Dasarata
दशरथ | |
---|---|
Tokoh dalam mitologi Hindu | |
Nama | Dasarata |
Ejaan Dewanagari | दशरथ |
Ejaan IAST | Daśaratha |
Kitab referensi | Ramayana |
Asal | Ayodhya, Kerajaan Kosala |
Dinasti | Ikswaku |
Senjata | Panah |
Anak | Rama, Bharata, Laksmana, dan Satrugna |
Dasarata (Sanskerta: दशरथ, IAST: Daśaratha) adalah tokoh dari wiracarita Ramayana, seorang raja putera Aja, keturunan Ikswaku dan berada dalam golongan Raghuwangsa atau Dinasti Surya. Ia adalah ayah Sri Rama dan memerintah di Kerajaan Kosala dengan pusat pemerintahannya di Ayodhya. Ramayana mendeskripsikannya sebagai seorang raja besar lagi pemurah. Angkatan perangnya ditakuti berbagai negara dan tak pernah kalah dalam pertempuran
Asal-Usul
Dasarata dipercaya dikehidupan sebelumnya adalah Resi Kasyapa dan Kosalya dikehidupan sebelumnya adalah Aditi.Mereka berdua memohon pada Dewa Wisnu agar mereka diberikan seorang putera dari Dewa Wisnu.Karena Resi Kasyapa dan Aditi sudah tua,Dewa Wisnu mengabulkan permohonan mereka setelah Resi Kasyapa dan Aditi menjadi Dasarata dan Kosalya
Masa muda
Pada saat Dasarata masih muda dan belum menikah, ia suka berburu dan memiliki kemampuan untuk memanah sesuatu dengan tepat hanya dengan mendengarkan suaranya saja. Di suatu malam, Dasarata berburu ke tengah hutan. Di tepi sungai Sarayu, ia mendengar suara gajah yang sedang minum. Tanpa melihat sasaran ia segera melepaskan anak panahnya. Namun ia terkejut karena tiba-tiba makhluk tersebut mengaduh dengan suara manusia. Saat ia mendekati sasarannya, ia melihat seorang pertapa muda tergeletak tak berdaya. Pemuda tersebut bernama Srawana. Ia mencaci maki Dasarata yang telah tega membunuhnya, dan berkata bahwa kedua orang tuanya yang buta sedang menunggu dirinya membawakan air. Sebelum meninggal, Srawana menyuruh agar Dasarata membawakan air ke hadapan kedua orang tua si pemuda yang buta dan tua renta. Dasarata menjalankan permohonan terakhir tersebut dan menjelaskan kejadian yang terjadi kepada kedua orangtua si pemuda. Dasarata juga meminta ma'af di hadapan mereka.
Setelah mendengar penjelasan Dasarata, kedua orang tua tersebut menyuruh Dasarata agar ia mengantar mereka ke tepi sungai untuk meraba jasad puteranya yang tercinta untuk terakhir kalinya. Kemudian, mereka mengadakan upacara pembakaran yang layak bagi puteranya. Karena rasa cintanya, mereka hendak meleburkan diri bersama-sama ke dalam api pembakaran. Sebelum melompat, ayah si pemuda menoleh kepada Dasarata dan berkata bahwa kelak pada suatu saat, Dasarata akan mati dalam kesedihan karena ditinggalkan oleh puteranya yang paling dicintai dan paling diharapkan.
Istri dan keturunan
Dasarata memiliki tiga permaisuri, yaitu Kosalya, Sumitra, dan Kekayi. Lama setelah pernikahannya, Dasarata belum juga dikaruniai anak. Akhirnya ia mengadakan yadnya (ritual suci) yang dipimpin Resi Srengga. Dari upacara tersebut, Dasarata memperoleh payasam berisi air suci untuk diminum oleh para permaisurinya. Kosalya dan Kekayi minum seteguk, sedangkan Sumitra meminum dua kali sampai habis. Beberapa bulan kemudian, suara tangis bayi menyemarakkan istana. Yang pertama melahirkan putera adalah Kosalya, dan puteranya diberi nama Rama. Yang kedua adalah Kekayi, melahirkan putera mungil yang diberi nama Bharata. Yang ketiga adalah Sumitra, melahirkan putera kembar dan diberi nama Laksmana dan Satrugna.
Kehidupan selanjutnya dan kematian
Dasarata yang sudah tua hendak menobatkan Rama sebagai raja, sebab Rama adalah putera sulung sekaligus yang paling diharapkan Dasarata. Namun tindakannya tersebut ditentang oleh permaisurinya yang paling muda, yaitu Kekayi. Atas tuntutan Kekayi, Dasarata membuang Rama ke dalam hutan. Setelah membuang Rama ke tangah hutan, Dasarata membenci Kekayi dan ia tidak sudi lagi jika wanita tersebut mendekatinya. Tak beberapa lama kemudian, Dasarata jatuh sakit. Dalam masa-masa kritisnya, ia bersedih sambil mengenang kembali dosa-dosanya. Ia juga mengungkit kisah masa lalunya yang kelam di waktu muda kepada Kosalya, yaitu membunuh pertapa muda yang kedua orangtuanya buta. Dalam kesedihannya, Dasarata meninggal dunia karena sakit hati.
Dasarata dalam Kakawin Ramayana
Kutipan | Terjemahan |
Hana sira Ratu dibya rēngőn, praçāsta ring rāt, musuhnira praṇata, jaya paṇdhita, ringaji kabèh, Sang Daçaratha, nāma tā moli | Ada seorang Raja besar, dengarkanlah. Terkenal di dunia, musuh baginda semua tunduk. Cukup mahir akan segala filsafat agama, Prabhu Dasarata gelar Sri Baginda, tiada bandingannya |
Sira ta Triwikrama pita, pinaka bapa, Bhaṭāra Wiṣḥnu mangjanma inakaning bhuwana kabèh, yatra dōnira nimittaning janma. | Beliau ayah Sang Triwikrama, maksudnya ayah Bhatara Wisnu yang sedang menjelma akan menyelamatkan dunia seluruhnya. Demikian tujuan Sang Hyang Wisnu menjelma menjadi manusia. |
Guṇa mānta Sang Daçaratha, wruh sira ring Wéda, bhakti ring Déwa, tar malupeng pitra pūja, māsih ta sirêng swagotra kabèh. | Cukup berprestasi Sang Dasarata. Ia mahir mempelajari Veda dan berbakti kepada para Dewa, tak lupa kepada para leluhur. Ia sayang kepada seluruh sanak keluarga. |
Kadi megha manghudanakēn, padhanira yār wehakēnikang dāna, dināṇdha kṛpaṇa ya winêh, nguni-nguni dhanghyang dhangārcārya. | Bagai mendung mengeluarkan hujan, begitulah Sri Baginda ketika bersedekah, orang-orang hina, cacat, dan miskin, semua diberi cinta kasih. Terlebih lagi kepada para pendeta dan guru. |
Mwang satya ta sira mojar, ringanakkēbi towi tar mṛṣā wāda, nguni-nguni yan ri parajana, priyahita sojarnirā tiçaya. | Dan juga Sri Baginda tepat akan ucapan, meski terhadap wanita, beliau tidak pernah berbohong, apalagi terhadap orang lain. Titah Sri Baginda benar-benar tepercaya. |
Saphala sira rāksakeng rāt, tuwi sira mitra Hyang Indra bhakti têmên, Māhèçwara ta sira lana, Çiwa bhakti ginőng lanā ginawè | Cukup berhasil Sri Baginda sebagai pimpinan, karena Sri Baginda sahabat Sang Hyang Indra yang amat berbakti, juga terhadap Sang Hyang Maheswara, kepada Sang Hyang Çiwa pula diperkuat |
Ikanang dhanurdhara kabèh, kapwa ya bhakti ri sira praṇata matwang, kadi mawmata yaça lanā, rupanya nagőng ta kīrttinira | Para prajurit ksatria yang bersenjata panah, semua berbakti terhadap Sri Baginda dan tunduk pasrah, seperti menambah jasa Sri Baginda selamanya, memang kenyataannya besar jasa Sri Baginda |
Jnānanira çuddha mawulan, parārtha gumawe sukānikang bhuwana, sāksātindra sira katon, tuhun haneng bhumi bhedanira | Pikiran Sri Baginda bersih laksana bulan, amat tekun Sri Baginda menciptakan kesenangan di dunia, beliau bagaikan Bhatara Indra di mata rakyat, yang berbeda hanya karena beliau berada di dunia fana |
Ikang pratāpa dumilah, sukanikang rāt yateka ginawèya, kadi bahni ring pahoman, dumilah mangde sukanikang rāt | Amal bakti beliau menyala-nyala, ia cuma berbuat demi kemakmuran negara, bagai api pada perapian, berkobar-kobar menyebabkan dunia senang |
Lihat pula
Didahului oleh: Aja |
Raja Ayodhya | Diteruskan oleh: Rama |