Kabupaten Lamongan
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Kabupaten Lamongan | |
---|---|
Daerah tingkat II | |
Motto: Memayu Raharjaning Praja | |
Koordinat: 7°07′S 112°25′E / 7.12°S 112.42°E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jawa Timur |
Tanggal berdiri | - |
Dasar hukum | - |
Ibu kota | Lamongan |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Bupati | H.Masfuk, SH |
• Wakil Bupati | H.tsalis fahami |
Luas | |
• Total | 1,812,80 km² km2 (Formatting error: invalid input when rounding sq mi) |
Populasi | |
• Total | 1,365,402 (31 mei 2.005) |
• Kepadatan | 682/km2 (1,770/sq mi) |
Demografi | |
Zona waktu | UTC+07:00 (WIB) |
Kode BPS | |
Kode area telepon | 0322 |
Kode Kemendagri | 35.24 |
DAU | Rp. - |
Situs web | www.lamongankab.go.id |
Kabupaten Lamongan, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Lamongan. Kabupaten ini berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Gresik di timur, Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Jombang di selatan, serta Kabupaten Bojonegoro dan Kabupaten Tuban di barat.
Pembagian administrasi
Kabupaten Lamongan terdiri atas 27 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Lamongan.
Geografi
Lamongan merupakan salah satu kabupaten yang terletak di pantai utara Jawa Timur. Sebagian kawasan pesisir berupa perbukitan. Formasi ini merupakan kelanjutan dari rangkaian Pegunungan Kapur Utara. Di bagian tengah terdapat dataran rendah dan bergelombang, dan sebagian tanah berawa. Di bagian selatan terdapat pegunungan, yang merupakan ujung timur dari Pegunungan Kendeng. Bengawan Solo mengalir di bagian utara.
Sejarah
SEJARAH HARI JADI LAMONGAN
DENGAN RACHMAD ALLAH TUHAN YANG MAHA ESA.
RAKYAT DAN PEMERINTAH DERAH TINGKAT II LAMONGAN TELAH BERHASIL MENEMUKAN HARI JADI LAMONGAN, YAITU PADA HARI KAMIS PAHING TANGGAL 10 DZULHIJAH TAHUN 976 HIJRIYAH, ATAU HARI KAMIS PAHING TANGGAL 26 MEI 1569 MASEHI.
BAHWA SESUNGGUHNYA HARI JADI ATAU HARI KELAHIRAN LAMONGAN TERSEBUT DIAMBIL DAN DITETAPKAN DARI HARI DAN TANGGAL DIWISUDANYA ADIPATI LAMONGAN YANG PERTAMA, YAITU TUMENGGUNG SURAJAYA.
Waktu mudanya bernama Hadi, karena mendapatkan pangkat rangga, maka ia lalu disebut Ranggahadi. Ranggahadi kemudian juga bernama mBah Lamong, yaitu sebutan yang diberikan oleh rakyat daerah ini. Karena Ranggahadi pandai Ngemong Rakyat, pandai membina daerah dan mahir menyebarkan ajaran agama Islam serta dicintai oleh seluruh rakyatnya, dari asal kata mbah Lamong inilah kawasan ini lalu disebut Lamongan. Adapun yang mewisuda Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama, tidak lain adalah Kanjeng Sunan Giri IV yang bergelar Sunan Prapen. Wisuda tersebut bertepatan dengan hari pasamuan agung yang diselenggarakan di Puri Kasunanan Giri di Gresik, yang dihadiri oleh para pembesar yang sudah masuk agama Islam dan para Sentana Agung Kasunanan Giri. Pelaksanaan Pasamuan Agung tersebut bertepatan dengan peringatan Hari Besar Islam yaitu Idhul Adha tanggal 10 Dzulhijjah. Berbeda dengan daerah-daerah Kabupaten lain khususnya di Jawa Timur yang kebanyakan mengambil sumber dari sesuatu prasasti, atau dari suatu Candi dan dari peninggalan sejarah yang lain, tetapi hari lahir lamongan mengambil sumber dari buku wasiat. Silsilah Kanjeng Sunan Giri� yang ditulis tangan dalam huruf Jawa Kuno/Lama yang disimpan oleh Juru Kunci Makam Giri di Gresik. Almarhum Bapak Muhammad Baddawi di dalam buku tersebut ditulis, bahwa diwisudanya Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan dilakukan dalam pasamuan agung di Tahun 976 H. Yang ditulis dalam buku wasiat tersebut memang hanya tahunnya saja, sedangkan tanggal, hari dan bulannya tidak dituliskan. Oleh karena itu, maka Panitia Khusus Penggali Hari Jadi Lamongan mencari pembuktian sebagai dasar yang kuat guna mencari dan menetapkan tanggal, hari dan bulannya. Setelah Panitia menelusuri buku sejarah, terutama yang bersangkutan dengan Kasunanan Giri, serta Sejarah para wali dan adat istiadat di waktu itu, akhirnya Panitia menemukan bukti, bahwa adat atau tradisi kuno yang berlaku di zaman Kasunanan Giri dan Kerajaan Islam di Jawa waktu itu, selalu melaksanakan pasamuan agung yang utama dengan memanggil menghadap para Adipati, Tumenggung serta para pembesar lainnya yang sudah memeluk agama Islam. Pasamuan Agung tersebut dilaksanakan bersamaan dengan Hari Peringatan Islam tanggal 10 Dzulhijjah yang disebut Garebeg Besar atau Idhul Adha. Berdasarkan adat yang berlaku pada saat itu, maka Panitia menetapkan wisuda Tumenggung Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama dilakukan dalam pasamuan agung Garebeg Besar pada tanggal 10 Dzulhijjah Tahun 976 Hijriyah. Selanjutnya Panitia menelusuri jalannya tarikh hijriyah dipadukan dengan jalannya tarikh masehi, dengan berpedoman tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriyah jatuh pada tanggal 16 Juni 622 Masehi, akhirnya Panitia Menemukan bahwa tanggal 10 Dzulhijjah 976 H., itu jatuh pada Hari Kamis Pahing tanggal 26 Mei 1569 M. Dengan demikian jelas bahwa perkembangan daerah Lamongan sampai akhirnya menjadi wilayah Kabupaten Lamongan, sepenuhnya berlangsung di jaman keislaman dengan Kasultanan Pajang sebagai pusat pemerintahan. Tetapi yang bertindak meningkatkan Kranggan Lamongan menjadi Kabupaten Lamongan serta yang mengangkat/mewisuda Surajaya menjadi Adipati Lamongan yang pertama bukanlah Sultan Pajang, melainkan Kanjeng Sunan Giri IV. Hal itu disebabkan Kanjeng Sunan Giri prihatin terhadap Kasultanan Pajang yang selalu resah dan situasi pemerintahan yang kurang mantap. Disamping itu Kanjeng Sunan Giri juga merasa prihatin dengan adanya ancaman dan ulah para pedagang asing dari Eropa yaitu orang Portugis yang ingin menguasai Nusantara khususnya Pulau Jawa. Siapakah sebenarnya Tumenggung Surajaya itu ? didepan sudah diungkapkan nama kecil Tumenggung Surajaya adalah Hadi yang berasal dari dusun Cancing yang sekarang termasuk wilayah Desa Sendangrejo Kecamatan Ngimbang Kabupaten Lamongan. Sejak masih muda Hadi sudah nyuwito di Kasunanan Giri dan menjadi seorang santri yang dikasihi oleh Kanjeng Sunan Giri karena sifatnya yang baik, pemuda yang trampil, cakap dan cepat menguasai ajaran agama Islam serta seluk beluk pemerintahan. Disebabkan pertimbangan itu akhirnya Sunan Giri menunjuk Hadi untuk melaksanakan perintah menyebarkan Agama Islam dan sekaligus mengatur pemerintahan dan kehidupan Rakyat di Kawasan yang terletak di sebelah barat Kasunanan Giri yang bernama Kenduruan. Untuk melaksanakan tugas berat tersebut Sunan Giri memberikan Pangkat Rangga kepada Hadi. Ringkasnya sejarah, Rangga Hadi dengan segenap pengikutnya dengan naik perahu melalui Kali Lamong, akhirnya dapat menemukan tempat yang bernama Kenduruan itu. Adapu kawasan yang disebut Kenduruan tersebut sampai sekarang masih ada dan tetap bernama Kenduruan, berstatus Kampung di Kelurahan Sidokumpul wilayah Kecamatan Lamongan. Di daerah baru tersebut ternyata semua usaha dan rencana Rangga Hadi dapat berjalan dengan mudah dan lancar, terutama di dalam usaha menyebarkan Agama Islam,mengatur pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Pesantren untuk menyebar Agama Islam peninggalan Rangga Hadi sampai sekarang masih ada.
Pemimpin Lamongan
SEJARAH KEPALA DAERAH LAMONGAN
Sejak masih berbentuk Kranggan hingga kini menjadi kabupaten, dari tahun 1543 hingga tahun 2005, Lamongan sudah dipimpin oleh 41 kepala daerah. Mulai dari sebutan Rangga, Tumenggung, Adipati hingga Bupati.
Rangga Aboe Amin merupakan awal sejarah kepemimpinan Lamongan pada tahun 1543-1556.
Rangga Hadi adalah pemegang tampuk kepemimpinan berikutnya pada tahun 1556-1569.
Tahun 1569 Lamongan berganti status menjadi Katuranggan. Tumenggung Surajaya diangkat sebagai Adipati Lamongan pertama dengan masa kepemimpinan tahun1569-1607 dan tanggal 26 Mei 1569 ditetapkan sebagai Hari Jadi lamongan. Tumenggung Surajaya disebut juga mbah Lamong, dari sinilah asal nama kota Lamongan.
Raden Pandji Adipati Keling meneruskan kepemimpinan selanjutnya pada tahun 1607-1640.
Hingga tahun 1862, Lamongan dipimpin oleh Raden Pandji antara lain Raden Panji Poespokoesoemo, Raden Panji Soerengrono dan Raden Panji Dewa Kaloran.
Tumenggung Todjojo memimpin Lamongan pada tahun 1682-1690. Selanjutnya diteruskan oleh Tumenggung Onggobojo, Tumenggung Kertoadinegoro, Tumenggung Wongsoredjo, Tumenggung tjitrosono dan Tumenggung Djojodirjo.
Tahun 1761-1776 adalah masa pemerintahan Adipati Sosronegoro, dimana Belanda menancapkan kekuasaannya.
Hingga tahun 1824 Lamongan memiliki dua Tumenggung yaitu Tumenggung Wongsodinegoro dan Tumenggung Mangundinegoro. Pada tahun ini pula Lamongan masuk ke dalam Karesidenan Gresik.
Adipati Ardjodinegoro memerintah pada tahun 1824-1856. Dilanjutkan oleh RT Tjokro Poerbonegoro tahun 1856-1863 dan RT Kromo Djojo Adinegoro tahun 1863-1866 dan diganti oleh RT Kromo Djojo Adirono tahun 1866-1885. Pada tahun 1867 lamongan beralih menjadi bagian Karesidenan Surabaya.
Tahun 1885-1908, R Adipati Djojo Dirono memerintah. Tampuk kepemimpinan kembali dipegangnya pada tahun 1908-1937. Karena keberhasilannya membangun rel kereta api, sekolah dan rumah sakit gelarnya dinaikkan menjadi Raden Adipati Aryo Djojo Adinegoro.
Kepemimpinan selanjutnya dipegang olehRaden Tumenggung Moerid Tjokronegoro pada tahun 1937-1942.
Setelah itu pemerintaha Lamongan dijabat oleh bupati-bupati yang merupakan pejuang kemerdekaan yaitu Tjokro Soedirjo, R soekadji, Abdul Hamid Soerjosapoetro, Waskito, Soepardan, Ali Afandy dan Raden Ismail.
Pada tahun 1960-1969, masa bupati Soeparngadi memasuki era peralihan ke orde baru. Bupati ini berupaya menata pemerintahan hingga hingga tingkat desa. Selanjutnya Chasinoe melanjutkan pemerintahan pada tahun 1969-1979.
Pada masa pemerintahan bupati Sutrisno Sudirjo, masalah pendidikan mulai menjadi perhatian yakni pada tahun 1979-1984.
Tahun 1984-1989 bupati Moch. Syafii memerintah dengan pendekatan secara keagamaan terhadap warganya.
Kepemimpinan selama 10 tahun kemudian diambil alih oleh bupati Moch. Faried pada tahun 1989-1999 yang cukup terkenal dengan kehumasan.
Tahun 2000-2005 merupakan bupati terakhir yang dipilih secara langsung. Masfuk melakukan pembangunan fisik daerah dengan memperbaiki jalan, sarana penerangan, pariwisata dan transportasi serta mengangkat persepakbolaan di Lamongan.
Transportasi
Kabupaten Lamongan dilintasi jalur utama pantura yang menghubungkan Jakarta-Surabaya, yakni sepanjang pesisir.Jalan ini sendiri melewati kecamatan Paciran yang memiliki banyak tempat pariwisata. Kota Lamongan sendiri juga dilintasi jalur Surabaya-Cepu-Semarang. Babat merupakan persimpangan antara jalur Surabaya-Semarang dengan jalur Malang-Jombang-Tuban.
Lamongan juga dilintasi jalur kereta api lintas utara Pulau Jawa. Stasiun terbesarnya adalah di kota Lamongan dan Babat.
Ekonomi
Pertanian merupakan sektor perekonomian yang dominan di Kabupaten Lamongan. Daerah pesisir merupakan kawasan nelayan dan tambak. Lamongan termasuk salah satu kabupaten yang tergabung dalam kawasan perkembangan Gerbangkertosusila.
Pariwisata
Lamongan memiliki sejumlah obyek wisata menarik. Di daerah pantai terdapat obyek wisata Monumen Van der Wijck Waduk Gondang Pantai Tanjung Kodok dan Wisata Bahari Lamongan/Jatim Park-2. Gua Maharani terletak di Kecamatan Paciran, di tepi jalur utama pantura (jalan Raya Daendels dengan sebutan jalan Anyer - Panarukan), merupakan gua kapur yang sangat indah. Tak jauh dari Gua Maharani, terdapat Makam Sunan Drajat dan Makam Sunan Sendang Duwur, yakni penyebar agama Islam di Pulau Jawa. Kedua makam tersebut memiliki arsitektur yang sangat dipengaruhi oleh Majapahit. Di dekat kompleks makam terdapat Museum Sunan Drajat.
Rupa-rupa
Lamongan dikenal memiliki makanan khas, yang cukup populer dan dapat dijumpai di berbagai daerah di Jawa Timur, misalnya Soto Lamongan Nasi Boranan dan Tahu campur lamongan. Wingko Babat adalah makanan ringan khas dari Babat.Selain itu ada makanan khas dari daerah Paciran yang disebut dengan Jumbreg, selain Jumbreg Paciran juga merupakan daerah penghasil buah siwalan muda yang biasa disebut Ental.