Lompat ke isi

Dorokandang, Lasem, Rembang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Dorokandang
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenRembang
KecamatanLasem
Kode pos
59271
Kode Kemendagri33.17.14.2006 Edit nilai pada Wikidata
Luas203,5 ha
Jumlah penduduk-
Kepadatan-
Peta
PetaKoordinat: 6°41′50″S 111°25′47″E / 6.69722°S 111.42972°E / -6.69722; 111.42972


Berkas:449 Lasem 1990.jpg
Stasiun Lasem pasca dinonaktifkan, terletak di dukuh Persilan dan dukuh Trobayan, Dorokandang

Dorokandang adalah desa di kecamatan Lasem, Rembang, Jawa Tengah, Indonesia.

Asal-asul Nama

Pada saat Raden Panji Margono mengasingkan dari Kadipaten Lasem dan menjalani hidup seperti rakyat kecil, beliau membuka lahan untuk perkampungan di sekitar sungai kecil, sebelah barat Sungai Babagan (Sungai Lasem). Di tanah bekas rawa-rawa yang penuh semak belukar itu, terdapat sekali pohon Tal (aren/siwalan) serta pohon Doro (widoro/bidara). Seiring berjalannya waktu, banyak orang yang membuat rumah dan tinggal di perkampungan tersebut bersama Raden Panji Margono yang sebenarnya adalah anak seorang Adipati Lasem, Raden Arya Tejakusuma V (Raden Panji Sasongko), yang tak mau menduduki jabatan sebagai Adipati Lasem jika ayahnya sudah turun jabatan. Pada suatu ketika, Raden Panji Margono dan warga membersihkan semak belukar yang tumbuh di sekitar perkampungan. Ki Mursodo, seorang yang menjadi abdi setia sang putra adipati tersebut bertugas merapikan ranting pohon Doro yang besar itu bersama beberapa warga kampung. Setelah pohon Doro yang besar itu terlihat bersih dan asri, di sekitar pohon Doro itu dibangun sebuah pagar dari bambu yang mengelilingi pohon tersebut sehingga nampak seperti kandang. Setelah Panji Margono bersama para warga lain selesai membersihkan tempat itu mereka semua merasa sangat lelah karena seharian membersihkan semak-semak belukar. Setelah mereka semua lelah bekerja bakti, mereka pun beristirahat di bawah pohon Doro tersebut. Di sana juga terlihat Raden Panji Margono yang juga terlihat sangat kelelahan, duduk bersantai bersama warga. Di sela-sela istirahat para warga, Raden Panji Margono berkata "Sedulur-sedulurku sedoyo, warga-wargaku, elingo. Yen mbesok ono reja-rejane njaman, kanggo pengeling-eling, panggonan iki bakal takjenakno DOROKANDANG!" (Para saudara-saudaraku, warga-wargaku, ingat-ingatlah. Jika suatu saat jaman sudah berganti menjadi lebih baik, sebagai pengingat kalian semua, tempat ini dan sekitarnya saya namakan DOROKANDANG”. Sejak saat itu dan sampai sekarang tempat itu bernama desa Dorokandang (terdiri dari kata DORO dan KANDANG).

Pada kitab Sejarah (Carita) Lasem, disebutkan sebuah tempat yang didiami Raden Panji Margono yang penuh dengan tanaman Tal (siwalan) hingga Raden Panji Margono pun dijuluki sebagai Panji Lasem Talbaya. Warga di sekitar sana banyak yang bekerja sebagai penyadap pohon Tal untuk diambil air niranya, buahnya dijual atau dikonsumsi warga, serta daunnya dipakai untuk bahan menulis (ron-tal/daun Tal, atau lebih seing disebut Lontar), dan juga sekaligus untuk mengintai pasukan kompeni Belanda dari atas pohon Tal yang tumbuh tinggi, sebagai mata-mata untuk mengetahui bahaya yang ada. Maka, banyak yang menjuluki daerah tersebut dengan nama TALBAYA (terdiri dari kata TAL dan be-BAYA/bahaya).

Jadi jika dapat disimpulkan, nama desa ini ada 2 yaitu DOROKANDANG dan TALBAYA. Namun, orang-orang lebih sering menyebutnya DESA DOROKANDANG.

Geografi

Desa Dorokandang termasuk desa kota di Kecamatan Lasem, berjarak lebih kurang 2,5 km ke arah barat dari ibukota kecamatan Lasem dengan batas-batas wilayah sebagai berikut.

Utara Jalan Raya Lasem dan desa Gedongmulyo
Timur Desa Babagan
Selatan Desa Kasreman (Kecamatan Rembang)
Barat Desa Gedongmulyo dan desa Punjulharjo (Kecamatan Rembang)

Desa Dorokandang mempunyai luas wilayah seluas 203,5 ha dan terletak di dataran rendah. Desa yang terletak di bagian terbarat kota Lasem ini terbagi dalam beberapa dusun/dukuh, yaitu:

Tokoh

Rupang dari Raden Panji Margono.
  1. Di desa ini terdapat makam salah satu Pahlawan Lasem yaitu Raden Panji Margono (RPM Tedjokusumoputro) putra Adipati Lasem Tejokusumo V periode 1714-1727. Beliau salah satu Tiga Bersaudara bersama Mayor Oey Ing Kiat (Adipati Tumenggung Widyaningrat, Adipati Lasem 1727-1750) dan Tan Kee Wie. Mereka adalah 3 (tiga) pemimpin pemberontakan Tionghoa – Mataram terhadap VOC di Lasem. Bersama Tan Kee Wie, seorang pendekar kungfu dan pengusaha Lasem, mereka bersumpah untuk mengikatkan diri sebagai tiga saudara angkat. Makam Raden Panji Margono terletak di dukuh Sambong, desa Dorokandang. Untuk mengenang kepahlawanan Tiga Bersaudara itu, masyarakat Lasem terutama warga Tionghoa, membuat monumen berupa klenteng Gie Yong Bio di desa Babagan. Mereka dianggap Dewa Penyelamat/Kongco bagi warga Tionghoa dan dibuat Rupangnya dipuja oleh masyarakat Tionghoa. Rupang Kongco Raden Panji Margono (RPM Tedjokusumoputro) berada di altar khusus. Rupang Oey Ing Kiat dan Tan Kee Wie, menyatu berdampingan dialtar utama. R.Panji Margono juga dikenal dengan nama samarannya yaitu Tan Pan Ciang saat Perang Kuning. (Abad ke-18)
  2. Panglima Tionghoa Singseh (Tan Sin Ko) yang merupakan salah satu pahlawan nasional (sedang diajukan) yang bersama kaum pribumi berjuang melawan VOC. Beliau adalah sahabat dekat dari Raden Said (Alap-alap Sambernyawa/Mangkunegara). Makamnya terletak di Bong Singseh, tepatnya di areal persawahan Dukuh Narukan. (Abad ke-18)
  3. Ki Mursada, beliau adalah abdi setia dari RP.Margono, bersama dengan Ki Galiyo. Beliau dimakamkan di bawah pohon trenggulun dekat makam RP.Margono, sementara Ki Galiyo (Mbah Sedandang) dimakamkan di utara Jalan Raya Rembang-Lasem dengan nama Makam Sedandang. (Abad ke-18)
  4. Raden Panji Witono, adalah putra bungsu dari Raden Panji Margono. Beliau sejak kecil dikucilkan oleh masyarakat karena dianggap anak brandal (istilah dari VOC bagi pemberontak yang menentang VOC). Beliau membunuh mandor kerja rodi di jalan Rembang-Lasem dan melarikan diri ke Kaliwungu sampai wafat dan dimakamkan di sana. (Abad ke-18)
  5. Raden Panji Kamzah, adalah keturunan Raden Panji Margono. Beliau yang menulis naskah Carita Lasem sebagai kisah pembuka pada Kitab Sabda Badra Santi karangan Mpu Santibadra Tumenggung Wilwatikta, yang masih terhitung sebagai sesepuhnya. Beliau dimakamkan di pemakaman dukuh Sambong. (Abad ke-19)
  6. Jaswadi, beliau adalah seorang kamituwo (Kadus I) yang dahulu rumahnya berada di belakang kantor Dinas P & K Lasem, dukuh Persilan. Almarhum Jaswadi merupakan sosok yang menjunjung tinggi adat Jawa. (Abad ke-21)
  7. Sukarman, beliau adalah seorang mantan kepala desa Dorokandang. Pada masa pemerintahannya, kantor kepala desa Dorokandang dipindahkan dari dukuh Persilan (di rumahnya) menuju ke dukuh Sambong sampai sekarang ini. Masa tua beliau sangatlah tidak seperti pemimpin besar, beliau wafat dalam keadaan ekonomi yang serba pas-pasan (wong cilik). (Abad ke-21)
  8. Hadi Pawiro, atau Mbah Abas, beliau adalah seorang veteran pada zaman penjajahan Jepang. Almarhum Hadi tinggal di dukuh Persilan dan menghabiskan masa tua sampai wafatnya sebagai seorang peladang dan pembuat sapu kelud. (Abad ke-21)
  9. Mbah Karban, beliau adalah seorang tokoh Islam Jawa yang menjunjung tinggi ilmu luhur Jawa. Almarhum dahulu tinggal di dukuh Sambong dan masih saudara tiri dengan Mbah Hadi Abas Pawiro. (Abad ke-21)
  10. Sentot Ali Muksin, adalah seorang seniman karawitan, ketoprak dan seni beladiri. Beliau berasal dari Jepara dan menikah dengan warga Dorokandang. Tempat tinggalnya di dukuh Persilan. Masa tua beliau sangat memprihatinkan, banyak diisi dengan kegiatan memancing, serta merawat burung kicauan. (Abad ke-21)
  11. Mbah Kardi, adalah seorang seniman Jaran Kepang (Kuda Lumping) dan Barongan sekaligus kepala paguyupan seni kuda lumping Songgo Buwono di dukuh Narukan. Walaupun beliau berasal dari Desa Jeruk Pancur, namun beliau berjasa melestarikan seni Kuda Lumping dan mengharumkan nama Desa Dorokandang.
  12. Ali Ghofar, adalah seorang politikus (DPRD Rembang) dari Partai Keadilan Sejahtera yang telah membangun yayasan pendidikan Mutiara Hati, yang membangun Playgroup dan SDI Mutiara Hati.
  13. Mbah Wagiran, seorang tabib dan ahli ilmu kejawen yang banyak membantu masyarakat sekitar. Beliau tinggal di dukuh Narukan
  14. Ki Rustamaji, seorang dalang wayang kulit yang mempunyai sanggar di rumahnya sendiri, tepatnya di dukuh Karanganyar, Dorokandang.
  15. Hilmi, seorang tokoh muda yang membangun Padepokan Seni Beladiri Pencak Silat Jibril (Jiwa Bersih Ridlo Illahi) sebagai satu-satunya pencak silat yang asli berasal dari Lasem.

Demografi

Mayoritas penduduk desa Dorokandang adalah suku Jawa, ada pula suku Sunda (perantauan; minoritas terbesar, terpusat di Dukuh Narukan). Sebagian besar penduduknya menganut agama Islam, selain itu ada pula yang menganut agama Kristen, Katholik, dan penganut kepercayaan (Kejawen). Di desa Dorokandang berdiri 1 masjid (Masjid Al-Barokah) dan 1 gereja kristen (Gereja Kristen Jawa/ GKJ Lasem). Penduduknya sebagian besar bermatapercaharian sebagai petani dan buruh tani, buruh jasa, pedagang, dan pegawai negeri.

Berkas:SDN Dorokandang 1 Lasem.jpg
SDN Dorokandang 1 Lasem

Di bidang pendidikan, di desa Dorokandang juga dibangun beberapa tempat pendidikan, antar lain:

  • SDN Dorokandang 1
  • SDN Dorokandang 2
  • SLB Dorokandang Lasem
  • TK Harapan
  • TK Islam Bakti
  • TPQ & Madin Roudhotot Tholibin
  • Playgroup Mutiara Hati

Punden Leluhur

Beberapa punden dan bregat yang diluhurkan adalah:

  • Punden Panji Margono, terletak di dukuh Sambong, di bawah pohon trenggulun.
  • Punden Mbah Teratai, terletak di dukuh Trobayan, di jalan tembus dukuh Ndondong dan Trobayan.
  • Punden Mbah Kemuning, terletak di dukuh Persilan, di utara Lapangan Dorokandang, areal pohon beringin besar.
  • Punden Sumurombe, terletak di dukuh Narukan, areal persawahan dekat perbatasan desa Babagan di bawah pohon asam jawa.

Peninggalan Bersejarah

Berkas:Stasiun Lasem 1.jpg
Bekas Stasiun Lasem, gambar tampak dalam

Referensi

  • Kitab Carita (Sejarah) Lasem, sebuah Kitab Pembuka pada Kitab Badrasanti karangan mPu Tumenggung Wilwatikta Dhang Puhawang Santibadra.
  • Unjiya, M.Akrom, Lasem Negeri Dampoawang Sejarah yang Terlupakan, Yogyakarta: Eja Publisher, 2008.
  • R.M. Panji Kamzah, Carita Lasem, tanpa kota: tanpa penerbit, 1858.
  • LASKAR CHINA DAN PRIBUMI MELAWAN VOC 1740 -1743 [1]
  • Satu Satunya Di Dunia Kongco Pribumi Klenteng Gie Yong Bio Lasem [2]
  • Kisah turun-temurun dari sesepuh desa