Lompat ke isi

Plompong, Sirampog, Brebes

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Plompong
Peta lokasi Desa Plompong
Peta lokasi Desa Plompong
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenBrebes
KecamatanSirampog
Kode pos
52272
Kode Kemendagri33.29.05.2012 Edit nilai pada Wikidata
Luas6000 Ha
Jumlah penduduk11000
Kepadatan1/100 M2

Plompong adalah sebuah desa di kecamatan Sirampog, Brebes, Jawa Tengah, Indonesia. Desa Plompong ini bisa ditempuh dari kota terdekat, yaitu Bumiayu yang terletak di ruas jalan antara Tegal dan Purwokerto. Dari Bumiayu jaraknya sekitar 10 km ke arah timur. Untuk mencapai desa ini bisa ditempuh dari 2 jalur. Yang pertama dari Bumiayu melalui Desa Langkap dan Cilibur. Dan yang kedua dari Bumiayu melalui Desa Benda dan Manggis, Kaliloka. Dari Bumiayu sepanjang 7 km jalannya cukup lebar dan halus. Tetapi setelah sampai Desa Manggis sepanjang 3 km menuju desa ini, jalannya sempit dan kasar, sehingga mobil sangat sulit mencapai lokasi. Sangat terkesan desa ini luput dari perhatian dan dianaktirikan oleh Pemerintah. Apalagi jembatan utama yang menuju desa ini pernah hancur dilanda banjir bandang beberapa waktu yang lalu. Desa yang satu ini terletak di lereng sebelah barat dari Gunung Slamet yang masih menyimpan aktifitas vulkanik. Topografinya berbukit-bukit dan bergelombang karena terletak di pegunungan, dengan kondisi jalan masih kurang bagus. Ketinggian antara 500 sampai 800 m dpl. Pemandangan alamnya masih cukup asri. Sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Ada juga sebagai pedagang, wiraswasta, buruh, dan pegawai. Banyak pula yang merantau ke luar daerah, terutama ke wilayah Jabodetabek.

Sejarah

Dalam sejarah, desa ini sewaktu zaman kolonial Belanda sudah cukup dikenal. Banyak pejuang kemerdekaan yang lahir dari desa ini. Sewaktu penjajahan Jepang, penderitaan penduduk sangat parah. Makanya bangkitlah semangat patriotisme dari para nenek moyang yang hidup di kala itu untuk melawan penjajah. Dalam masa-masa agresi militer Belanda, desa ini juga menjadi ajang pertempuran yang konon cukup sengit. Rakyat mengungsi karena ketakutan dan khawatir menjadi korban, menuju hutan-hutan di perbukitan yang saat itu masih sangat lebat. Bahkan penduduk dari desa lain juga banyak yang mengungsi di wilayah desa ini. Ketika muncul pemberontakan DI/TII pada tahun 1950-an, desa ini menjadi wilayah operasi militer yang intensif, karena menjadi tempat persembunyian beberapa anggota. Namun, desa ini tetap menyimpan berbagai kisah perjuangan patriotik dan heroik dari para penduduknya pada masa yang lalu.

Geografis

Sebelah utara berbatasan dengan Desa Mlayang dan Desa Manggis, sebelah Barat dengan Desa Benda dan Desa Adisana, sebelah selatan dengan Desa Cilibur, sebelah timur dengan Desa Wanareja, dan Desa Sridadi. Terdapat sebuah aliran sungai yang cukup fenomenal, karena selalu keruh dan ketika musim hujan alirannya cukup deras dan menakutkan, yaitu Sungai Keruh. Di bagian timur desa terdapat sebuah puncak bukit yang bentuknya sangat unik, seperti tumpeng nasi. Disebut dengan Gunung Sumping. Terdapat tugu sebagai penanda Titik Triangulasi di puncaknya yang banyak ditumbuhi pepohonan jenis bambu. Dari puncak bukit yang tinggi ini bisa dilihat pemandangan ke berbagai penjuru yang sangat eksotis dan menakjuban. Kita bisa menyaksikan perkampungan penduduk, hamparan sawah, kebun, lembah, hutan, dan sungai-sungai yang berkelok-kelok di kejauhan.

Walaupun desa ini cukup terisolasi karena kondisi dan akses jalan yang tidak bagus, tetapi dalam hal pendidikan perlu mendapat acungan jempol. Di sini terdapat beberapa TK/RA/ABA, SD, MI, dua MTs, dua SMK, satu MA, dan dua pondok pesantren. Banyak sudah warga yang berpendidikan tinggi. Dalam hal adat-istiadat masih menerapkan budaya lokal yang arif dan kental dengan nuansa agama Islam.

Wilayah administrasi

Desa ini terdiri dari beberapa pedukuhan, yang beberapa di antaranya mempunyai nama yang unik, yaitu:

  1. Plompong Krajan sebagai "ibu kota" dan pusat kegiatan pemerintahan dan pendidikan
  2. Kedung Benter
  3. Cirendu (Tjirendoe)
  4. Pucung Lancar (Poetjoeng Lantjar)
  5. Pring Jajar (Pring Djadjar)
  6. Gempong
  7. Blok Ceper (Blok Tjeper)
  8. Ciku Kidul (Tjikoe Kidoel)
  9. Ciku Lor (Tjikoe Lor)
  10. Karang Mangu (Karang Mangoe)
  11. Legok Kenang
  12. Karang Kemiri
  13. Karang Gedang
  14. Cilontar (Tjilontar)
  15. Sorangan
  16. Ciranggon (Tjiranggon)
  17. Dukuh Ares (Doekoeh Ares)
  18. Monggor
  19. Luwung (Loewoeng)
  20. Gunung Sumping (Goenoeng Soemping)
  21. Sigedong

Pemerintahan

Kepala Desa yang pernah memimpin di desa ini adalah: H. Zaenul Muttaqin (Kepala Desa yang legendaris), Suhaemi, H. Nasucha, H. Bajuri, H. Syaefullah, Ihya Ulumuddin, S.Pd.I., dan sekarang Ahmad Fathoni. Pertanian di desa ini cukup berkembang, walaupun sekarang kondisi saluran irigasinya banyak yang rusak. Produksi utama adalah padi, yang cukup terkenal karena berasnya jika dimasak menjadi nasi yang amat "pulen" dan lezat. Juga menghasilkan sayuran. Banyak terdapat sumber mata air, walaupun debitnya relatif kecil, namun di samping digunakan penduduk setempat juga digunakan untuk desa tetangga.

Pembagian Wilayah Administrasi/Pedukuhan

Desa ini terdiri dari banyak pedukuhan, yang beberapa diantaranya mempunyai nama yang unik, yaitu: (1) Plompong Krajan sebagai "ibukota" dan pusat kegiatan pemerintahan dan pendidikan; (2) Kedung Benter; terletak di sebelah barat Plompong krajan, merupakan "pintu masuk" ke desa Plompong dari arah desa Manggis. (3) Cirendu; lokasinya di sebelah selatan Plompong Krajan. (4) Pucung Lancar; berada di sebelah barat daya Plompong Krajan, barat Cirendu. (5) Pring Jajar; terletak di sebelah barat Plompong Krajan, utara Pucung Lancar, berbatasan dengan Desa Adisana. (6) Gempong; lokasinya di ujung barat daya desa, berbatasan dengan Desa Cilibur. (7) Dukuh Ceper; pedukuhan kecil di sebelah barat Pucung lancar. (8) Ciku Kidul; atau disebut juga Ciku I, terletak di tenggara Cirendu. (9) Ciku Lor; atau disebut juga Ciku II, terletak di sebelah utara Ciku I, di selatan karang Kemiri. (10)Karang Mangu; berada di sebelah timur Plompong Krajan. Ada dua Karang Mangu Kidul, dan Karang Mangu Lor. (11)Legok Kenang; berada tepat di sebelah timur karang Mangu Kidul. (12)Karang Kemiri; berlokasi di sebelah selatan Legok Kenang. (13)Karang Gedang; pedukuhan ini berada di bawah kaki Gunung Monggor, sebelah timur Legok Kenang. (14)Cilontar/Sorangan; lokasinya berada di sebelah selatan Cirendu, berbatasan dengan Desa cilibur. (15)Dukuh Ares; Pedukuhan kecil ini berada di puncak Gunung Monggor, di sebelah utara Dukuh Ares, diatas Karang Gedang. (16)Monggor; pedukuhan ini berada di sebelah timur Ciku II. (17)Luwung; Luwung berada di sebelah timur Dukuh Ares. (18)Gunung Sumping; pedukuhan yang lokasinya paling timur dan paling tinggi ini berada di sebelah utara Luwung. Sebenarnya masih ada kelompok-kelompok permukiman penduduk yang relatif kecil dan terpencar, namun belum memiliki nama/ sebutan resmi.

Fauna dan Flora

Sampai dengan tahun 1980-an di wilayah perbukitan yang masih berhutan, masih hidup dan mudah dijumpai berbagai binatang liar, seperti harimau jawa, macan kumbang, rusa/ kijang, babi hutan, ular besar, kucing hutan, burung elang, dan alap-alap, dan banyak spesies burung lainnya. Namun setelah terjadi penjarahan hutan yang membabi buta mulai tahun 1997, habitat binatang tersebut rusak. Akibatnya saat ini binatang-binatang tersebut sirna, dan sebagian berpindah ke wilayah yang lebih tinggi karena di sana hutannya masih cukup lebat. Fauna yang sekarang masih hidup di alam terutama dari golongan binatang melata, seperti: berbagai jenis ular, biawak, dan berbagai jenis kadal.kelompok mamalia, seperti: landak, musang/luwak, lenggarangan,lingsang,kemudian berbagai jenis burung. Binatang peliharaan penduduk meliputi ayam, itik, mentok, kambing, sapi, dan kerbau.

Flora yang tumbuh umumnya khas daerah semi-pegunungan. Pinus, mahoni, waru, surya, lamtoro, petai, nangka, dadap, kelapa, dan lain-lain. Tanaman budidaya umumnya padi, jagung, singkong, dan aneka sayur-sayuran. Sampai tahun 1990-an, areal perbukitan masih ditutupi oleh hutan yang cukup lebat, terdiri dari hutan pinus milik Perhutani, dan hutan hujan tropis.

Pemerintahan

Kepala Desa yang pernah memimpin di desa ini adalah: H. Zaenul Muttaqin (Kepala Desa yang legendaris), Suhaemi, H. Nasucha, H. Bajuri, H. Syaefullah, Ihya Ulumuddin, S.Pd.I., dan sekarang M. Fathony.

Pertanian

Pertanian di desa ini cukup berkembang, walaupun sekarang kondisi saluran irigasinya banyak yang rusak. Produksi utama adalah padi, yang cukup terkenal karena berasnya jika dimasak menjadi nasi yang amat "pulen" dan lezat. Juga menghasilkan sayuran. Banyak terdapat sumber mata air, walaupun debitnya relatif kecil, namun disamping cukup digunakan penduduk setempat juga digunakan untuk desa tetangga.

Pendidikan

Walaupun desa ini cukup terisolir karena kondisi dan akses jalan yang tidak bagus, tetapi dalam hal pendidikan perlu mendapat acungan jempol. Di sini terdapat beberapa TK/RA/ABA, SD, MI, 2 MTs, 2 SMK, 1 MA, dan 2 pondok pesantren. Banyak sudah warga yang berpendidikan tinggi. Dalam hal adat istiadat masih menerapkan budaya lokal yang arif dan kental dengan nuansa agama Islam.

Iklim

Dengan ketinggian tempat berkisar antara 500 - 900 meter dpal, maka suhu udara relatif sejuk, terutama pada malam hari. Namun dengan semakin berkurangnya luasan lahan bervegetasi hutan, kian bertambahnya jumlah penduduk dan makin meluasnya areal permukiman, mengakibatkan suhu pada siang hari terasa lebih panas. Curah hujan tergolong tinggi, dengan intensitas dominan terjadi antara bulan November sampai April. Bulan Mei sampai Oktober biasanya berlangsung musim kemarau, walaupun masih sesekali turun hujan.

Sejarah

Dalam sejarah, desa ini sewaktu zaman kolonial Belanda sudah cukup dikenal. Banyak pejuang kemerdekaan yang lahir dari desa ini. Sewaktu penjajahan Jepang, penderitaan penduduk sangat parah. Makanya bangkitlah semangat patriotisme dari para nenek moyang yang hidup di kala itu untuk melawan penjajah. Dalam masa-masa agresi militer Belanda, desa ini juga menjadi ajang pertempuran yang konon cukup sengit. Rakyat mengungsi karena ketakutan dan khawatir menjadi korban, menuju hutan-hutan di perbukitan yang saat itu masih sangat lebat. Bahkan penduduk dari desa lain, termasuk dari Bumiayu, juga banyak yang mengungsi di wilayah desa ini. Ketika muncul peristiwa DI/TII pada tahun 1950-an, desa ini menjadi wilayah operasi militer yang intensif, karena menjadi tempat persembunyian beberapa anggota. Kondisi geografis yang bergunung dan berhutan lebat, menjadi salah satu alasan mengapa dijadikan tempat persembunyian mereka. Namun, desa ini tetap menyimpan berbagai kisah perjuangan patriotik dan heroik dari para penduduknya pada masa yang lalu. Dan akan terwariskan kepada generasi penerus selanjutnya. Salam. (Aziz Iqbal, anake Alm. Bapak H. Maktubi Noer dan Ibu Hj. Siti Torisah, Plompong Krajan).

Referensi

Pranala luar