Lompat ke isi

Sindangheula, Banjarharjo, Brebes

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sindangheula
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenBrebes
KecamatanBanjarharjo
Kode Kemendagri33.29.17.2022 Edit nilai pada Wikidata
Luas-
Jumlah penduduk-
Kepadatan-

Sindangheula adalah desa paling selatan di kecamatan Banjarharja atau Banjarharjo, Brebes, Jawa Tengah, Indonesia. Sebelah selatan merupakan rangkaian gunung Kendeng, dengan puncaknya gunung Kumbang (1218 dpl), berbatasan dengan kecamatan Salem. Penduduknya semuanya berbahasa dan berkebudayaan Sunda. Pekerjaannya mayoritas petani padi melalui pertanian sawah basah. Panen padi sepanjang tahun, karena beberapa sungai mengairi pesawahannya, yaitu dari sungai Cihalimun, Cihandeuleum, dan Cilimus, yang ketiganya bermuara di sungai Cigora. Sungai Cigora menyatu dengan sungai Cikabuyutan yang bermuara di laut Jawa melalui kota kecamatan Tanjung di pantai utara.

Legenda terbentuknya Sindangheula

Asal mula desa ini dapat diceritakan melalui legenda pendek ketika Nini Kanang dan Aki Kanang mencari tempat bermukim. Kebetulan di sekitar tempat dia berdiri ada cangehgar (ayam hutan). Ayam itu lari kencang dan terbang. Diikutinyalah ayam itu. Ayam itu hinggap di suatu tempat, tepatnya yang sekarang di sana terdapat rumah Ki Raksabajing, sebelah utara bale dayeuh (balai desa). Maka Aki Kanang dan Nini Kanang menetapkan untuk membuat rumah di situ. Inilah rumah pertama di Sindangheula. Mengapa dinamakan Sindangheula? Hal ini berkaitan dengan ketika suatu waktu dua orang Pangeran (orang keramat) bernama Pangeran Papak dan Pangeran Panjunan sindang (singgah; mampir) heula (beberapa saat) di suatu tempat di selatan desa (yang dinamakan Tabet) dan melakukan sembahyang di sana. Bekas sembahyangnya berbekas telapak kaki. Akan tetapi sayang ketika ada banjir bandang dari lamping (lereng) Tajursereh tahun 1987, tempat ini tergerus air banjir sungai Cigora. Lama-lama lokasi Sindangheula tempat bermukim Aki Kanang dan Nini Kanang ini kemudian menjadi pemukiman berpenduduk banyak, sehingga perlu adanya pengaturan kependudukan dengan adanya seorang pemimpin. Menurut bapa kolot Kartaatmadja (1909-2004; kuwu hormat 1945-1967; kuwu kedua belas), yang menjadi kuwu (kepala desa) pertama desa ini adalah Buyut Roda dengan istrinya yang bernama Nini Bendi. Dinamai demikian karena konon dia mempunyai kendaraan roda (bendi, kereta kuda). Demikian keterangan dari bapa kolot Kartaatmadja.