

Kamboja dijadikan daerah Protektorat oleh Prancis dari tahun 1863 sampai dengan 1953, sebagai daerah dari Koloni Indochina. Setelah penjajahan Jepang pada 1940-an, akhirnya Kamboja meraih kemerdekaannya dari Prancis pada 9 November 1953. Kamboja menjadi sebuah kerajaan konstitusional dibawah kepemimpinan Raja Norodom Sihanouk.

Pada saat Perang Vietnam tahun 1960-an, Kerajaan Kamboja memilih untuk netral. Hal ini tidak dibiarkan oleh petinggi militer, yaitu Jendral Lon Nol dan Pangeran Sirik Matak yang merupakan aliansi pro-AS untuk menyingkirkan Norodom Sihanouk dari kekuasaannya. Dari Beijing, Norodom Sihanouk memutuskan untuk beraliansi dengan gerombolan Khmer Merah, yang bertujuan untuk menguasai kembali tahtanya yang direbut oleh Lon Nol. Hal inilah yang memicu perang saudara timbul di Kamboja.

Khmer Merah akhirnya menguasai daerah ini pada tahun 1975, dan mengubah format Kerajaan menjadi sebuah Republik Demokratik Kamboja yang dipimpin oleh Pol Pot. Mereka dengan segera memindahkan masyarakat perkotaan ke wilayah pedesaan untuk dipekerjakan di pertanian kolektif. Pemerintah yang baru ini menginginkan hasil pertanian yang sama dengan yang terjadi pada abad 11. Mereka menolak pengobatan Barat yang berakibat rakyat Kamboja kelaparan dan tidak ada obat sama sekali di Kamboja.

Pada November 1978, Vietnam menyerbu RD Kamboja untuk menghentikan genosida besar-besaran yang terjadi di Kamboja. Akhirnya, pada tahun 1989, perdamaian mulai digencarkan antara kedua pihak yang bertikai ini di Paris. PBB memberi mandat untuk mengadakan gencatan senjata antara pihak Norodom Sihanouk dan Lon Nol.

Sekarang, Kamboja mulai berkembang berkat bantuan dari banyak pihak asing setelah perang, walaupun kestabilan negara ini kembali tergoncang setelah sebuah kudeta yang gagal terjadi pada tahun 1997

Geografi

Kamboja mempunyai area seluas 181.035 km2. Berbatasan dengan Thailand di barat dan utara, Laos di timurlaut dan Vietnam di timur dan tenggara. Kenampakan geografis yang menarik di Kamboja ialah adanya dataran lacustrine yang terbentuk akibat banjir di Tonle Sap. Gunung tertinggi di Kamboja adalah Gunung Phnom Aoral yang berketinggian sekitar 1.813 mdpl.

Politik

Norodom Sihamoni, Raja Kamboja

Politik nasional di Kamboja berlangsung dalam kerangka konstitusi negara tahun 1993. Pemerintahan adalah monarki konstitusional yang beroperasi sebagai demokrasi perwakilan parlementer. Perdana Menteri Kamboja, jabatan yang dipegang Hun Sen sejak 1985, adalah kepala pemerintahan, sedangkan Raja Kamboja (saat ini Norodom Sihamoni) adalah kepala negara. Perdana menteri diangkat oleh raja, atas saran dan persetujuan Majelis Nasional. Perdana menteri dan menteri yang ditunjuk menjalankan kekuasaan eksekutif.[6]

Pemerintah Kamboja digambarkan oleh direktur Human Rights Watch Asia Tenggara, David Roberts, sebagai "koalisi yang relatif otoriter melalui demokrasi yang dangkal".[7]

Perdana Menteri Hun Sen telah bersumpah untuk memerintah sampai dia berusia 74 tahun.[8][9] Dia adalah mantan anggota Khmer Merah yang membelot. Pemerintahannya sering dituduh mengabaikan hak asasi manusia dan menekan perbedaan pendapat politik. Hasil pemilu 2013 dibantah oleh oposisi Hun Sen, yang menyebabkan demonstrasi di ibu kota. Demonstran terluka dan tewas di Phnom Penh di mana dilaporkan 20.000 pengunjuk rasa berkumpul, dengan beberapa bentrok dengan polisi anti huru hara.[10] Dari latar belakang pertanian yang sederhana, Hun Sen baru berusia 33 tahun ketika dia mengambil alih kekuasaan pada tahun 1985, dan oleh beberapa orang dianggap sebagai diktator yang telah lama berkuasa.[11]

Sejak penumpasan perbedaan pendapat politik dan kebebasan pers pada 2017, Kamboja digambarkan sebagai negara satu partai de facto.[12][13][14]

Hubungan luar negeri

Perdana Menteri Hun Sen bertemu dengan Presiden AS Joe Biden selama KTT ASEAN yang diadakan di Phnom Penh, 12 November 2022.

Hubungan luar negeri Kamboja ditangani oleh Kementerian Luar Negeri di bawah Prak Sokhon. Kamboja adalah anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, Bank Dunia, dan Dana Moneter Internasional. Ini adalah anggota Bank Pembangunan Asia (ADB), ASEAN, dan bergabung dengan WTO pada tahun 2004. Pada tahun 2005 Kamboja menghadiri KTT Asia Timur perdana di Malaysia.

Kamboja telah menjalin hubungan diplomatik dengan banyak negara; pemerintah melaporkan dua puluh kedutaan besar di negara tersebut[15] termasuk banyak negara tetangganya di Asia dan para pemain penting selama negosiasi perdamaian Paris, seperti AS, Australia, Kanada, Tiongkok, Uni Eropa (UE), Jepang, dan Rusia.[16] Sebagai hasil dari hubungan internasionalnya, berbagai organisasi amal telah membantu kebutuhan infrastruktur sosial, ekonomi, dan sipil.

Perdana Menteri Hun Sen dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow, 19 Mei 2016.

Sementara kekerasan tahun 1970-an dan 1980-an telah berlalu, beberapa sengketa perbatasan antara Kamboja dan tetangganya tetap ada. Konflik atas beberapa pulau lepas pantai dan perbatasan dengan Vietnam menyebabkan ketegangan antara kedua negara. Konflik batas wilayah dengan Thailand karena kurangnya sumber daya untuk militer perbatasan Kamboja telah membuat situasi tidak menentu sejak 1962.[17][18]

Kamboja dan Tiongkok telah memupuk hubungan di tahun 2010-an. Sebuah perusahaan Tiongkok dengan dukungan Tentara Pembebasan Rakyat membangun pelabuhan laut dalam sepanjang 90 km (56 mil) garis pantai Kamboja di Teluk Thailand di Provinsi Koh Kong; pelabuhannya cukup dalam untuk digunakan oleh kapal pesiar, kapal curah atau kapal perang. Dukungan diplomatik Kamboja sangat berharga bagi upaya Beijing untuk mengklaimpr wilayah yang disengketakan di Laut Tiongkok Selatan. Karena Kamboja adalah anggota ASEAN, dan karena di bawah aturan ASEAN "keberatan satu anggota dapat menggagalkan inisiatif kelompok apa pun", Kamboja secara diplomatik berguna bagi Tiongkok sebagai penyeimbang negara-negara Asia Tenggara yang memiliki hubungan lebih dekat dengan Amerika Serikat.[19]

Militer

Pasukan Angkatan Darat Kerajaan Kamboja berbaris

Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Royal Gendarmerie Kerajaan Kamboja secara kolektif membentuk Angkatan Bersenjata Kerajaan Kamboja, di bawah komando Kementerian Pertahanan Nasional, dipimpin oleh Perdana Menteri Kamboja. Raja Norodom Sihamoni adalah Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata Kerajaan Kamboja (RCAF), dan Perdana Menteri negara itu, Hun Sen, secara efektif memegang posisi panglima tertinggi.

Pengenalan struktur komando yang telah direvisi pada awal tahun 2000 merupakan kunci awal untuk reorganisasi militer Kamboja. Ini melihat kementerian pertahanan membentuk tiga departemen umum bawahan yang bertanggung jawab atas logistik dan keuangan, material dan layanan teknis, dan layanan pertahanan di bawah Markas Besar Komando Tinggi (HCHQ).

Menteri Pertahanan Nasional adalah Jenderal Tea Banh. Banh menjabat sebagai menteri pertahanan sejak 1979. Sekretaris Negara untuk Pertahanan adalah Chay Saing Yun dan Por Bun Sreu.

Pada tahun 2010, Angkatan Bersenjata Kerajaan Kamboja terdiri dari sekitar 102.000 personel aktif (200.000 cadangan). Total pengeluaran militer Kamboja mencapai 3% dari PDB nasional. Royal Gendarmerie Kamboja berjumlah lebih dari 7.000 personel. Tugas sipilnya termasuk memberikan keamanan dan kedamaian publik, untuk menyelidiki dan mencegah kejahatan terorganisir, terorisme, dan kelompok kekerasan lainnya; untuk melindungi milik negara dan pribadi; untuk membantu warga sipil dan pasukan darurat lainnya dalam keadaan darurat, bencana alam, kerusuhan sipil, dan konflik bersenjata.

Hun Sen telah mengumpulkan kekuatan yang sangat tersentralisasi di Kamboja, termasuk penjaga praetorian yang 'tampaknya menyaingi kemampuan unit militer reguler negara itu', dan diduga digunakan oleh Hun Sen untuk menumpas oposisi politik'.[20] Kamboja menandatangani perjanjian PBB tentang Larangan Senjata Nuklir.[21]

Pembagian administratif

Kamboja dibagi menjadi 20 provinsi (khett) and 4 kota praja (krong). Daerah Kamboja kemudian dibagi menjadi distrik (srok), komunion (khum), distrik besar (khett), and kepulauan(koh).

  1. Kota Praja (Krong):
  2. Provinsi (Khett):
  3. Kepulauan (Koh):

Ekonomi

Perekonomian Kamboja sempat turun pada masa Republik Demokratik berkuasa. Tapi, pada tahun 1990-an, Kamboja menunjukkan kemajuan ekonomi yang membanggakan. Pendapatan per kapita Kamboja meningkat drastis, namun peningkatan ini tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara - negara lain di kawasan ASEAN. PDB bertumbuh 5.0% pada tahun 2000 dan 6.3 % pada tahun 2001. Agrikultur masih menjadi andalan utama kehidupan ekonomi masyarakat terutama bagi masyarakat desa, selain itu bidang pariwisata dan tekstil juga menjadi bidang andalan dalam perekonomian di Kamboja.

Perlambatan ekonomi pernah terjadi pada masa Krisis finansial Asia 1997. Investasi asing dan turisme turun dengan sangat drastis, kekacauan ekonomi mendorong terjadinya kekerasan dan kerusuhan di Kamboja.

Demografi

Afiliasi Agama di Kamboja menurut World Factbook 2013

  Agama Buddha (resmi) (97.9%)
  Islam (1.1%)
  Kekristenan (0.5%)
  Lainnya (0.6%)

Mayoritas penduduk Kamboja adalah penganut Buddha, kemudian disusul oleh agama minoritas lain seperti Islam, Agama Tradisional (agama rakyat), kristen, dan lainnya.

Budaya

Angkor Wat, Kamboja

Budaya di Kamboja sangatlah dipengaruhi oleh agama Buddha Theravada. Di antaranya dengan dibangunnya Angkor Wat. Kamboja juga memiliki atraksi budaya yang lain, seperti, Festival Bonn OmTeuk, yaitu festival balap perahu nasional yang diadakan setiap November. Rakyat Kamboja juga menyukai sepak bola.

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "Explore all countries–Cambodia". World Fact Book. Diakses tanggal 24 Oktober 2022. 
  2. ^ Cambodian National Institute of Statistics, accessed 6 June 2012.
  3. ^ a b c d "World Economic Outlook database: April 2022 – Cambodia". World Economic Outlook. International Monetary Fund. 1 April 2022. Diakses tanggal 2 October 2022. 
  4. ^ "Income Gini coefficient". hdr.undp.org. World Bank. Diarsipkan dari versi asli tanggal 10 June 2010. Diakses tanggal 29 January 2020. 
  5. ^ "Human Development Report 2021/2022" (PDF) (dalam bahasa Inggris). United Nations Development Programme. 8 September 2022. Diakses tanggal 8 September 2022. 
  6. ^ "Cambodia Government". CountryReport. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-06-27. Diakses tanggal 2023-02-10. 
  7. ^ David Roberts (29 April 2016). Political Transition in Cambodia 1991–99: Power, Elitism and Democracy. Taylor & Francis. ISBN 978-1-136-85054-7. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-02-10. Diakses tanggal 2023-02-10.  (section XI, "Recreating Elite Stability, July 1997 to July 1998")
  8. ^ NEOU, VANNARIN (7 May 2013). "Hun Sen Reveals Plan to Win 3 More Elections, Retire at Age 74". The Cambodia Daily. Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 February 2014. Diakses tanggal 16 February 2014. 
  9. ^ Thul, Prak Chan (6 September 2013). "As protest looms, Cambodia's strongman Hun Sen faces restive, tech-savvy youth". Reuters UK. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-09. Diakses tanggal 14 February 2014. 
  10. ^ Cambodia protest clashes leave one dead, several wounded. Channel Asia. 16 September 2013
  11. ^ "Analysis: Punished at the polls, Cambodia's long-serving PM is smiling again". Reuters. 18 September 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 18 October 2015. Diakses tanggal 28 October 2014. 
  12. ^ "Cambodian Parliament launches era of one-party rule". The Straits Times. 5 September 2018. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-15. Diakses tanggal 15 July 2019. 
  13. ^ Boyle, David (30 July 2018). "Cambodia Set to Become One Party State". Voice of America. VOA Cambodia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-15. Diakses tanggal 15 July 2019. 
  14. ^ Ellis-Petersen, Hannah (28 June 2018). "Cambodian PM now 'fully fledged military dictator', says report". The Guardian. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-07-15. Diakses tanggal 15 July 2019. 
  15. ^ Royal Government of Cambodia."Foreign Embassies". Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 February 2007. 
  16. ^ Dalpino, Catharin E.; Timberman, David G. (26 March 1998). "Cambodia's Political Future: Issues for U.S. Policy". Asia Society. Diarsipkan dari versi asli tanggal 28 October 2005. 
  17. ^ "Preah Vihear temple: Disputed land Cambodian, court rules". BBC News. 11 November 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-11. Diakses tanggal 11 November 2013. 
  18. ^ "Judgment: Request for Interpretation of the Judgment of 15 June 1962 in the Case Concerning the Temple of Preah Vihear (Cambodia v. Thailand)" (PDF). Recorded by L.Tanggahma. The Hague, Netherlands: International Court of Justice. 11 November 2013. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 11 November 2013. 
  19. ^ James Kynge, Leila Haddou and Michael Peel (8 September 2016). "Investigation: How China bought its way into Cambodia". Financial Times. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-11. Diakses tanggal 24 September 2022. 
  20. ^ Fuller, Thomas (6 January 2014) Cambodia Steps Up Crackdown on Dissent With Ban on Assembly Diarsipkan 2020-02-17 di Wayback Machine.. New York Times
  21. ^ "Chapter XXVI: Disarmament – No. 9 Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons". United Nations Treaty Collection. 7 July 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-08-06. Diakses tanggal 2023-02-10. 

Pranala luar