Lompat ke isi

Republik Demokratik Afganistan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Republik Demokratik Afganistan (1979–87)
جمهوری دمکراتی افغانستان    (Dari)
دافغانستان دمکراتی جمهوریت    (Pashto)

Republik Afganistan (1987–92)
جمهوری افغانستان  (Dari)
د افغانستان جمهوریت    (Pashto)

1978–1992
Lagu kebangsaanMillī Surūd
ملي سرود
"Lagu Kebangsaan"
Lokasi Afganistan
Ibu kotaKabul
Bahasa yang umum digunakanDari
Pashto
Agama
Islam
PemerintahanNegara satu partai sosialis (1979–87)
Negara Islam (1987–92)
Sekretaris Jenderal 
• 1978–1979
Nur Muhammad Taraki
• 1986–1992
Mohammad Najibullah
Kepala Negara 
• 1978–1979
Nur Muhammad Taraki
• 1992
Abdul Rahim Hatif
Perdana Menteri 
• 1978–1979
Nur Muhammad Taraki
• 1990–1992
Fazal Haq Khaliqyar
LegislatifDewan Revolusi
Era SejarahPerang Dingin
27–28 April 1978
• Didirikan
30 April 1978
27 Desember 1979
• Tentara Soviet keluar
15 Februari 1989
28 April 1992
Luas
1992647.500 km2 (250.000 sq mi)
Populasi
• 1992
13811900
Mata uangAfghani (AFA)
Kode ISO 3166AF
Didahului oleh
Digantikan oleh
Republik Afganistan
Negara Islam Afganistan
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Selama masa pemerintahan rezim komunis (1978-1992), Afganistan dikenal dengan dua nama: Republik Demokratik Afganistan (bahasa Dari: جمهوری دمکراتی افغانستان; Jumhūri-ye Dimukrātī-ye Afġānistān; bahasa Pashtun: دافغانستان دمکراتی جمهوریت, Dǝ Afġānistān Dimukratī Jumhūriyat, 1978-1987), dan Republik Afganistan (bahasa Dari: جمهوری افغانستان; Jumhūrī-ye Afġānistān; bahasa Pashtun: د افغانستان جمهوریت, Dǝ Afġānistān Jumhūriyat, 1987-1992).

Partai Demokrasi Rakyat Afganistan berhasil merebut kekuasaan dari Presiden Mohammad Daoud Khan dalam Revolusi Saur pada 27 April 1978. Setelah kudeta itu, Nur Muhammad Taraki menjadi kepala negara dan pemerintahan pada 30 April 1978. Taraki dan Hafizullah Amin, yang merupakan pengorganisir revolusi, memperkenalkan sejumlah pembaharuan sosial seperti hak-hak perempuan dan reformasi tanah. Namun, kemudian terjadi perebutan kekuasaan atara dua faksi PDRA: Khalq yang dipimpin Taraki dan Amin melawan Parcham yang dipimpin Babrak Karmal. Hasilnya adalah kemenangan Khalq, dan anggota faksi Parcham ditendang dari partai atau diasingkan ke Uni Soviet. Setelah kemenangan Khalq terjadi lagi perebutan kekuasaan antara Taraki dan Amin, dimana Taraki kemudian berhasil dibunuh oleh Amin. Namun rezim Amin tidak disukai rakyat dan Uni Soviet. Pada akhirnya, Uni Soviet menginvasi Afganistan pada 27 Desember 1979 dan membunuh Amin.

Penggantinya adalah Babrak Karmal (berkuasa 1979-1986). Di masa kepemipinannya terjadi Perang Uni Soviet melawan mujahidin di negara itu. Perang tersebut mengakibatkan banyak korban berjatuhan, juga lautan pengungsi yang mengungsi ke Pakistan dan Iran. Sebuah hukum dasar, Prinsip Fundamental diperkenalkan pemerintah pada April 1980, dan sejumlah politikus non-PDRA diizinkan menduduki jabatan di pemerintahan untuk meningkatkan dukungan terhadap pemerintah. Namun usaha tersebut gagal, dan pada tahun 1986 ia diganti oleh Mohammad Najibullah.

Najibullah membuat kebijakan baru, yaitu Rekonsiliasi Nasional dengan pihak oposisi, memperkenalkan konstitusi baru dan menyelenggarakan pemilu demokratis di tahun 1988 (yang diboikot oleh mujahidin). Setelah tentara Soviet meninggalkan Afganistan, perlawanan terhadap Najibullah semakin meningkat. Pemerintah akhirnya membuat konstitusi baru di tahun 1990 yang menyatakan Afganistan sebagai republik Islam, dan PDRA ditransformasikan menjadi Partai Watan. Di medan pertempuran pemerintah berhasil mengalahkan pihak oposisi bersenjata seperti dalam Pertempuran Jalalabad. Namun, karena pihak oposisi semakin kuat, masalah internal, upaya kudeta yang dilancarkan oleh faksi Khalq pada 1990 dan pembubaran Uni Soviet, rezim komunis dan Kabul jatuh ke tagan mujahidin pada April 1992.

Sejarah

Revolusi Saur dan Taraki: 1978–1979

Mohammad Daoud Khan, Presiden Republik Afganistan dari tahun 1973-1978, berhasil digulingkan dalam Revolusi Saur setelah kematian Mir Akbar Khyber, seorang politikus faksi Parcham Partai Demokrasi Rakyat Afganistan (PDRA) yang misterius.[1] Hafizullah Amin (dari faksi Khalq), merupakan otak dari kudeta itu.[2] Nur Muhammad Taraki, pemimpin faksi Khalq, menjadi Ketua Presidium Dewan Revolusi, Ketua Dewan Menteri. Ia juga mempertahakan jabatannya sebagai ketua Komite Pusat PDRA.[3] Babrak Karmal, ketua faksi Parcham diangkat sebagai Wakil Ketua Dewan Revolusi [4] dan Wakil Ketua Dewan Menteri, Amin sebagai Wakil Ketua Dewan Menteri [5] dan Menteri Luar Negeri [3] serta Mohammad Aslam Watanjar sebagai wakil Dewan Menteri.[6] Pengangkatan Karmal, Amin dan Watanjar sebagai wakil Dewan Menteri membuat pemerintahan tidak stabil karena anggota faksi Khalq bertanggungjawab kepada Amin, anggota faksi Parcham bertanggung jawab kepada Karmal dan para tentara bertanggung jawab kepada Watanjar.[7]

Konflik pertama antara Khalq dan Parcham terjadi saat adanya keinginan untuk memberikan keanggotaan kepada para kepala militer yang mendukung revolusi keanggotaan di Komite Pusat. Amin yang sebelumnya bertentangan dengan ide itu, kini berbalik mendukungnya. Politburo PDRA menyetujui rencana itu. Pemenangnya, kaum Khalq, lalu menggambarkan kaum Parcham sebagai seorang oportunis (menurut mereka, faksi Parcham hanya "ikut-ikutan" dalam revolusi). Taraki juga ikut menganggap istilah "Parcham" identik dengan faksionalisme.[8] Tiga bulan setelah revolusi, pada 27 Juni, Amin berusaha untuk mengakali faksi Parcham dari pertemuan Komite Pusat.[9] Upaya itu dilakukan dengan memberikan kewenangan total kepada Khalq untuk menyusun dan menentukan kebijakan. Kemudian, setelah Karmal diasingkan ke luar negeri, rencana kudeta faksi Parcham terbongkar. Terbongkarnya rencana itu membuat adanya pembersihan massal kaum Parcham dari partai, dan duta besar dari faksi Parcham diminta pulang (kebanyakan tidak menurutinya, seperti Karmal dan Mohammad Najibullah).[10]

Dalam masa pemerintahannya, Taraki dan pemimpin PDRA lainnya memperkenalkan sejumlah kebijakan revolusioner Marxisme, yang bertentangan dengan kebudayaan Afganistan serta kekuatan lokal. Kebijakan itu seperti adanya reformasi pertanahan yang tidak populer, dimana tanah diambil secara paksa oleh pemerintah tanpa ganti rugi (akibatnya hasil pertanian menurun)[11], pelarangan kawin paksa dan kebijakan adanya perempuan di pemerintahan. Akibatnya, muncul penolakan publik yang besar, yang pada akhirnya menyebabkan perang saudara Afganistan[12]. Kekuasaannya yang tidak kuat, juga disebabkan sejarah masyarakat Afganistan yang memang menetang pemerintahan terpusat[13]. Mengetahui penolakan itu, Taraki berusaha untuk menghentikan program-program tersebut.[14].

Hafizullah Amin dan Uni Soviet: 1979

Berkas:Hafizullah Amin.jpg
Amin memimpin Afganistan dalam waktu 104 hari.

Meskipun hubungan Amin dan Taraki awalnya sangat dekat, seperti Amin misalnya memberi gelar-gelar dan menciptakan pemujaan kepribadian terhadap Taraki, namun dalam waktu cepat, hubungan keduanya memburuk. Penyebab dari keretakan hubungan Taraki adalah Amin yang merasa tidak diperhatikan Taraki, yang menurutnya sudah berpikir semaunya sendiri dan tidak mau mendengarkan sarannya. Seiring makin memburuknya hubungan mereka, mereka berdua berusaha memperebutkan kekuasaan atas Angkatan Darat Afganistan.[15] Setelah Pemberontakan Herat, Dewan Revolusi dan Politbiro PDPA mendirikan Dewan Pertahanan Tinggi Tanah Air. Taraki menjadi ketuanya, dan Amin adalah wakilnya. Pengangkatan Amin sebagai wakil Dewan Pertahanan dan ketua Dewan Menteri bukanlah tangga menuju puncak; hal ini dikarenakan pemerintah memberikan kekuasaan yang terbatas kepada jabatan itu.[16] Lalu, muncullah rencana pembunuhan Amin yang diotaki Watanjar, Sayed Mohammad Gulabzoy, Sherjan Mazdoryar dan Assadullah Sarwari. Upaya pembunuhan Amin membuatnya mulai bergerak melawan Taraki,[17] dan saat Taraki kembali dari Havana,[18] ia digulingkan dan dibunuh.[17]

Dalam masa kepemimpinanya yang singkat (104 hari), Amin berusaha membentuk kepemimpinan bersama. Ia juga berjanji bahwa "mulai sekarang, tidak ada lagi pemerintahan yang dikuasai satu orang..."[19] Amin berusaha meningkatkan dukungan terhadap pemerintahannya, ia berusaha mempertunjukkan rezimnya tidak anti-Islam serta untuk menenangkan publik, ia menyebarluaskan sebagian daftar dari 18,000 orang yang telah dieksekusi Taraki (meskipun ia juga sebenarnya berperan hingga jumlah yang disekskusi mencapai 17,000-45,000, kebanyakan dieksekusi di penjara Pul-e-Charkhi[20][21][22] [23]). Namun Amin tetap tidak disukai publik, perlawanan kepadanya meningkat, ia kehilangan dukungan di pedesaan serta keadaan tentara Afganistan yang makin menurun karena adanya pembelotan (100.000 menjadi 50.000-70.000). Masalah lainnya adalah KGB yang memengaruhi PDRA, birokrasi dan militer.[24] Posisi Amin makin terancam, bahkan para pemimpin Parcham yang diasingkan bertekad menggulingkannya. Babrak Karmal, berusaha bertemu dengan pimpinan Uni Soviet serta Mohammad Aslam Watanjar, Sayed Mohammad Gulabzoy dan Assadullah Sarwari ingin balas dendam terhadap Amin.[25]

Di Uni Soviet, Komisi Istimewa Politburo tentang Afganistan (yang beranggotakan Yuri Andropov, Andrei Gromyko, Dmitriy Ustinov dan Boris Ponomarev) berusaha menghilangkan pandangan bahwa Uni Soviet mendukung kepemimpinan dan jabatan Amin. [26] Andropov berjuang keras untuk meyakinkan Leonid Brezhnev tentang invasi ke Afganistan, ia menyatakan pemerintah dan militer kehilangan kemampuannya untuk mengatasi krisis karena adanya pembunuhan massal oleh Amin. Menurut Andropov, rencana yang akan diambil adalah membawa tentara yang jumlahnya kecil untuk menginvasi, lalu menggulingkan Amin dan menggantinya dengan Karmal.[27] Uni Soviet berencana untuk menginvasi Afganistan pada 12 Desember 1979, dan memulai Operasi Badai-333 (fase awal intervensi) pada 27 Desember 1979.[28]

Amin tetap percaya kepada Uni Soviet sampai akhir, meskipun hubungannya dengan Uni Soviet memburuk. Saat lembaga intelijen memberitahu Amin bahwa Uni Soviet akan menginvasi negara itu dan menggulingkannya, Amin menganggap laporan itu sebagai produk imperialisme. Pandangannya dapat didasarkan pada saat tentara Soviet mulai memasuki Afganistan (Amin telah diberitahu tentang hal ini).[29][30] Pada akhirnya, Amin dibunuh oleh tentara Soviet pada 27 Desember 1979.[31]

Babrak Karmal: 1979–1986

Karmal memperoleh tampuk kekuasaan setelah pembunuhan Amin.[31] Pada 27 Desember Radio Kabul menyiarkan pidato Karmal yang telah direkam sebelumnya. Ia menyatakan "Sekarang, mesin penyiksa Amin telah dihancurkan serta pembantunya-para eksekutor, pembunuh dan algojo ribuan saudara sebangsa kita–bapak, ibu, adik-kakak, anak laki-laki dan perempuan, dan orang tua kita...". Pada 1 Januari, Leonid Brezhnev dan Andrei Gromyko mengucapkan selamat atas "pemilihan" Karmal sebagai pemimpin Afganistan, bahkan sebelum pemilihan yang sesungguhnya. [32]

Karmal juga berusaha menarik dukungan publik, ia berjanji akan menghentikan pembunuhan, mendirikan rezim yang demokratis, pemilu yang jurdil, adanya konstitusi dan legalisasi partai, penghargaan atas hak milik, amnesti bagi para tahanan, serta pemerintahan koalisi non-sosialis. Ia juga mengatakan telah meminta Uni Soviet memberikan sejumlah bantuan.[33] Meskipun Karmal telah berjanji seperti itu, keberadaan Uni Soviet membuatnya sulit melaksanakan janji itu. Publik rupanya juga tidak percaya terhadapnya, karena ia dahulu juga berjanji "akan melindungi hak pribadi" yang ternyata hanya sebuah kebohongan.[34]

Setelah upaya penyelesaian secara politis mengalami kegagalan, rezim Karmal dan tentara Soviet bertekad menyelesaikan masalah ini secara militer. Perubahan cara penyelesaian masalah ini berlangsung secara bertahap dan dimulai pada Januari 1981. Upaya yang dilakukan seperti peningkatan gaji bagi pegawai militer, memberikan sejumlah penghargaan, dan satu jenderal serta 13 kolonel diberi tanda kehormatan. Lalu, usia masuk ketentaraan diturunkan, waktu kewajiban dinas militer ditingkatkan, dan usia masuk bagi tentara cadangan ditingkatkan menjadi 35 tahun. Pada Juni 1981, Assadullah Sarwari kehilangan jabatannya di Politbiro PDRA, dan ia digantikan oleh Mohammad Aslam Watanjar, pemimpin tank dan Menteri Komunikasi, Mayor Jenderal Mohammad Rafi, Menteri Pertahanan dan pemimpin KHAD Mohammad Najibullah. Kebijakan tersebut dilakukan karena semakin menurunnya kualitas tentara; sebelum invasi tentara dapat berjumlah 100.000 orang, setelah invasi hanya berjumlah 25,000. Pembelotan begitu luas, serta perekrutan bagi kaum muda umumnya diakhiri dengan larinya mereka ke pihak oposisi.[35] Untuk meningkatkan penorganisasian militer, 7 zona militer didirikan dengan masing-masing Dewan Pertahanan, yang didirikan pada tingkat nasional, provinsi dan distrik untuk mendelegasikan kekuasaan kepada PDRA lokal.[36] Diperkirakan hampir 40% pendapatan pemerintah dipakai untuk kebutuhan militer.[37]

Karmal dipaksa untuk turun dari jabatannya pada Mei 1985, karena tekanan Soviet terhadap pemerintah Afganistan. Jabtannya sebagai ketua Komite Pusat PDRA diganti oleh Mohammad Najibullah, mantan Menteri Keamanan Negara.[38] Pengaruhnya di eselon tinggi pemerintahan serta negara tetap ada hingga ia diturunkan dari jabatannya sebagai ketua Dewan Revolusi pada November 1986. Di jabatan ini, Karmal digantikan oleh Haji Mohammad Chamkani (ia berasal dari luar PDRA).[39]

M. Najibullah dan keluarnya Soviet: 1986–1989

Pada September 1986, Komisi Kompromi Nasional didirikan sesuai perintah Najibullah. Lembaga ini bertugas untuk menghubungi pihak kontra revolusi "untuk menyelesaikan tujuan Revolusi Saur dalam fase yang baru." Sekitar 40,000 pemberontak dihubungi oleh pemerintah. Akhir 1986, Najibullah meminta adanya gencatan senjata dan perundingan dengan pihak oposisi, sesuai dengan gerakan Rekonsiliasi Nasional-nya. Jika perundingan ini berhasil, maka direncanakan akan terbentuk pemerintahan koalisi yang mengakhiri monopoli kekuasaan PDRA. Namun, sayangnya program ini mengalami kegagalan. Meskipun gagal, pihak pemerintah mampu menarik dukungan dari mujahidin yang tidak puas.[40] Rekonsiliasi Nasional membuat dukungan kepadanya dari masyarakat perkotaan meningkat serta stabilisasi militer.[41]

Najibullah memberikan penghargaan kepada tentara Soviet.

Meskipun kelihatannya Najibullah adalah pemimpin de jure Afganistan, para penasihat dari Uni Soviet yang malah banyak mengerjakan tugas negara. Bahkan, pemimpin Uni Soviet Mikhail Gorbachev, menyatakan "Kami melakukan semuanya di sini sendiri[...]. Itulah yang pihak kami tahu tentang mereka. Mereka juga mengikat kaki dan tangan Najibullah."[42] Sampai-sampai, Fikryat Tabeev, Duta Besar Uni Soviet untuk Afganistan, dicurigai Gorbachev menjadi "gubernur jenderal" Afganistan. Ia pun dipanggil pulang dari negara itu pada Juli 1986. Namun di saat yang sama ketika Gorbachev menyerukan agar pihak Soviet tidak ikut campur lagi di negara itu, dia tidak dapat menahan diri untuk ikut campur juga. Pada pertemuan Politbiro Soviet, Gorbachev berkata, "Sulit membangun bangunan baru dari bahan lama[...] Kuharap, kita tidak melakukan kesalahan kepada Najibullah."[42] Sementara itu, waktu yang terus berjalan membuktikan keinginan Najibullah bertentangan dengan keinginan Uni Soviet. Najibullah menentang keluarnya tentara Soviet dari negaranya, dan Uni Soviet ingin sebaliknya. Keinginan Najibullah beralasan karena tentaranya dalam kondisi hampir hancur, dan satu-satunya jalan menurutnya adalah dengan mempertahankan tentara Soviet.[42] Pada bulan Juli 1986 enam resimen Soviet, sampai 15.000 tentara, ditarik dari Afganistan. Tujuan penarikan awal ini adalah, menurut Gorbachev, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa kepemimpinan Soviet serius meninggalkan Afganistan.[43] Pihak Soviet juga menyatakan kepada AS bahwa mereka berencana keluar dari Afganistan, tetapi pihak AS tidak mempercayainya. Ketika Gorbachev bertemu Ronald Reagan dalam kunjungannya ke AS, secara mengejutkan Reagan ingin tentara Afganistan dibubarkan.[44]

Pada 14 April 1988 pemerintah Afganistan dan Pakistan mentandatangani Perjanjian Jenewa, dan Uni Soviet serta Amerika Serikat menjadi penjaminnya. Perjanjian ini secara spesifik menyebutkan bahwa tentara Soviet harus keluar dari Afganistan terhitung sejak 15 Februari 1989.[45] Dalam pertemuan Politburo Eduard Shevardnadze mengatakan "Kita akan meninggalkan negara ini dalam keadaan menyedihkan",[46] serta mengatakan akan terjadi kehancuran ekonomi. Ia menyarankan agar tetap ada 10,000-15,000 pasukan di Afganistan. Vladimir Kryuchkov, ketua KGB, mendukung rencana itu. Namun, jika hal ini benar-benar dilaksanakan maka telah melanggar perjanjian Jenewa.[46] Najibullah rupanya juga menentang tentara Soviet meninggalkan Afganistan.[47] Sejumlah tentara Soviet tetap bertahan di negara itu setelah tentara lainnya meninggalkan Afganistan, seperti tentara terjun payung yang melindungi kepala militer, penasihat militer dan pasukan khusus, dan tentara pengamat tetap berada di "daerah terluar", khususnya di wilayah perbatasan.[48]

Keruntuhan: 1989–1992

Pakistan tetap mendukung mujahidin meskipun hal ini merupakan pelanggaran Perjanjian Jenewa. Awalnya, sejumlah pengamat menilai rezim Najibullah akan segera runtuh dan digantikan oleh rezim Islamis. CIA dalam laporannya, memprediksi rezim baru ini akan menjalin hubungan yang ambivalen, atau bahkan bermusuhan dengan pemerintah AS. Beberapa saat setelah keluarnya tentara Soviet, terjadilah pertempuran Jalabad, yang hasilnya mengejutkan berbagai pihak karena pemerintah dapat mengalahkan kaum pemberontak.[49] Namun, kemenangan ini hanya berlangsung sementara karena di musim panas 1990, tentara Afganistan kembali bersikap defensif. Di awal 1991, pemerintah hanya menguasai 10% wilayah Afganistan, Pengepungan Khost yang berlangsung selama 11 tahun berakhir dengan kemenangan Mujahidin. Moral tentara Afganistan runtuh, serta bantuan dari Uni Soviet pun hilang (karena negara itu berada di di ambang keruntuhannya).[50] [51]

Pada Maret, Najibullah manawarkan pengunduran dirinya, dan dengan persetujuan PBB, pemerintahannya digantikan dengan sebuah pemerintahan sementara. Pada pertengahan April, Najibullah menyetujui rencana PBB untuk menyerahkan kekuasaan kepada sebuah dewan. Beberapa hari kemudian, pada 14 April, Najibullah dipaksa turun dari jabatannya oleh partai Watan karena mereka kehilangan lapangan udara Bagram dan kota Charikar. Abdul Rahim Hatef menjadi kepala negara sementara setalah peungunduran diri Najibullah.[52] Najibullah, sebelum kejatuhan Kabul, meminta amnesti PBB, ia berhasil mendapatkan amnesti itu. Tetapi Abdul Rashid Dostum menghalangi Najibullah untuk keluar, akibatnya ia terpaksa berlindung di kantor PBB yang ada di Kabul.[53] Kejatuhan Najibullah dan rezim komunisnya tidak membuat perang berakhir. Perang tetap berlangsung hingga sekarang.[54]

Politik

Sistem politik

Partai Demokrasi Rakyat Afganistan menyebut Revolusi Saur sebegai revolusi demokratis yang menandai "kemenangan pekerja Afganistan yang terpuji" serta "manifestasi dari keinginan sesungguhnya para pekerja dan petani."[55] Pemerintah kemudian menyatakan rencana Aganistan menuju negara sosialis. Namun kemudian diketahui bahwa rencana itu bakal sulit dilaksanakan. Menteri Luar Negeri bekomentar "Afganistan adalah negara demokratis yang belum menjadi sosialis", dan anggota Politburo PDRA memprediksi "Afganistan tidak akan berideologikan sosialisme di masa hidup saya" dalam wawancara dengan wartawan Inggris pada tahun 1981.[56] Uni Soviet menanggap Afganistan sebagai negara dengan orientasi sosialis. [57] Pihak Soviet pada pertengahan 1979 awalnya memproklamirkan Afghanistan bukan hanya sebagai sekutu progresif, tapi juga anggota masyarakat sosialis yang telah sepenuhnya matang. Kemudian, sebaliknya retorika Soviet selalu menganggap Revolusi Saur sebagai sebuah perubahan demokratis, namun berhenti menjadi sosialis.[58]

Partai Demokrasi Rakyat Afganistan

Lambang PDRA

Dalam sejarah partai hanya ada dua kongres: kongres pembentukan tahun 1965, dan kongres kedua pada tahun 1990, yang mentransformasikan PDRA menjadi partai Watan.[59] Kongres Kedua mengubah nama partai, dan mencoba merevitalisasi partai dengan mengakui kesalahan masa lalu serta mengembangkan ideologi. Kebijakan rekonsiliasi nasional diberi peran ideologis utama, karena partai tersebut, kini berusaha mengusahakan penyelesaian konflik dengan cara damai. Pertarungan kelas masih ditekankan. Partai juga memutuskan untuk mendukung dan mengembangkan ekonomi pasar di Afganistan.[60]

Faksi
  • Faksi Khalq. Faksi ini bersifat lebih revolusioner, dan berideologikan Marxisme-Leninisme yang lebih kuat dibandingkan Parcham.[61]
Bendera PDRA
  • Faksi Parcham bersifat lebih moderat, dan pro-Soviet. Invasi Soviet menyebabkan popularitasnya rendah. Sebelum revolusi, Parcham selalu didukung oleh Uni Soviet. Media Barat dalam pemberitaannya tentang pembersihan anggota Parcham manyebut mereka sebagai "intelektual sosialis yang moderat".[62]

Dalam sejarahnya terdapat faksi PDPA lain, seperti Kar yang dipimpin Dastagir Panjsheri (pada akhirnya mendukung pg=PA39 39–40]}} Settam-e-Melli pada awalnya memberontak terhadap rezim PDRA, dimana pada tahun 1979 Settam-e-Melli membunuh Adolph Dubs, DuBes AS untuk Afganistan.[63] Secara ideologis Settam-e-Melli dekat dengan Khalq, tetapi mereka menentang apa yang mereka sebut "Chauvinisme Pashtun" Khalq.[64] Settam-e-Melli kemudian berideologikan Maoisme.[65] Setelah Karmal berkuasa, hubungan kaum Settam dengan pemerintah membaik karena adanya hubungan baik Karmal dengan Badakhshi,[66] (ia terbunuh oleh pihak pemerintah Khalq pada 1979).[67] Pada 1983 Bashir Baghlani, anggota Settam-e-Melli, diangkat sebagai Menteri Kehakiman.[68]

Simbol: bendera dan lambang

Bendera Afganistan di zaman komunis
1978–1980
1980–1987
1987–1992

Pada 19 Oktober 1978 rezim PDRA memperkenalkan bendera dan lambang baru (bendera merah dengan lambang berwarna kuning),yang hampir sama dengan bendera Soviet.[69] Bendera ini menuai banyak penolakan karena publik menilai bendera tersebut sebagai simbol sekulerisme pemerintah[70] Bendera tersebut diperkenalkan pada publik pertama kali dalam sebuah pawai di Kabul.[71] Setalah invasi Soviet, warna bendera dikembalikan kembali menjadi warna tradisional (merah, hitam, hijau). Sebagai pembeda partai dan negara, bendera merah PDRA tetap dipertahankan.[72] Pada tahun 1987, pemerinyahan Najibullah menghilangkan buku, bintang merah dan lambang komunis lain dari bendera.[73]

Lambang Afganistan di zaman PDRA
1978–1980
1980–1987
1987–1992

Lambang negara baru, yang menggantikan lambang elang Daoud, diperkenalkan bersama bendera pada tahun 1978.[74] Kemudian, Karmal memperkenalkan sebuah lambang baru pada tahun 1980. Ia mengatakan "dari mimbar, ribuan umat beriman dibawa ke jalan yang benar". [75] Buku yang ada di bendera dan lambang, pada umumya diinterpretasikan merupaka Das Kapital, buku karangan Karl Marx, dan bukan Al-Quran.[76] Lambang negara baru diperkenalkan pada tahun 1987 oleh rezim Najibullah. Lambang baru ini dipengaruhi oleh Islam.[77] Bintang Merah dan Das Kapital dihilangkan dari bendera dan lambang negara.[73] Lambang baru tersebut menggambarkan mihrab, dan mimbar.[78]

Demografi

Pendidikan

Terjadi reformasi pendidikan di jaman rezim komunis. Pendidikan diselenggarakan sama rata bagi seluruh gender, serta gerakan literasi massal mulai dipersiapkan.[79] Pada tahun 1988, 40% dokter dan 60% guru di Universitas Kabul adalah perempuan; 440,000 murid perempuan belajar di berbagai lembaga pendidikan dan 80,000 lainnya mengikuti program literasi massal.[80] Meskipun terjadi refomasi pendidikan, banyak penduduk yang masih belum dapat menulis dan membaca.[81] Setelah invasi Soviet, perang yang ada menghancurkan sarana-sarana pendidikan.[81] Banyak guru yang lari ke negara lain.[81]

Pengungsi

Pengungsi Afganistan melarikan diri dari negaranya akibat Perang Saudara Afganistan. Jumlahnya hampir mencapa 6 juta orang yang pergi ke Iran dan Pakistan, menjadikannya sebagai negara penyumbang pengungsi terbesar.[82]

Referensi

  1. ^ Tomsen 2011, hlm. 110–111.
  2. ^ Hussain 2005, hlm. 95.
  3. ^ a b Gladstone 2001, hlm. 117.
  4. ^ Brecher, Wilkenfeld 1997, hlm. 356.
  5. ^ Asthana 2009, hlm. 219.
  6. ^ Rasanayagam 2005, hlm. 70.
  7. ^ Rasanayagam 2005, hlm. 70–71.
  8. ^ Rasanayagam 2005, hlm. 71.
  9. ^ Rasanayagam 2005, hlm. 72–73.
  10. ^ Rasanayagam 2005, hlm. 73.
  11. ^ Amtstutz 1994, hlm. 315.
  12. ^ Brown 2009, hlm. 356.
  13. ^ Ishiyama, John (March 2005). "The Sickle and the Minaret: Communist Successor Parties in Yemen and Afghanistan after the Cold War". 19 (1). Middle East Review of International Affairs. Diakses tanggal 19 April 2011. 
  14. ^ Amtstutz 1994, hlm. 315–316.
  15. ^ Misdaq 2006, hlm. 122.
  16. ^ Misdaq 2006, hlm. 123.
  17. ^ a b Misdaq 2006, hlm. 125.
  18. ^ Misdaq 2006, hlm. 123–124.
  19. ^ Male 1982, hlm. 192.
  20. ^ Valentino (2005) Final solutions p. 219.
  21. ^ Kaplan, Robert D., Soldiers of God: With Islamic Warriors in Afghanistan and Pakistan, New York, Vintage Departures, (2001), p.115
  22. ^ Kabul's prison of death BBC, February 27, 2006
  23. ^ Amtstutz 1994, hlm. 273.
  24. ^ Tomsen 2011, hlm. 160.
  25. ^ Tomsen 2011, hlm. 160–161.
  26. ^ Tripathi & Falk, hlm. 54.
  27. ^ Tripathi & Falk, hlm. 55.
  28. ^ Camp 2012, hlm. 12–13.
  29. ^ Garthoff 1994, hlm. 1009.
  30. ^ Garthoff 1994, hlm. 1017.
  31. ^ a b Braithwaite 2011, hlm. 99.
  32. ^ Braithwaite 2011, hlm. 103–104.
  33. ^ H. Kakar & M. Kakar 1997, hlm. 71.
  34. ^ H. Kakar & M. Kakar 1997, hlm. 71–72.
  35. ^ Weiner & Banuazizi 1994, hlm. 47.
  36. ^ Weiner & Banuazizi 1994, hlm. 48.
  37. ^ Staff writer 2002, hlm. 86.
  38. ^ Kalinovsky 2011, hlm. 97.
  39. ^ Amtstutz 1994, hlm. 151–152.
  40. ^ Amtstutz 1994, hlm. 152.
  41. ^ Amtstutz 1994, hlm. 153.
  42. ^ a b c Braithwaite 2011, hlm. 276.
  43. ^ Braithwaite 2011, hlm. 277.
  44. ^ Braithwaite 2011, hlm. 280.
  45. ^ Braithwaite 2011, hlm. 281.
  46. ^ a b Braithwaite 2011, hlm. 282.
  47. ^ Braithwaite 2011, hlm. 286.
  48. ^ Braithwaite 2011, hlm. 294.
  49. ^ Braithwaite 2011, hlm. 296.
  50. ^ Braithwaite 2011, hlm. 299.
  51. ^ Lavigne 1992, hlm. 68.
  52. ^ Staff writer 2002, hlm. 66.
  53. ^ Braithwaite 2011, hlm. 301.
  54. ^ Braithwaite 2011, hlm. 302–303.
  55. ^ Kamali 1985, hlm. [1].
  56. ^ Amtstutz 1994, hlm. 63.
  57. ^ Saikal & Maley 1989, hlm. 106.
  58. ^ Arnold 1983, hlm. 105.
  59. ^ Raciopi 1994, hlm. 161.
  60. ^ Raciopi 1994, hlm. 161–162.
  61. ^ Arnold 1983, hlm. 38.
  62. ^ Arnold 1983, hlm. 86.
  63. ^ Girardet 1985, hlm. 114.
  64. ^ Weiner & Banuazizi 1994, hlm. 71.
  65. ^ Christensen 1995, hlm. 24.
  66. ^ Dorronsoro 2005, hlm. 185.
  67. ^ H. Kakar & M. Kakar 1997, hlm. 305–306.
  68. ^ Amtstutz 1994, hlm. 120.
  69. ^ Edwards 2002, hlm. 30.
  70. ^ Tomsen 2011, hlm. 133.
  71. ^ Runion 2007, hlm. 106.
  72. ^ Male 1982, hlm. 212.
  73. ^ a b Yassari 2005, hlm. 15.
  74. ^ Misdaq 2006, hlm. 119.
  75. ^ Edwards 2002, hlm. 91.
  76. ^ Kamali 1985, hlm. 33.
  77. ^ Achcar 2004, hlm. 103.
  78. ^ Ende 2010, hlm. 268.
  79. ^ WOMEN IN AFGHANISTAN: Pawns in men's power struggles
  80. ^ Racist Scapegoating of Muslim Women - Down with Quebec's Niqab Ban!, Spartacist Canada, Summer 2010, No. 165
  81. ^ a b c Afghanistan country profile. Library of Congress Federal Research Division (May 2006). This article incorporates text from this source, which is in the public domain.
  82. ^ BBC News 2013

Bibliografi