Lompat ke isi

Yakub (tokoh Al-Qur'an)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ya'qub
alaihissalām (عليه السلام)
Nama asalYa'aqob
MakamMasjid Ibrahim
Hebron, Tepi Barat
PendahuluIbrahim
Ishaq
PenggantiRubin
Simeon
Lawwy
Yahudah
Zebulaon
Yisakhar
Dan
Gad
Asyer
Naftali
Yusuf
Bunyamin[1]
Suami/istriRahil
Liyyah
Bilhah
Zilpah
Orang tuaIshaq (ayah)
Ribkah (ibu)

Ya'qub (Ibrani: יַעֲקֹב Yaʿaqob, bahasa Arab: يعقوب Yaʿqūb) adalah seorang nabi yang merupakan putra Ishaq bin Ibrahim. Ya'qub memiliki seorang saudara kembar bernama Ishau. Ya'qub, yang kemudian dinamai Israel (Ibrani: יִשְׂרָאֵל Yiśrāʾēl, bahasa Arab: اسرائيل Isrāʾīl), merupakan figur yang dikenal sebagai leluhur "kedua belas suku."

Nama Ya'qub disebut sebanyak 16 kali dalam Al-Qur'an.[2]

Kelahiran

Ya'qub dan Ishau dilahirkan oleh istri Ishaq yang bernama Ribkah, sewaktu Ishaq berusia 60 tahun.[3] Kedua anak kembar ini terlahir dengan tubuh Ishau sebagai yang pertama kali keluar diikuti tubuh Ya'qub dalam keadaan tangan menggenggam tumit kakaknya. Ishaq sangat menyayangi Ishau, sebab Ishaq menganggap Ishau sebagai putra sulung yang kelak menerima warisan anugerah dari ayahnya. Sementara itu, Ya'qub merupakan cucu kesayangan Ibrahim,[3] sebab Ya'qub senang tinggal di rumah untuk berada dekat serta belajar dari dirinya. Ya'qub juga menjadi anak kesayangan ibunya, Ribkah,[3] sebab si putra bungsu gemar membantu serta rajin mengurus rumah untuk meringankan pekerjaan orang tua.

Ya'qub dan Ishau

Pada mulanya kedua cucu Ibrahim ini memiliki kesamaan satu sama lain, keduanya belajar ilmu kepada sang kakek di masa tuanya. Ishau mengagumi sang kakek karena harta kekayaan berlimpah beserta kedudukan duniawi terhormat yang disegani oleh banyak orang; sementara itu Ya'qub memuji Allah yang menganugerahkan banyak karunia untuk sang kakek sehingga ia berdoa kiranya Allah berbuat hal yang sama untuk dirinya. Seiring waktu berlalu, Ya'qub menjadi semakin tekun beribadah kepada Allah, sesuai yang diajarkan oleh Ibrahim. Di sisi lain, Ishau beranggapan bahwa untuk mengikuti kesuksesan sang kakek, ia harus meninggalkan rumah leluhurnya lalu berangkat mengembara seorang diri namun tetap berbakti terhadap orang tua sebagaimana perjalanan Ibrahim ketika meninggalkan negeri Haran. Akan tetapi Ishau memiliki tujuan berbeda, Ibrahim meninggalkan tanah leluhur untuk melaksanakan perintah Allah, sedangkan Ishau berniat mendapat banyak harta benda serta kemewahan duniawi.[3] Sebagai bukti sikap berbakti terhadap orang tua, khususnya sang ayah, Ishau memburu banyak hewan untuk diberikan kepada Ishaq yang gemar makan daging. Sikap berbakti Ishau menambah keyakinan pada diri Ishaq bahwa ia akan menyerahkan warisan anugerah untuk anak tertuanya.[3]

Ketika mendengar bahwa sang kakek merupakan manusia yang ditakdirkan menjumpai maut, Ishau merasa heran serta tidak percaya bahwa orang sehebat Ibrahim harus menghadapi maut yang kemudian meninggalkan segala pencapaian di dunia. Ishau memutuskan pergi untuk melupakan kepedihan ini. Ishau, yang membanggakan diri sebagai keturunan Ibrahim, bertekad membalas kepada Namrudz yakni orang yang pernah ingin membunuh sang kakek. Ishau pergi berbekal pedang sambil mencari tempat dimana Namrudz berada. Ketika mendapati Namrudz sedang berburu di padang rumput, Ishau seketika menikam tubuh Namrudz dari belakang kemudian Namrudz membalas hantaman keras ke tubuh Ishau. Namrudz terkejut melihat Ishau, yang mengingatkan dirinya tentang Ibrahim. Kemudian Ishau mengutuk Namrudz, juga Ishau menyatakan ia sedang membalaskan atas hal yang pernah diperbuat terhadap sang kakek. Meski mendapat serangan keras di tubuhnya, Ishau berhasil membunuh Namrudz,[4] kemudian Ishau melarikan diri terhadap bala tentara Namrudz yang datang dan mengejar dirinya.

Sementara Ishau memutuskan pergi, Ya'qub tetap berada di rumah sehingga ditanyai oleh Ibrahim tentang sebab keberadaannya ini. Ya'qub menjawab bahwa ia percaya bahwa Allah selalu menyertai sang kakek sehingga Ya'qub ingin berada dekat dengannya. Mendengar ucapan ini, Ibrahim memberkati Ya'qub, seraya menyatakan bahwa ia akan mewarisi bagian warisan anugerah; yakni berkat langka dari sisi Allah untuk Ibrahim, yang telah diwariskan kepada Ishaq. Ya'qub takjub mendengar hal ini, sebab ia bukanlah anak sulung yang memiliki kelebihan di mata Ishaq, namun Ibrahim menenangkan cucunya dengan berkata bahwa berkat anugerah itu berasal dari sisi Allah,[5] terlebih lagi terdapat perjanjian bahwa Ya'qub telah lama ditetapkan sebagai pewaris keluarga Ibrahim, sehingga Ya'qub ditakdirkan mewarisi anugerah istimewa di dunia maupun di Akhirat.[6] Ya'qub juga turut bersaksi bersama putra-putra Ibrahim tentang agama yang Allah wariskan untuk mereka.[7]

Ketika Ishau pulang dari pertarungan melawan Namrudz, ia merasa sekarat serta kelelahan, kemudian ia menjumpai Ya'qub sedang memasak sup kacang merah untuk para tamu yang berkabung atas Ibrahim yang telah meninggal dunia. Ishau yang kelaparan mendesak seraya berteriak meminta makanan kepada Ya'qub. Oleh sebab Ishau tidak percaya adanya kebangkitan orang mati, ia takut akan segera mati,[8] sehingga ia menyatakan bersedia memberikan apapun untuk nyawanya.

Sewaktu Ya'qub memperingatkan kepada Ishau tentang adanya kehidupan Akhirat sesudah mati, Ishau justru secara zalim mengingkari bahwa kelak Allah membangkitkan orang-orang mati,[9][3] sebab Ishau telah mengingkari ajaran Ibrahim bahwa kekayaan berkat berasal dari sisi Allah.[10] Sebagai hukuman atas sikap zalim Ishau ini,[11] Allah memindahkan hak waris Ibrahim kepada orang yang Allah perkenan yakni Ya'qub,[12] keturunan Ibrahim yang meneladani dan mewarisi Ibrahim. Oleh karena telah memperoleh banyak Ilmu dari Ibrahim, Ya'qub telah meyakini bahwa berkat dunia beserta Akhirat berasal dari sisi Allah.[13] Ya'qub juga memahami bahwa pemilik hak kesulungan kelak berhak untuk menerima warisan anugerah.

Ya'qub bersedia memberi makanan setelah Ishau bersumpah menjual hak anak sulung sebagai ganti makanan tersebut, agar sumpah ini menjadi bukti jaminan kepada dirinya; lalu Ishau seketika menyetujui persyaratan ini akibat belum memahami keistimewaan hak anak sulung. Setelah menghabiskan makanan ini, Ishau merasa terlahir kembali seraya bersuka cita, sejak saat ini pula Ishau menamakan diri sebagai Edom, istilah yang bermakna si merah sesuai dengan warna makanan yang ia makan.[14]

Pewaris Ishaq

Setelah memiliki hak anak sulung dari Ishau, Ya'qub secara sah memperoleh keistimewaan sebagai anak sulung Ishaq. Sementara itu, nama Ishau semakin dikenal di antara penduduk Kana'an atas keberaniannya mengalahkan Namrudz seorang diri. Makam Ibrahim sering dikunjungi oleh Ishau lantaran ia menyesal tidak turut dalam perkabungan. Makam tersebut terletak di wilayah suku Hiti, yakni salah satu suku bangsa keturunan Kana'an. Sewaktu suku Hiti mendapati keberadaan Ishau di sekitar mereka, mereka hendak menikahkan putri-putri mereka kepada Ishau yang merupakan seorang cucu Ibrahim, agar Ishau menjadi sekutu bagi suku Kana'an tersebut dalam perang. Perkawinan ini menimbulkan kekecewaan mendalam bagi kedua orang tua Ishau. Melalui perkawinan ini, Ishau telah melanggar amanat dari Ibrahim yang pernah berwasiat agar keturunannya tidak kawin dengan orang dari keturunan Kana'an. Sepeninggal Ibrahim, Ya'qub berpindah ke rumah nabi Sam, putra nabi Nuh, untuk memperdalam ilmu agama maupun ibadah kepada Allah.[3]

Ishaq sering meratap ketika melihat putra kesayangannya turut dalam kebiasaan bangsa Kana'an yang meninggalkan kewajiban ibadah, bahkan melanggar pengajaran Ibrahim untuk selalu berpegang kepada perintah maupun bimbingan Allah. Diliputi kepedihan hati, Ishaq ditimpa penyakit berat disertai penglihatan mata yang memburuk. Menganggap bahwa penyakit ini merupakan pertanda kematian, Ishaq berniat untuk mewariskan berkat anugerah untuk putra sulungnya, Ishau, sebelum maut menjemput.[15] Namun Ishaq belum mengetahui bahwa hak kesulungan pada Ishau telah beralih ke Ya'qub. Ishaq meminta putra sulungnya, Ishau, agar membuat hidangan daging untuk sang ayah sebelum melakukan pemberkatan. Sekalipun Ishaq menyebut Ishau sebagai putra sulung; akan tetapi Allah lebih berkenan terhadap kesalehan Ya'qub,[16] sehingga Allah mengutus sesosok malaikat agar membantu Ya'qub memperoleh hak sebagai pewaris berkat Ibrahim. Walau Ishaq tidak dapat mengenali putra sulungnya sewaktu Ya'qub menyerahkan hidangan daging kepada sang ayah; kehadiran malaikat Allah meyakinkan Ishaq agar memberkati Ya'qub. Selain itu, Ribkah juga turut memberkati Ya'qub, putra kesayangannya.[3]

Tatkala Ishau datang menemui sang ayah untuk menerima anugerah waris, Ishaq merasa bersalah bahwa ia telah memberkati orang yang bukan putra sulungnya, Ishau. Akan tetapi Ishaq berubah pikiran sewaktu Ishau menyatakan bahwa ia telah menjual hak anak sulung kepada Ya'qub, dengan demikian Ishaq menyadari bahwa Allah turut mengatur takdir yang sedang terjadi. Sebagaimana Allah berjanji mengaruniakan berkat ganda berupa karunia di dunia maupun Akhirat untuk Ibrahim, maka Ishaq memperoleh berkat tersebut sebagai pewaris utama atau "putra sulung" Ibrahim, yang kemudian berkat tersebut diwariskan kepada Ya'qub yakni "putra sulung" Ishaq. Ishau merasa sangat menyesal telah menjual hak kesulungan yang membuatnya seakan kehilangan harapan untuk mewarisi harta kekayaan ayahnya.[17] Mendapati Ishau berupaya keras seraya sujud menyembah bahkan mengemis kepada sang ayah tentang bagian berkat warisan, pada akhirnya Allah berbelas kasihan serta memberi sebagian berkat bagi putra Ishaq ini.[18][3]

Walaupun dirinya sendiri yang telah menjual hak kesulungannya,[19] Ishau sangat meratapi bagian warisan yang menurutnya dirampas oleh Ya'qub. Ishau berniat untuk membunuhnya ketika sang ayah telah wafat. Sewaktu mendengar ucapan serapah ini, Ribkah menasehati Ya'qub agar berpindah sementara waktu di rumah pamannya yakni Laban, di negeri Haran. Walaupun sebelumnya Ya'qub menyatakan berani untuk melawan Ishau,[20] namun ia lebih memilih menuruti saran sang ibu supaya menikahi seorang anak perempuan Laban, agar Ya'qub terhindar dari pernikahan dengan keturunan Kana'an. Kemudian Ishaq dan Ribkah melepas keberangkatan Ya'qub dengan mengakui bahwa Allah telah menyertai Ya'qub, serta menegaskan haknya sebagai anak sulung yang secara sah mendapat warisan berkat istimewa dari Ibrahim. Ishaq juga secara khusus berpesan kepada Ya'qub agar tidak mengawini perempuan keturunan Kana'an melainkan mengawini seorang perempuan yang masih memiliki hubungan kerabat dengan keluarga Ibrahim. Tatkala mendengar kabar bahwa ayahnya tidak berkenan terhadap wanita-wanita Kana'an, Ishau memutuskan pergi ke rumah pamannya, yakni Ismail bin Ibrahim, supaya mengawini seorang anak perempuan Ismail. Ishau tidak berniat pergi ke Haran, sebab ia mengetahui bahwa Ibrahim pernah melarang Ishaq agar tidak pergi ke Haran.

Keberangkatan ke negeri Haran

Sewaktu meninggalkan negeri Palestina, Ishaq memperbekali banyak harta benda maupun hewan ternak untuk Ya'qub sebagai bagian warisan anak sulung. Sementara itu, Ishau merasa geram ketika mendengar kabar bahwa Ya'qub berangkat sambil mengangkut perbekalan berlimpah dari kedua orang tuanya, kemudian Ishau bersiasat untuk merampas bagian waris duniawi yang telah diserahkan Ishaq kepada Ya'qub. Maka Ishau mengutus budak-budak Ishaq agar pergi menyampaikan pesan kepada Ya'qub.

Sewaktu gerombolan ini menyusul Ya'qub, mereka menyampaikan pesan bahwa Ishaq memerintahkan Ya'qub agar menyerahkan kembali muatan perbekalan kepada Ishau melalui mereka, supaya Ishau tidak mendengki ataupun supaya Ishau tidak berangkat mengejar Ya'qub ke negeri Haran. Di sisi lain, Ya'qub bersyukur telah menerima berkat anugerah Allah yang disampaikan melalui orang tuanya; yang cukup menjadi bekal jaminan hidup di dunia serta di Akhirat.[21][22] Ya'qub menyerahkan seluruh harta perbekalan ini kepada para budak Ishaq untuk kemudian diserahkan kepada Ishau sehingga Ya'qub harus berjalan tanpa mengangkut bekal apapun ketika sampai di rumah pamannya selain Perlindungan Allah yang selalu menyertai Ya'qub dimanapun ia berada, supaya kelak ia pulang dalam keadaan selamat di negeri ayahnya.

Di tengah-tengah perjalanan ini, Ya'qub mendapat sebuah mimpi nubuat yang bermakna Allah berjanji bahwa keturunan Ya'qub akan berjumlah sangat banyak memenuhi bumi apabila ia tetap setia melaksanakan perintah-perintah Allah. Selain itu, Ya'qub memperoleh nubuat bahwa ia akan memberkati dua belas putranya sehingga kelak Ya'qub akan disebut sebagai leluhur kedua belas suku.[3] Kemudian Ya'qub mendirikan tanda peringatan di tempat ia telah bermimpi, ia juga berikrar kepada Allah bahwa ia akan bersegera mengadakan persembahan khusus di tempat tersebut apabila Allah menyertai serta memperkenan Ya'qub pulang ke negeri ayahnya dalam keadaan selamat.

Kehidupan di negeri Haran

Tatkala tiba di negeri Haran, Ya'qub melihat Rahil, anak perempuan pamannya, yang seketika membuat Ya'qub terpikat dan ingin menjadikan perempuan ini sebagai istri. Laban, paman Ya'qub, memberi syarat bahwa Ya'qub harus terlebih dahulu bekerja selama tujuh tahun demi mendapat Rahil. Ketika negeri Haran mendapat kelimpahan berkat karena kehadiran Ya'qub yang diberkati Allah, maka Laban mengadakan berbagai tipu muslihat untuk menghalangi Ya'qub pulang ke rumah ayahnya.

Bertahun-tahun kemudian, Ya'qub memiliki kekayaan yang berlimpah di negeri Haran karena senantiasa berpegang kepada perintah-perintah Allah dimanapun ia berada serta ia tidak mengikuti kebiasaan penduduk yang ada di sekitarnya. Selama hidup di negeri ini pula, Ya'qub mendapat dua belas anak dari keempat istrinya. Kesebelas putra Ya'qub adalah Rubin, Simeon, Lawwy, Yahudah, Dan, Gad, Asyer, Naftali, Zebulaon, Yisakhar, dan Yusuf; sementara seorang putrinya bernama Dinah.[3] Ketika Allah berfirman agar kembali ke rumah ayahnya, Ya'qub menjadi seorang hartawan kaya raya dengan banyak anak, banyak ternak, juga banyak budak sewaktu meninggalkan negeri Haran, meski ia tanpa membawa muatan perbekalan sewaktu pertama kali tiba di negeri tersebut.

Kepulangan dari negeri Haran

Dalam perjalanan pulang, Ya'qub harus menghadapi sesosok malaikat setelah membawa segala kepunyaannya menyeberangi sebuah sungai. Atas izin Allah, Ya'qub berhasil menang melawan malaikat tersebut meski sendi pangkal pahanya mendapat hantaman. Tatkala mendapati hal ini, putra-putra Ya'qub merasa menyesal tidak turut membantu sang ayah; yang kemudian putra-putra Ya'qub menahan diri untuk memakan segala jenis daging yang menutupi pangkal paha sebagai bentuk peringatan atas kejadian ini.[23] Ketika mendapat kabar bahwa ia akan berhadapan dengan Ishau serta gerombolannya; Ya'qub memikirkan keselamatan segala kepunyaannya namun Ya'qub tetap bersabar menaruh kepercayaan kepada janji Allah, juga Ya'qub berdoa secara bersungguh-sungguh kepada Allah agar dapat memenuhi ikrar perjanjian apabila Allah memperkenan dirinya pulang dalam keadaan selamat di negeri ayahnya. Kemudian Ya'qub mendapati Ishau beserta gerombolannya merasa ketakutan terhadap kehadiran Ya'qub, oleh sebab Allah yang menyertai dan membela keluarga Ya'qub, maka Allah telah mengutus ribuan bala tentara malaikat yang membela keluarga Ya'qub yang beriman,[24][25] sehingga ribuan bala tentara malaikat ini telah menangkap seraya mengancam akan membunuh seluruh kepunyaan Ishau apabila berani berbuat jahat terhadap Ya'qub maupun segala kepunyaannya. Kemudian Ya'qub dan Ishau saling berdamai.

Ya'qub mendirikan kemah di tengah-tengah suku keturunan Kana'an sewaktu tiba di negeri ayahnya. Ia lupa tentang ikrar perjanjiannya berupa persembahan khusus sebagai bentuk syukur karena selama ini Allah telah mengaruniakan keselamatan untuk dirinya serta telah melindungi dirinya menghadapi berbagai bahaya. Atas sikap ini, Allah memberi beberapa hukuman untuk memperingatkan Ya'qub. Anak perempuan Ya'qub, yakni Dinah, diperkosa oleh seorang pangeran dari suku keturunan Kana'an. Bangsa Kana'an merupakan bangsa penyembah berhala yang menganggap perzinahan sebagai hal kewajaran di tengah-tengah mereka; sehingga suku bangsa Kana'an di wilayah tersebut memperbolehkan perilaku keji berlangsung.

Hal ini menimbulkan kebencian dan kemurkaan besar pada kedua saudara Dinah, yakni Simeon dan Lawwy. Simeon menganggap kejadian ini sebagai penistaan terhadap nama baik keturunan Ya'qub. Sementara itu, Allah mengutus Lawwy menjadi Rasul yang diperbekali sebilah pedang beserta tameng supaya dapat membalas tindakan jahat suku keturunan Kana'an.[26][27] Ia memahami bahwa kejadian ini dapat merusak perjanjian Ibrahim terhadap keturunannya supaya tetap diberkati, yakni larangan untuk tidak memiliki hubungan keluarga dengan keturunan Kana'an yang terlaknat. Terlebih lagi, apabila keturunan orang-orang beriman dibiarkan memiliki ikatan keluarga dengan kaum keturunan pezinah yang menyembah berhala, tentu kaum penyembah berhala akan memaksa kebiasaan kafir bangsa musyrik terhadap orang-orang beriman; yang berakibat merusak kesetiaan keturunan Ibrahim terhadap Allah. Dengan demikian, Lawwy mempertimbangkan Hukum Allah sewaktu menumpas kaum keturunan kafir yang hendak menggabungkan diri dengan keturunan orang-orang beriman.[28][29][30] Sekalipun mengemis perkenan atau perjanjian damai kepada golongan beriman, orang-orang yang berzinah maupun orang-orang yang menyembah berhala takkan berhak mendapat bagian dalam warisan Ibrahim. Hal ini pula yang kemudian harus diberlakukan sewaktu Bani Israel mengambil alih negeri perjanjian yang sebelumnya dihuni bangsa Kana'an.[31]

Tatkala Simeon telah dipenuhi dendam, ia berniat membantai seluruh laki-laki suku Kana'an yang memandang rendah keturunan Ya'qub, akibat kaum itu telah membiarkan dan mengizinkan adanya perzinahan terjadi di tengah-tengah mereka. Lawwy berniat menumpas seluruh laki-laki suku Kana'an sebagai Hukuman Murka Allah, maupun sebagai peringatan supaya tidak ada dari keturunan Ya'qub yang terbujuk mengawini keturunan Kana'an yang terlaknat, dengan harapan kelak tiada kaum keturunan ayahnya yang turut mendapat kesengsaraan dengan bangsa keturunan Kana'an; yakni bangsa yang membiarkan perbuatan dosa terjadi di tengah-tengah mereka akibat mengabaikan perintah-perintah Allah. Simeon dan Lawwy bersumpah kepada Allah untuk membalas perbuatan keji ini.[32] Maka mereka berangkat sambil membawa pedang lalu tanpa belas kasihan membunuh suku keturunan Kana'an di wilayah tersebut, oleh karena suku ini telah melakukan perkara keji menyembah berhala serta tidak menentang dosa pencemaran terhadap adik mereka, bahkan suku ini mengizinkan perkara zinah yang dibenci Allah.[33] Lawwy membunuh Sikhim yakni pangeran dari suku keturunan Kana'an, sementara Simeon membunuh Hamor,[34] raja suku tersebut. Seluruh anak lelaki hingga seluruh pria di suku tersebut mati dibantai Simeon dan Lawwy;[35] kemudian keduanya menyelamatkan Dinah dari wilayah suku pezinah ini.[36]

Sewaktu Simeon dan Lawwy pulang, Ya'qub memarahi kedua putranya yang telah bertindak gegabah tanpa terlebih dahulu meminta pertimbangan dari sang ayah, lantaran suku tersebut telah melakukan perjanjian ritual sunat. Walau demikian, Simeon membela diri bahwa keduanya tidak bisa membiarkan perlakuan keji suku Kana'an yang mempersamakan adik mereka sebagai pezinah;[37] juga sebagai peringatan bagi siapapun yang nekat menimpakan kejahatan terhadap keluarga Israel, maka orang itu dan siapapun yang menyetujui kejahatan tersebut akan menghadapi Kemurkaan Allah melalui tangan keduanya,[38][39][40] Sementara itu Lawwy memperingatkan sang ayah tentang Perjanjian Allah terhadap suku Kana'an, walau ia juga merasa bersalah sebab tidak menghormati kedudukan ayahnya;[41] kemudian ia memutuskan bertekun dalam ibadah serta pertobatan untuk menghapus dosa ini.[42] Sejak saat ini, Lawwy tidak lagi akrab dengan Simeon.

Akibat kekerasan Simeon dan Lawwy, penduduk negeri yang tinggal di sekitar Ya'qub dipenuhi rasa takut dan gentar untuk bergaul dengan keluarga Ya'qub. Kemudian mereka pun menyadari bahwa keluarga Ya'qub merupakan pewaris keluarga Ibrahim yang mencegah perbuatan dosa, juga menjaga Hukum-Hukum Allah beserta perintah-perintah Allah sehingga Perlindungan Allah selalu menyertai keluarga Ya'qub; dengan demikian Allah takkan membiarkan orang yang berbuat jahat kepada keluarga tersebut lolos tanpa hukuman pedih.[43]

Melalui kejadian ini, Ya'qub menyadari kesalahannya serta menerima peringatan Ilahi tentang ikrar perjanjiannya sehingga ia bertobat seraya bergegas menepati ikrar perjanjian untuk mengadakan persembahan khusus kepada Allah, tepat di tempat sebelumnya ia pernah berikrar kepada Allah sewaktu berangkat meninggalkan negeri ayahnya. Setelah memenuhi ikrar perjanjian, Allah mengampuni kesalahan Ya'qub,[44] serta mengubah nama Ya'qub menjadi "Israel" lalu Allah berjanji bahwa seisi bumi akan menjadi milik kaum keturunan Israel.[45] Kemudian Israel mengajak seluruh keluarganya berpindah ke rumah Ishaq. Sewaktu tiba di rumah ayahnya, Ishaq dan Ribkah merasa sangat bahagia sewaktu melihat Ya'qub masih beriman kepada Allah. Ishaq dan Ribkah sangat bersyukur kepada Allah atas karunia seorang putra yang menyelamatkan nama baik keturunan Ibrahim yang dikenal setia kepada Allah. Terlebih lagi, Ishaq mendapati bahwa putra-putra yang dikaruniakan untuk Ya'qub memiliki kesalehan menyerupai ayah mereka.[46] Ishaq sempat menyampaikan nubuat kepada Lawwy dan Yahudah,[47] bahwasanya Lawwy mewarisi kedudukan Imam,[48] sementara Yahudah mewarisi kedudukan pemimpin di Israel.

Israel dan putra-putranya

Dalam perjalanan menuju rumah Ishaq, Israel mendapat kabar bahwa Rahil melahirkan anak ketiga belas untuknya, yakni seorang putra bernama Bunyamin, walau Rahil meninggal setelah persalinan. Dengan demikian ia dapat menjadi leluhur kedua belas suku serta menggenapi nubuat untuk dirinya. Kedua belas putra Israel adalah Rubin, Simeon, Lawwy, Yahudah, Dan, Gad, Asyer, Naftali, Zebulaon, Yisakhar, Yusuf dan Bunyamin. Sepeninggal Rahil, Israel sendiri yang harus mengurus Yusuf dan Bunyamin, sehingga putra-putra Rahil lebih diperhatikan melebihi putra-putra Israel yang lain. Sebagai nabi pilihan; Ya'qub dikaruniai Ilmu istimewa dari sisi Allah;[49][50] sehingga mendapat nubuat bahwa Yusuf akan menjadi pertanda yang akan menyelamatkan kehidupan seluruh Bani Israel terhadap banyak kesusahan yang melanda juga Yusuf menjadi syarat penggenapan berkat Allah kepada Ibrahim dan Ishaq. Terlebih lagi, Israel mengetahui bahwa Perlindungan Allah telah menyertai Yusuf, oleh sebab itu Israel sangat mengutamakan keselamatan Yusuf.

Yusuf pernah mendapat mimpi nubuat yang bermakna bahwa kesebelas saudaranya beserta kedua orang tuanya akan bersujud di hadapan dirinya, bahkan Yusuf memahami makna mimpi ini adalah pertanda keistimewaan dirinya dibanding putra-putra Israel yang lain. Hal ini menimbulkan kebahagiaan pada diri Israel bahwa Yusuf mewarisi anugerah nubuat maupun berkat sebagaimana yang pernah dikaruniakan untuk Ibrahim dan Ishaq. Israel melarang Yusuf menceritakan mimpi ini kepada saudara-saudaranya,[3] walau demikian rasa iri menyulut rasa benci pada diri saudara-saudaranya sehingga muncul niat jahat terhadap Yusuf.[51]

Kesepuluh saudara Yusuf mendapati perlakuan istimewa sang ayah terhadap dirinya dan Bunyamin, maka ada dugaan bahwa ayah mereka hendak berlaku curang terhadap mereka.[52] Yahudah bersama kesembilan saudaranya mengadakan siasat supaya menghindarkan perilaku curang sang ayah terhadap para putra Israel, serta supaya mereka memiliki bagian tertentu dalam warisan anugerah.[53] Mereka belajar dari tindakan ceroboh Simeon dan Lawwy, sehingga memohon izin terlebih dahulu kepada ayah mereka sewaktu hendak mengadakan perjalanan bersama-sama Yusuf. Kesepuluh putra Israel membujuk sang ayah bahwa diri mereka mengingini kebaikan untuk diri Yusuf serta mereka hendak melindunginya.[54][55] Israel mengetahui adanya firasat buruk tentang perjalanan mereka, walau akhirnya Israel melepas keberangkatan Yusuf bersama dengan kesepuluh putranya.[56]

Tatkala kesepuluh putra Israel pulang tanpa Yusuf, mereka menjelaskan kepada Israel bahwa hanya ada baju Yusuf yang berlumuran darah setelah ditinggalkan seorang diri.[57] Merasa heran terhadap penjelasan mereka, Israel menduga bahwa kehilangan ini sebagai pertanda buruk tentang keselamatan kaum keluarganya. Yusuf bagi Israel merupakan pertanda pertolongan serta pertanda keselamatan, juga penggenapan berkat untuk kaum keturunannya; sehingga ia menduga kehilangan atau kematian Yusuf dapat menjadi firasat bahwa akhir seluruh keturunannya akan segera terjadi. Firasat ini hampir mendekati kebenaran ketika terjadi musim paceklik yang menghentikan usaha pertanian di negerinya, yang berakibat seluruh keluarganya dilanda kelaparan. Di sisi lain, keimanan Israel membuat ia tetap bersabar serta berserah diri menaruh kepercayaan kepada Allah.[58]

Sewaktu wabah kelaparan panjang terjadi, kesepuluh putra Israel pergi membeli persediaan makanan ke Mesir namun mereka kembali dengan mendapati jumlah uang penukar mereka masih utuh. Kemudian mereka meminta izin kepada Israel supaya Bunyamin turut menyertai mereka sewaktu hendak membeli persediaan makanan ke Mesir, sebab sang pemegang kuasa negeri Mesir telah menuntut kehadiran Bunyamin. Meski sempat menolak, Israel terpaksa mengizinkan hal ini setelah wabah kelaparan hebat menimpa seluruh anggota keluarga mereka.[59] Walau diliputi kepedihan hati tentang keselamatan Yusuf, Israel masih memiliki keimanan serta keyakinan kepada janji Allah bahwa Yusuf beserta saudara-saudaranya akan kembali pada dirinya,[60] sehingga nubuat tentang kedua belas suku dapat terpenuhi.

Sewaktu putra-putranya pulang dari perjalanan untuk membeli persediaan makanan di Mesir, Israel merasakan keberadaan Yusuf di dekatnya. Hal ini disebabkan baju Yusuf yang dibawa dari Mesir supaya pakaian tersebut dibasuhkan ke wajahnya, agar penglihatan Israel membaik.[61] Mereka juga membawa kabar gembira bahwa Yusuf telah menjadi seorang panglima Mesir yang berkuasa atas segala kebijakan dan peraturan di Mesir, bahkan Yusuf telah berdamai dengan saudara-saudaranya.[62] Sewaktu kesepuluh putra Israel memohonkan maaf kepadanya, Israel memohonkan pengampunan kepada Tuhannya, yakni Yang Maha Pengampun serta Maha Penyayang terhadap kesalahan mereka.[63] Yusuf juga mengundang seluruh keluarga Israel supaya berpindah ke Mesir selama masa kelaparan berlangsung. Pertemuan Israel dengan Yusuf, putra kesayangannya, terasa sangat membahagiakan sebab telah terbukti bahwa Yusuf menjadi pertanda pertolongan dan pertanda keselamatan untuk Israel beserta seluruh kaum keturunan Israel.

Hijrah ke Mesir dan pewarisan berkat

Selama tinggal di Mesir, Israel mengasuh dan mengajarkan ilmu-ilmu yang telah diperoleh dari para leluhurnya kepada kedua putra Yusuf yakni Ifrayim dan Manushah. Israel merasa dekat dengan kedua putra Yusuf sehingga menganggap kedua cucunya ini sebagai kedua putra kandungnya sendiri. Sebelum Maut menjemput, Israel memberkati kedua putra Yusuf sebagaimana memberkati putra-putranya sendiri.[64] Kemudian kedua belas putra Israel dihimpunkan supaya mendapat bagian warisan anugerah yang berasal dari sisi Allah. Sebelum memberikan berkat-berkat anugerah, Israel terlebih dahulu ingin mengetahui keimanan kedua belas putranya dengan meminta kesaksian tentang hal yang akan mereka sembah sepeninggal dirinya. Israel merasa lega sewaktu mendengar bahwa semua putranya berikrar untuk senantiasa mengabdi kepada "Tuhannya Ya'qub, maupun Tuhannya Ibrahim, maupun Tuhannya Isma'il, maupun Tuhannya Ishaq," yakni Tuhan Yang Tunggal;[65] sehingga masing-masing putranya terbukti layak sebagai para pewaris Israel yang menerima berkat istimewa dari sisi Allah.

Anak pertama Israel, Rubin, mendapat beberapa pujian dan teguran keras, sebab tingkah lakunya tidak mewarisi kesalehan ataupun kepribadian Israel, sehingga Rubin tidak layak disebut sebagai anak sulung Israel. Oleh sebab itu "warisan kesulungan" berupa bagian kedudukan Imam, beralih ke Lawwy, sementara bagian kerajaan beralih ke Yahudah, serta bagian terbanyak milik anak sulung beralih ke Yusuf. Simeon beserta Lawwy mendapat bagian bersama dari Israel akibat peristiwa pembantaian salah satu suku keturunan Kana'an yang meninggalkan kesan bagi Israel karena telah membuat nama Israel disegani sekaligus ditakuti oleh bangsa-bangsa lain. Israel memperingatkan bahwa gabungan kekuatan keduanya dapat menimbulkan kehancuran besar pada musuh-musuh mereka, oleh karena watak Simeon yang rela mati-matian melindungi nama baik Bani Israel sementara Lawwy berwatak tidak kenal belas kasihan untuk membunuh siapapun yang nekat memperbuat dosa keji. Dari watak keras keduanya, Israel memahami pula bahwa Simeon membenci Yusuf lalu mengadakan siasat membunuhnya meski tidak dilakukan.[66]

Mendapati ketiga saudaranya mendapat teguran keras, Yahudah merasa takut bahwa ia akan mendapat bagian serupa karena dirinya merasa bersalah telah memimpin siasat untuk memisahkan Yusuf. Akan tetapi Israel justru sangat memuji Yahudah yang memiliki kebijaksanaan untuk memutuskan sesuatu, sebab Israel mengetahui bahwa Yahudah adalah orang yang berhasil menghindarkan dosa pembunuhan terhadap Yusuf. Yahudah terbukti memiliki sikap takut terhadap hukuman Allah; sehingga Yahudah berhasil menyadarkan kesembilan saudaranya bahwa Yusuf adalah seorang putra Israel, yang juga seorang yang masih bersaudara dengan mereka; lalu kesepuluh putra Israel bersepakat tidak membunuhnya.

Keenam putra Israel yang lain mendapat berkat dan sanjungan dari Allah melalui Israel, sebab sejak semula mereka memang tidak mengadakan siasat jahat terhadap Yusuf, melainkan semata-mata mengharap kebaikan dari Allah supaya memperoleh warisan berkat istimewa; Israel mengucap berkat tentang watak ataupun hal yang akan terjadi kepada sebagian mereka beserta keturunan mereka dengan simbol tertentu, semisal perlambangan singa (Yahudah), keledai (Yisakhar), ular (Dan), rusa betina (Naftali), pohon kokoh yang berbuah (Yusuf), serta serigala (Bunyamin).

Ketika giliran pemberkatan untuk bagian Yusuf, Israel sangat bersyukur kepada Allah karena ia masih diizinkan melihat Yusuf maupun keturunan-keturunan Yusuf yang Allah karuniakan untuk menyelamatkan keberlangsungan Bani Israel menghadapi berbagai kesulitan. Israel menyampaikan pujian luar biasa untuk Yusuf, sebab bagian warisan terbesar dari Ibrahim, Ishaq dan dirinya akan menyatu pada diri Yusuf, anak sulung Israel.[3] Bunyamin juga memperoleh berkat dari ayahnya yang berkaitan dengan masa depan keturunannya. Sebelum meninggal dunia, Israel berwasiat supaya ia dimakamkan di tempat pemakaman pribadi milik keluarga Ibrahim di tanah airnya. Yusuf memimpin rombongan perkabungan sewaktu berangkat ke tempat pemakaman ayahnya, sehingga kehadiran Yusuf ini sangat dihormati dan dipuji oleh penduduk berbagai bangsa; oleh karena Yusuf, putra Israel, merupakan seorang hamba pilihan Allah,[67] serta pemegang kuasa agung di Mesir yang telah menyediakan makanan juga telah berjasa menyelamatkan hidup berbagai bangsa di muka bumi.[68]

Gelar

Allah menggelari Ya'qub sebagai salah satu dari "ketiga manusia pilihan paling utama" setelah Ibrahim dan Ishaq.[69] Selain itu Ya'qub disebut pula sebagai Israel, leluhur umat Bani Israel yakni sebuah umat pilihan yang Allah istimewakan melampaui alam semesta.[70] Nama Israel disebut sebanyak dua kali di Al-Qur'an,[71] serta memiliki banyak keturunan yang termasuk golongan nabi.

Referensi

  1. ^ Nabi Ishaq alayhi salam berputra Nabi Ya’qub alaihissalam yang bergelar Israel. Dari beberapa orang istrinya, Nabi Ya'qub alayhi salam berputra dua belas, yakni Rubin, Simeon, Lawwy, Yahudah, Zebulaon, Yisakhar, Dan, Gad, Asyer, Naftali, Yusuf, dan Bunyamin.
  2. ^ A-Z of Prophets in Islam and Judaism, B. M. Wheeler, Jacob
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m Louis Ginzberg, ed. (1909–1938). The Legends of the Jews (Translated by Henrietta Szold) Philadelphia: Jewish Publication Society.
  4. ^ Sefer Hayashar (Samuel, Moses; Book of Jasher Referred to in Joshua and Second Samuel 1840)
  5. ^ Surah Al-Imran : 73-74, Yunus : 58, Jumuah : 4
  6. ^ Surah Al-Anbiya : 72-73, Hud : 71
  7. ^ Surah Al-Baqarah : 131-132
  8. ^ Surah Al-Baqarah : 212-213, Al-Baqarah : 200, Ali-Imran : 145, Asy-Syura : 20, Yunus : 7, Al-Ankabut : 64
  9. ^ Surah As-Saffat : 112-113, Al-Baqarah : 28, An-Nahl : 38-39, Al-Isra : 119, Ar-Rum : 44-45, Al-Isra : 99, Hud : 7-8, Ibrahim: 2-3, An-Nahl : 106-109, Yasin : 79, Al-An'am : 29-33, Al-An'am : 112-113 Ali-Imran : 77, Al-Insan : 27-31, As-Saffat : 50-51, Al-Jatsiyah : 32, Az-Zukhruf : 83, Ad-Dukhan : 40, Al-Qamar : 46, Al-A'raf : 147, Al-Hajj : 66-70
  10. ^ Surah Al-Baqarah : 130, Ali-Imran : 32-34, Muhammad : 8-9, At-Taubah : 62-68, Az-Zukhruf : 36-44, Al-Hajj : 51-57, Al-Ahqaf : 17-19, Al-Lail : 4-11
  11. ^ Surah Al-Baqarah : 124, Ali-Imran : 57, Al-Hajj : 3-14, Ar-Ra'd : 25-26, An-Nisa : 115-123, Al-Mu'min : 18-76, Al-Mujadilah : 5-6, Az-Zumar : 22-26, Al-Furqan : 11-31, Muhammad : 28-38, Al-A'raf : 43-45
  12. ^ Surah Asy-Syura : 8, Hadid : 20-21, Ali-Imran : 73-74, Ar-Rum: 5, Al-Insan : 29-31, Al-Hadid : 29, Al-Lail : 13, Asy-Syura : 17-19
  13. ^ Surah An-Nisa : 122-126, An-Nisa : 131-134, Ibrahim: 27, An-Nahl : 30, Al-Ahqaf 13-16, Az-Zukhruf : 33-35
  14. ^ Sefer Yūḇāl 24:6
  15. ^ Surah Al-Baqarah: 180-182
  16. ^ Surah An-Nahl : 41-42, An-Nisa : 122-126, Fussilat : 30-31
  17. ^ Surah Al-Baqarah : 268
  18. ^ Surah Al-Baqarah : 126, As-Saffat : 12-13, At-Taubah : 59, Ali-Imran : 176-178, Al-Mu'minun : 61, Muhammad : 8-9, An-Nahl : 106-109, Hud : 15-16, Al-Mu'min : 1-22, Asy-Syura 17-22
  19. ^ Surah Al-Kahfi : 54-59
  20. ^ Sefer Yūḇāl 27:4
  21. ^ Surah Qasas: 60-61, Yunus: 58, Az-Zukhruf: 32
  22. ^ Surah Al-Baqarah: 130, Al-Ankabut: 27
  23. ^ Surah Ali Imran: 93
  24. ^ Surah As-Saffat: 171-173, Al-Anfal : 29-30, Az-Zumar : 25-26, Fussilat : 30-31
  25. ^ Surah Al-Ahzab : 9-12, Muhammad: 1-2, Al-Anfal: 59-60, Al-Hajj: 38-41, Ali-Imran: 160, Al-Fath: 4-7, Al-Anfal: 12-14, Surah Ar-Rum : 58-60, Al-Muddatsir : 31
  26. ^ Testament of Levi 5:1-7
  27. ^ Surah Al-Hajj: 75-78
  28. ^ Surah At-Taubah : 62-70, Muhammad : 35-36
  29. ^ Sefer Yūḇāl 30
  30. ^ Surah Ibrahim: 13-15, Ibrahim: 18-20, An-Nur: 3, Muhammad : 7-15, Al-Imran: 146-151, Ali-Imran : 194-198, An-Nisa : 58-59, An-Nisa : 95-96, Al-Furqan : 67-76, An-Nisa : 74, Yunus : 62-64, Al-Baqarah : 216-218, Al-Anfal : 72-73, Yunus : 37-40, At-Taubah : 111-112
  31. ^ Surah An-Nisa : 77, Al-Fath : 20-24, Yunus : 13-14, Ali-Imran : 56, Al-Hajj : 43-48, Al-Anbiya : 7-19, Al-Ahzab : 22-27, Al-Anfal : 72-73
  32. ^ Sefer Hayashar 34:23
  33. ^ Surah An-Nur : 3, Muhammad : 7-15, At-Taubah : 71-72, Al-Isra : 32
  34. ^ THE TESTAMENTS OF THE TWELVE PATRIARCHS
  35. ^ Sefer Yūḇāl 30: 4
  36. ^ Sefer Yūḇāl 30: 24
  37. ^ Surah An-Nur : 23-26
  38. ^ Testament of Levi 6:8-7:3
  39. ^ Surah At-Taubah : 14, Al-Baqarah : 253, An-Nisa : 91, Al-Anfal : 17-18, Ar-Rum: 5, Al-Ahzab : 22-27, Al-Mu'minun : 51, An-Nisa : 76, An-Nisa : 135, Al-Anfal : 73
  40. ^ Surah Al-Buruj : 10-11, Al-Mujadilah : 22
  41. ^ Testament of Levi
  42. ^ Surah Al-Maidah : 39-40, Al-Furqan : 70-76, An-Nisa :17
  43. ^ Surah An-Nahl : 110, At-Taubah : 14-15, Muhammad : 11-12, Ar-Rum : 5-7, Al-Ahzab : 25-27, Al-Fath : 20-24, Al-Anfal : 12-14
  44. ^ Surah Al-Anfal 27-29, Al-Anbiya : 35, Al-Baqarah : 152-157, Al-Mu'minun: 55, An-Nahl : 110, Ibrahim : 46-47, Al-Baqarah : 214, At-Taghabun : 15-18, An-Nisa :17
  45. ^ Sefer Yūḇāl 32:17-20
  46. ^ Sefer Yūḇāl 31:32
  47. ^ Sefer Yūḇāl 31
  48. ^ Sefer Yūḇāl : 32
  49. ^ Surah Yusuf : 68
  50. ^ Sefer Yūḇāl 32:21-26
  51. ^ Surah An-Nisa : 32-33, Yusuf : 4-5
  52. ^ Surah Yusuf : 6
  53. ^ Surah Yusuf : 8-10
  54. ^ Surah Yusuf : 11-12
  55. ^ Surah Yusuf : 53
  56. ^ Surah Yusuf : 11-14
  57. ^ Surah Yusuf : 17-18
  58. ^ Surah Al-Baqarah : 155-157, An-Nisa : 175, Hud : 9-11, Yusuf : 18, Yusuf : 67, Yusuf : 83, An-Nahl : 110, Az-Zumar : 10
  59. ^ Surah Yusuf : 62-68
  60. ^ Surah Yusuf : 86-87
  61. ^ Surah Yusuf : 93-96
  62. ^ Surah Yusuf : 91-92
  63. ^ Surah Yusuf : 97-98
  64. ^ Surah Al-Baqarah: 180-182
  65. ^ Surah Al-Baqarah : 133
  66. ^ The Testaments of the Twelve Patriarchs
  67. ^ Surah Yusuf : 24
  68. ^ Surah Yusuf : 55
  69. ^ Surah Shaad : 45-47, Al-An'am : 83-84, Maryam : 49-50, Al-Anbiya' : 72-73, Al-'Ankabut : 27
  70. ^ Surah Al-Baqarah : 122, Al-Baqarah : 40, Al-A'raf : 140, Al-Jatsiyah : 16
  71. ^ Surah Al-Imran: 93, Maryam: 58