Lompat ke isi

Bubuy Bulan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 11 Desember 2017 10.04 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: Menambahkan tag <references /> yang hilang)

Bubuy Bulan adalah sebuah lagu yang berasal dari daerah provinsi Jawa Barat.[1] Lagu ini diciptakan oleh Benny Korda.[2]

Lirik

Bubuy bulan
Bubuy bulan sangray bentang
Panon poe
Panon poe disasate

Unggal bulan
Unggal bulan abdi teang
Unggal poe
Unggal poe oge hade

Situ Ciburuy
laukna hese dipancing
Nyeredet hate
Ningali ngeplak caina

Duh eta saha
Nu ngalangkung unggal enjing
Nyeredet hate
Ningali sorot socana

Rujuk

Syair lagu ini mengandung filosofi budaya sunda yang luhur agung. Berisi makna, mengandung arti mendalam bila disimak dan dihayati. Syair lagu ini dapat menggugah perasaan hati sebagai sebuah petunjuk dan nasehat di dalam mengarungi samudra kehidupan.

Isilah hidup ini dengan membangun kemanusiaan yang adil beradab, Saling Asah-Saling Asuh-Saling Asih menuju Saling Mewangi, penuh dengan toleransi. Kikislah egoisme dan egosektoral menuju masyarakat yang adil makmur sejahtera.

Syair Lagu Bubuy Bulan diciptakan oleh Benny Korda (orang dari Filipina) karena sangat mengagumi ketenangan, kebersihan, kejernihan situ ciburuy, dan lagu bubuy bulan dipopulerkan dan dinyanyikan oleh Titiek Puspa. Diurai isi kandungan dan maknanya oleh Rama Haji Said Koesuma.

1.  Bubuy Bulan - Bubuy Bulan-Bubuy Bulan Sangrai Bentang

Bulan dipanasi debu panas, bintang digoreng tanpa minyak :

Filosofinya : Keindahan damai kehidupan beragama dirusak oleh fitnah, provokasi, hasutan dan kebohongan.
Penjabaran : Saat ini kerukunan umat beragama diadu domba satu sama lainya oleh sebab mempredikatkan paling benar, padahal mengaku benar tetapi tidak menjalankan kebenaran dan kebaikan.

Media pengrusakannya adalah Fitnah, hasut, provokasi dan kebohongan. Terasa makna ketakwaan memudar oleh ucapan dan perilaku kemunafikan.

Gemerlapnya cahaya petunjuk keimanan di sanggrai (diaduk-aduk dalam wajan atau wadah organisasi dengan doktrin-doktrin kemunkaran tanpa lagi ada rasa iba (belas kasih)

2.  Panon Poe-Panon Poe Disasate

Matahari-matahari dijadikan sate

Filosofinya : Sinar penerang petunjuk jalan dari kegelapan menjadi terang, telah ditusuk oleh perilaku kemaksiatan dan dibakar oleh ketidak adilan.
Penjabaran : Telah dijumpai banyaknya petunjuk kebaikan, kebenaran ditusuk dan dibakar oleh sifat angkara murka.

Matahari bersinar menyinari kehidupan dengan cahaya keadilan diseluruh tempat, artinya untuk membangun kehangatan persatuan dan kesatuan tanpa lagi membedakan suku, ras, golongan dan agama (Paham Pluralisme). Tetapi kenyataannya perbuatan keberpihakan muncul disana-sini dengan mengabaikan sikap toleransi maupun keadilan yang bijaksana terabaikan dan terlupakannya pesan ke-illahi-an “kasih dan sayang”. Seolah-olah dirinya, keluarga dan kelompoknya yang terus eksis menguasai sendi-sendi ekonomi, politik, hukum, sosial budaya dan kesejahtraan kehidupan. Sedangkan diluar kelompok mereka, masyarakatnya hanya boleh dan dijadikan kuli atau kacung yang hanya boleh menerima perintah saja, untuk mengabdi secara ikhlas kepada mereka (kaum kapitalis, kaum borjuis, kaum neo imprialis, kaum radikalis, kaum sindikalis (sindikat). Semua perilaku menuju pada penghancuran ideologi, akhlak moral, kebudayaan (hukum adat), etika dan estetika melalui perangkat IT (teknologi) yang menembus dimensi ruang dan waktu, agar generasi penerus anak bangsa menjadi insan lemah yang tidak ada lagi daya ketahanannya sebagai manusia yang berkeperikemanusiaan (luntur ketangguhannya menjalankan budaya bangsanya)

3.  Unggal Bulan-Unggal Bulan Abdi Teang

Setiap bulan – setiap bulan saya datangi

Filosofinya : Setiap bulan saya datangi dan melihat perkembangannya, ternyata yang didapat bukannya “perubahan kearah perbaikan tetapi makin membuka jurang kehancuran. Ahlak, moral, akidah, sifat kasih sayang, gotong royong maupun kepedulian satu sama lainnya. Kecendrungan banyak kehidupan dilapisan masyarakat telah memberlakukan sikap egois sampai ego sektoral.
Penjabaran : Sungguh memprihatinkan sudah !, mengapa begitu melekatnya di dalam sanubari sifat-sifat keangkuhan ???. sikap masa bodoh diberlakukan setiap bulan (30 Hari).

Tanggung jawab di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah dirusak oleh virus dan faham budaya instan (serba ingin cepat). perilaku kesabaran berganti menjadi letupan emosi. Kebiasaan kemudahan tersaji disegala line kehidupan masyarakat. Maksiat (alkohol, sex bebas, narkoba, candu) menjadi panganan kedua yang diperlukan untuk membangun Ilusi, imajinasi, halusinasi dan extra vitamin.  Jangankan kemaksiatan, lebih gila lagi adalah perilaku “Hedonisme” tanpa disadari telah mengakar di dalam jiwa yang kosong dan tipis imannya. Budaya malu dibuang jauh, budaya muka tembok diperlihatkan, ancaman dosa sudah bagai medan barang bekas (rongsokan). Tata adab sopan santun sudah menjadi perilaku kebiadaban, bukan lagi beradab, peperangan dan perilaku kekejaman menjadi-jadi, barang kebutuhan dasar pokok kehidupan makin tinggi (mahal). Seorang bapak memperkosa anak sering terjadi, anak melecehkan ibu hal bisa, kakak membunuh adik tersajikan, perdagangan narkoba makin luas, korupsi merajarela, terorisme dan faham radikalisme terus berkembang. Jurang pemisah antara si kaya dan si miskin melewati ambang toleransi, pungutan pajak makin memberatkan kehidupan masyarakat. Kartel-kartel distribusi pangan dikuasai oleh sekelompok konglomeratlisasi. Petani-petani (tambak, agro, sayuran, buah-buah, bumbu dapur, umbi-umbian, jagung, ketela, kacang kedelai) ditekan harga jualnya, sehingga mereka kembang kempis di dalam memenuhi kelayakan hidupnya. Inilah kejadian sebenarnya terlihat dan disaksikan setiap bulannya. Bahkan sawah petani banyak digadaikan, duh sangat memperihatinkan. !!!

4.  Unggal Poe-Unggal Poe Oge Hade

Setiap hari – setiap hari juga baik

Filosofinya : Melihat kejadian kerusakan itu tadi, tidak saja setiap bulan, tetapi setiap hari terjadi pula.
Penjabaran : Bila kurang yakin lihatlah setiap hari juga baik (boleh). Ibarat pepatah “mencari rejeki haram saja sudah susah, apalagi mencari yang halal”. Penipuan, pembohongan, pemalsuan, pembodohan, perkacungan, penghianatan, pemerasan, pengkerdilan terjadi setiap harinya, bahkan setiap jamnya. Lalu dimana letak “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, mungkin hari ini tinggal slogan yang terpampang, wahai manusia yang berhati nurani, berjiwa tulus ikhlas, bersukma penerang penunjuk jalan, memiliki ruh kebersihan, kebaikan, kebenaran, terpanggillah semua, bangkitlah, jangan berpangku tangan berdiam diri, pedulilah-peduli !!! lakukanlah gerakan perubahan !!! kearah yang lebih baik, harmonis dan damai !!!.

Bangsa ini memerlukan figur yang bisa menjawantahkan perilaku keadilan yang bijaksana, mari bersama-sama bertanggung jawab agar cita-cita bangsa “menuju masyarakat yang adil makmur sejahtera segera terwujud nyata”. Perangilah sikap dan sifat egoisme, hancurkanlah kemunafikan  di dalam diri sendiri oleh dirinya, leburlah keserakahan dan kesewenangan dengan azas “kemanusiaan yang adil beradab”, pergunakanlah jabatan dalam khasanah amanah dengan membangun kepedulian sosial. Demi dan tujuan melahirkan tata kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih damai, tentram dan harmonis, sehingga anak bangsa mencintai budaya bangsanya. Hidupkan secara menyeluruh sifat dan sikap saling asah (mencerdaskan), saling asuh (mendewasakan), saling asih (kasih sayang) menuju saling mewangi (keharuman).

5.  Situ Ciburuy Laukna Hese Dipancing

Danau kecil ciburuy ikannya susah dipancing

Filosofinya : Situ menandakan keberadaan danau kecil (rumah tangga), Ciburuy artinya airnya tidak lagi menghasilkan pangan, Lauk artinya ikan (penyedia hasil), Hese artinya susah atau sulit, Dipancing artinya diikat oleh pancing supaya dapat hasil.
Penjabaran : Didanau kecil itu sudah tertutupi ganggang eceng gondok dan kecebong, sehingga mengganggu berkembangbiaknya kehidupan ikan. karena air situ telah teracuni oleh limbah industri (zat kimia). Bila di analogkan pada kehidupan rumah tangga, telah hilang keharmonisannya oleh kehidupan yang serba sibuk!!!, istri bekerja keras, bapak bepergian terus (tidak betah dirumah), anak-anak diasuh oleh pembantu. Keributan dan pertengkaran dan selisih paham terus terjadi, ketenangan hilang bermetamorfosis dalam kehidupan glamour,   perangkat (barang) rumah tangga berlebihan, ketergantungan pada ”materi” (sarana) sebagai tolak ukur kesuksesan, enggan hidup bersahaja. Sedangkan ingin mencari perbekalan yang halal menemui jalan buntu, yang ditemui adalah ”tata kelola kemunafikan” menggunakan energi untuk merubah nasib (kerja keras), hasil tetap sama, bahkan kecendrungan mengkikis habis tabungan. Setiap Gang, setiap pinggir jalan, setiap pasar tradisional maupun skala “mall” menjual produk yang sama, persaingan tidak sehat terjadi, selisih harga barang sudah tidak terkendali, akibatnya menimbulkan biaya tinggi. Dijalur utama sampai jalan kampung telah di penuhi tanaman eceng gondok, ganggang dan kecebong, jadi agak sulit mendapatkan ikan segar. Perdagangan menjamur, sedangkan daya beli menurun lambat laun terjadilah deflasi (lebih banyak stock barang) dari apa yang di butuhkan. Didanau kecil telah terkontaminasi oleh tinja manusia, sehingga di dasar danau situ itu berkembangbiaknya cacing halus yang merajalela sebagai virus yang mematikan ekosistem perikanan. kelebihan bahan pangan (membuat ikan kenyang di luar batas) terjadilah kematian kehidupan ikan di danau itu. Artinya manusia yang telah banyak memakan panganan kemasan siap saji yang sudah tentu mengandung bahan kimia berbahaya (pengawet), maka lambat laun tetapi pasti timbullah aneka penyakit!!! Sudah sulit mencari lauk pauk yang steril, segar dan aman untuk di konsumsi.

6.  Nyeredet Hate Ningali Ngeplak Caina

Sedih dihati melihat rata sekali airnya (kemunafikan)

Filosofinya : Sedih di dalam hati bila melihat secara merata di dalam sendi kehidupan airnya telah merubah menjadi hitam (kotor) atau penuh kemunafikan (noda).
Penjabaran : Barometer gengsi dipakai sebagai landasan utama untuk mengukur keberhasilan dan kesuksesan orang perorang. Bila manusia hidup terpencil di desa yang amat sederhana, kecenderungan dilihat sebelah mata, dihina, diabaikan, dibiarkan dalam penderitaannya kemungkinan besar mereka (yang sederhana) mempertahankan kemurnian kesucian jiwa – raga dan ruhnya, tetapi mereka hidup tak terhina (contoh: suku dalam). Komunitas mereka menjaga, merawat dan bersatu dengan alam lingkungan sekitarnya, mereka tidak ingin anak cucunya teracuni oleh  kemewahan hidup yang menghalalkan segala cara (memegang teguh budaya wiwitan). Di daerah wisata puncak menghalalkan kemunafikan kawin kontrak tanpa lagi bisa di cegah. Hal ini bisa terjadi oleh sebab desakan memenuhi hajat kehidupannya (ekonomi) yang serba terbatas, sedangkan keinginan untuk memenuhi materi mewah tidak lagi bisa dikendalikan sehingga harga diri kesucian dan kebersihan wanita telah dirusak dan tergadaikan oleh bangsa asing yang bermukim disekitar tempat mereka.

Kita telah banyak dan berulang kali menipu diri sendiri bahkan mencampurkan ”yang hak” dan “yang batil”. Jadi lahirlah “kefasikan” dalam langkah, ucapan, sepak terjang manusia yang terseret di alam abu-abu (tidak jelas), putih atau hitam, banyak yang memilih “atau”, artinya kabur, samar-samar diselimuti oleh racun ketidak halalan. Terlihat jelas kemaksiatan yang di halalkan, akibatnya menjamurlah dekadensi moral. Sungguh sedih dilubuk hati terdalam, karena tidak punya wewenang untuk meluruskan jalan lembah kenistaan. Tunggulah murka alam terjadi!!! Berdarahlah sendi kehidupan, karena air bersih itu (herang) atau banyu kesucian telah ternodai yang merajalela mengesampingkan hukum agama yang perlu ditegakkan kembali pada khitohnya.    

7.  Duh, Eta  Saha Nu Ngalangkung Unggal Enjing

Amboi, siapa gerangan yang melewati setiap pagi

Filosofinya : Setiap pagi adzan dikumandangkan bagi yang beragama islam, setiap dini hari umat budha membakar hio didepan rumah, setiap pagi umat hindu berpuja-puji ke shang hyang widi, pagi sekali umat kristiani membuka altar perjamuan suci.
Penjabaran : Tetapi apa yang dilihat dan dirasakan ???. Bergejolaknya merajalela kefasikan dan kezholiman !!!

Ucapan puji suci itu tidak masuk kedalam hati dan tulang sumsum kita, hanya sekadar seremoni, biar dianggap sebagai manusia yang beragama, kelakuan dan ucapan saling bertolak belakang, tidak simetris, tidak saling mendukung, tetapi menimbulkan perang di dalam diri sendiri.

Amboi, siapa gerangan itu yang berlalu melewati setiap pagi, ia adalah “seruan dharma bakti suci”, lalu mengapa terabai dan diabaikan??? Karena hidup ini penuh dengan kebohongan dan kepalsuan.

Kesenangan memanjakan diri dalam kemewahan menjadi prioritas utama. Faham kebendaan (penuh materi) telah melilit niat dan akal pikir manusia modern abad ini. Belum gosok gigi dan belum mandi, tangan telah menyentuh dan membuka handphone (HP). Buang air di wc membawa handphone, memasak sarapan didapur menenteng handphone, di mobil dalam perjalanan ke kantor tangan dan jemari tidak terlepas dari mengunakan handphone. Amboi sadarkah kita? telah menyuburkan kaum kapitalis di dalam jerat ongkos pulsa !!!. bicaralah yang penting-penting saja, demi mengendalikan pengeluaran yang memboroskan. Bangun tidur yang terpikkir adalah duit !, bagaimana cara mendapatkan uang !, mau tidur memikirkan bunga bank, yang harus dibayarkan !! moral dan akhlak telah bergeser kepada tuhan duit, tuhan kesibukan, tuhan kebendaan. Mereka telah menjadikan duit dan uang sebagai berhala yang perlu di sembah dan di persembahkan !!!

Amboi, terpanggilah pikiran jernih bersih, terbangunkah kesucian hati dan ketulusan jiwa, terucapkah kata kebenaran !!!, jawabannya adalah berpulang kepada diri masing-masing.

Filosofi nilai budi pekerti nan luhur agung dikesampingkan, adakan edukasi (pendidikan) “jiwa kebangsaan” bangkit kembali !. para arwah leluhur, arwah pahlawan, arwah para resi dan begawat, arwah dan ruh-ruh suci, mencucurkan jerit tangisnya, melihat sepak terjang dan kelakuan anak cucunya. Mari menyadarkan diri sesadar-sadarnya dengan membangun “pengendalian diri yang terarah dan terukur”.

8.  Nyeredet Hate Ningali Sorot Socana

Sedih menusuk hati melihat pancaran matanya.

Filosofinya : Bila kita melihat pada pancaran sinar matanya, yang terlihat adalah kebencian, permusuhan, kebengisan, kekejaman, ketamakan, keserakahan, kebohongan, kedengkian, keirihatian, kefasikan, kemunafikan dan kezholiman.
Penjabaran : Disinilah Allah Illahi Gusti Robbi menyimpan rapat rahasia tentang wali-walinya (kekasihnya) dikerumunan orang banyak, menutup penglihatan terhadap orang-orang yang melakukan maksiat, melipat rapat catatan perilaku atas hak dan kewajiban manusia, untuk diperlihatkan dihadapan mereka bila lembah pengadilan yang amat adil dibukanya, begitu pula ia tidak memperlihatkan pendek panjangnya umur seseorang. Tetapi kita dapat melihat kebengisan dan kebencian dari sorot matanya seseorang. Kekejaman, ketamakan kebohongan, kedengkian, kefasikan, kemunafikan dan kezholiman. Tercermin dari pancaran matanya seseorang yang tidak dapat ditutupi, tetapi terbaca oleh jiwa-jiwa yang tenang penuh dengan kejelian penglihatan.

Sedih tertusuk dihati bila dikhianati istri maupun suami, perasaan itu timbul (kecurigaan) yang tergambar oleh lukisan dimatanya, jujur atau bohongkah ???.

Rasa itu adalah hidup kehidupan dimensi ketiga yang dimiliki oleh setiap manusia, bila ngantuk terlebih dahulu ada rasa ngantuk, bila lapar telebih dahulu rasa lapar, bila sakit hati ada dulu rasa sakit dihati, karena rasa itu ada, tetapi dalam dimensi fatamorgana. Aneka buah (apel, anggur, manggis, mangga, nangka, pisang dan lainnya) memiliki rasa yang berbeda namun benang merahnya ia tetap buah. Hal-hal yang disembunyikan oleh Allah illahi gusti robbi pun bisa ditembus dengan menggunakan “medan rasa”. Artinya rasa yang terlatih menjadi peka dan sensitif. Ingat bahwa rasa itu dapat menembus dimensi ruang waktu.

Rasa asin, manis, tawar, getir, anta, pedas, panas ada pada lidah dan hati, dimana disitulah bersemayamnya “Dzat Perasa”, yang oleh dari si pemberi rasa. Diberikan sebagai perangkat pembeda, agar manusia itu mengetahui dan memahami serta mengerti bahwa dinamika hidup itu selalu dinamis. Sorot mata orang memiliki ilmu dapat menembus merasuki kedalam hati dan jiwa orang lain. Maka dari itu lihat kebenaran dan kebaikan dengan penglihatan mata yang terasah dan terlatih, sehingga tidak mudah menjadi korban pembodohan, kebohongan, dan janji palsu.

Begitulah isi tersurat dan tersirat dalam syair lagu bubuy bulan. Semoga kita dapat memetik pelajaran yang berharga dari makna kandungan serta isi syair lagu itu.

Biarkanlah mereka yang telah terkunci mata hatinya, semakin parah akhlak moral perilakunya, karena mereka enggan menerima seruan kebenaran dan seruan kebaikan. Tidak lama lagi akan terjadi lembah pengadilan yang amat adil. Kami yakin dan percaya masih banyak anak bangsa yang baik-baik. Itulah seberkas harapan agar NKRI terus berdiri tegak kokoh dan Pancasila makin sakti menangkal faham-faham dan ideologi yang ingin merusak dasar negara bangsa Indonesia.

Semoga kita tetap solid, membela dan mencintai tanah air tumpah darah ibu pertiwi.


Rama Haji Muhammad Said Koesuma

Mahesa Kujang Rajawali

Pamoyanan Sari no. 51, RT. 01, RW.01, Kelurahan Ranggamekar Kota Bogor

(08561301446)

Referensi

  1. ^ Bubuy Bulan (Diakses tanggal 10 November 2011)
  2. ^ Lagu Daérah (Diakses tanggal 10 November 2011)