Lompat ke isi

Wonosido, Pituruh, Purworejo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Wonosido
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenPurworejo
KecamatanPituruh
Kode pos
54263
Kode Kemendagri33.06.11.2048 Edit nilai pada Wikidata
Luas5 km²
Jumlah penduduk1200 jiwa
Kepadatan240 jiwa/km²

Wonosido merupakan salah satu desa di kecamatan Pituruh, Purworejo, Jawa Tengah, Indonesia. Desa Wonosido terletak sekira ± 12 km dari pusat kecamatan Pituruh serta 32 Km berkendara dari pusat Kabupaten Purworejo melalui Pituruh atau 47 Km melalui Kecamatan Bruno. Desa Wonosido berada di sebelah utara dari kecamatan Pituruh yang wilayahnya berupa perbukitan. Desa Wonosido berada diatas ketinggian antara 350-700 mdpl sehingga mempunyai alam yang sangat indah dan alami.

Batas wilayah

Batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:

Utara Desa Pamriyan dan Kecamatan Bruno
Timur Kecamatan Bruno dan Kecamatan Kemiri
Selatan Kecamatan Kemiri
Barat Desa Sawangan, Desa Pamriyan dan Desa Kaligintung

Pembagian Wilayah

  1. Dusun Jurangcelong
  2. Dusun Kedungwungu
  3. Dusun Krajan
  4. Dusun Tamansari

Sejarah

Asal Mula

Sekitar abad 17 kerajaan Pajang runtuh. Berdirilah kerajaan Mataram di daerah hutan Mentaok yang rajanya pada waktu itu Danang Sutowijoyo dengan gelar Panembahan Senopati. Penduduk asli daerah hutan Mentaok yang pada waktu itu masih beraliran Animisme dan Dinamisme merasa terdesak oleh kebudayaan Islam yang pada waktu itu dibawa masuk oleh Panembahan Senopati beserta pengikutnya-pengikutnya.

Alkisah dengan terdesaknya penduduk asli daerah Mentaok itu, pergilah sekelompok penduduk yang dipimpin oleh Raja Jenggi (Paok) nama aslinya, bersama dengan Godheg putranya, Kontheng keponakannya, beserta Samparangin, dan Mranggi sebagai pengikutnya. Mereka pertama kali datang di daerah hutan tepi sungai, tempatnya sangat subur dan di daerah tersebut banyak tumbuh tanaman jahe. Dengan tanaman jahe itulah mereka bisa hidup untuk ditukar dengan bahan makanan ke daerah lain, maka daerah yang pertama kali mereka datangi tersebut diberi nama Bejahen.

Setelah bertahun-bertahun tinggal di daerah Bejahen, mereka pindah ke sebelah baratnya. Di daerah tersebut sudah ada penduduk aslinya, diantaranya beberapa wanitanya berparas cantik seperti putri-putri kerajaan. Dengan alasan tersebut tempat itu diberi nama Tamansari. Dari Tamansari mereka naik ke sebelah utara, yaitu daerah perbukitan yang tinggi dan banyak ditumbuhi pohon gedoya yang besar-besar, maka daerah tersebut diberi nama Gedoya, ke sebelah utara sedikit diberi nama daerah Ngaglik, karena keadaan tempatnya yang agak tinggi.

Dari perbukitan Ngaglik itulah mereka melihat di sebelah utaranya berupa hutan agak datar dan subur. Tetapi hutan tersebut banyak ditumbuhi tumbuhan menjalar berduri tajam, tumbuhan tersebut namanya duriwana (rihwana). Dengan kerja keras membuka hutan tersebut, maka lama-kelamaan didirikanlah suatu desa di daerah tersebut, dengan sulitnya membuka hutan duriwana dan banyak rintangan yang mereka hadapi, maka daerah tersebut diberi nama Wonosido. Wonosido yang artinya berawal dari hutan duriwana setelah dibuka dengan kerja keras dan banyaknya rintangan yang mereka hadapi alhasil bisa terwujud menjadi desa.

Di bumi Wonosido lah Raja Jenggi (Paok) bersama putra dan pengikutnya mulai hidup makmur dan sejahtera. Dengan alasan kemakmuran dan kesejahteraan tersebut maka daerah hutan duriwana juga disebut Bumireja. Dengan selesainya membuka hutan tersebut, juga dibarengi dengan lahirnya putra bungsu Raja Jenggi (Paok) yang diberi nama Wareng(tubuhnya kecil). Setelah Wareng dewasa mulailah mendirikan pemerintahan desa, dan beliau diberi kuasa untuk mengaturnya. Dengan kelebihan dan kebijaksanaannya dalam mengatur desa, maka Wareng dijuluki Kyai Wonosido karena beliau bisa mendidik dan mengatur warganya menjadi damai, aman, dan sejahtera. Dan beliau juga dinobatkan sebagai Lurah Desa Wonosido yang pertama. Dalam mengatur pemerintahan Kyai Wonosido membawahi empat (4) wilayah, yaitu:

  1. Wilayah Bumireja (sekarang Krajan)
  2. Wilayah Tamansari
  3. Wilayah Jurangcelong
  4. Wilayah Kedungwungu

Wilayah Bumireja dikendalikan sendiri oleh Kyai Wonosido, wilayah Tamansari dibantu oleh Bluwok dan Citranala, wilayah Jurangcelong dibantu oleh Bluwok dan Rasawana, dan untuk wilayah Kedungwungu dibantu oleh Bagor dan Bakir. Kontheng dan Samparangin bertugas menjaga desa Wonosido secara keseluruhan, Mranggi bertugas merawat pusaka dan senjata yang pada waktu itu dianggap keramat. Sedangkan Godheg putra tertua Raja Jenggi (Paok), pergi ke sebalah barat mendirikan desa Pamriyan. Demikian sejarah singkat terjadinya/berdirinya Desa Wonosido, Kecamatan Pituruh, Kabupaten Purworejo yang digali dan diceritakan secara lisan dan turun-temurun oleh tokoh masyarakat/sesepuh Desa Wonosido yang bernama Padmowiryo.

Pembuka Sembunggani

  1. MBAH RAJA JENGGI (PAOK)
  2. MBAH KONTHENG
  3. MBAH SAMPARANGIN
  4. MBAH WARENG (KYAI WONOSIDO)
  5. MBAH CITRANALA
  6. MBAH BLUWOK
  7. MBAH MRANGGI
  8. MBAH RASAWANA
  9. MBAH BLUWOK
  10. MBAH BAGOR
  11. MBAH BAKIR

Penjaga Perbatasan

  1. TUAN BUYUTAN di WATU KUWUK/GROWONG yaitu antara Desa Wonosido (Bumireja) dengan Desa Kemranggen
  2. BUYUTAN TUAN di PAGER SENGARA yaitu antara Desa Wonosido (Bumireja) dengan Desa Pamriyan
  3. ANTARA LAUTAN di WATU MALANG yaitu antara Desa Wonosido (Jurangcelong) dengan Desa Pamriyan
  4. ANTARA DESA di MLIWIS yaitu antara Desa Wonosido (Jurangcelong) dengan Desa Sawangan
  5. SITEKEK di WRINGIN yaitu antara Desa Wonosido (Kedungwungu) dengan Desa Kaliglagah

Kepemimpinan

  1. MBAH KYAI WONOSIDO
  2. MBAH NALAWENCANA 1
  3. MBAH NALAWENCANA 2
  4. MBAH TIRTAYUDA 1 (GAGAK LOANO)
  5. MBAH TIRTAYUDA 2
  6. MBAH CADURIA
  7. MBAH WONOYUDO
  8. MBAH WONODIJOYO
  9. MBAH TIRTOYUWONO
  10. Bp. KASIDI
  11. Bp. TUGIMAN
  12. Bp. SUTOPO (2012-sekarang)

Geografi

Desa Wonosido merupakan salah satu desa di sebelah utara dari kecamatan Pituruh yang wilayahnya berupa perbukitan. Desa Wonosido berada diatas ketinggian antara 350-700 mdpl dengan Gunung Salialah (695 Mdpl) sebagai titik tertingginya. Disekitarnya terdapat puncak lain seperti Puncak Watukuwuk (619 Mdpl) dan Puncak Tanggullangsi (651 Mdpl). Disebelah timur desa mengalir Sungai Kedunggupit sedangakn diwilayah barat terdapat Sungai Sawangan. Serta ditengah desa mengalir sungai kecil dari Gunung Salialah yaitu Sungai Petung. Desa Wonosido beriklim tropis dengan dua musim dalam satu tahunnya yaitu musim kemarau dan penghujan, dengan suhu udara pada siang hari berkisar antara 24-33 derajat Celcius. Pada bulan Juli sampai Agustus bisa turun menjadi 21-22 derajat celcius.

Penduduk

Sebagian besar penduduk Desa Wonosido berprofesi sebagai petani, buruh tani, wiraswasta dan PNS. Umumnya penduduk usia produktif pergi merantau atau bersekolah. Mayoritas penduduk Desa Wonosido adalah beragama Islam. Masyarakat Desa Wonosido sangat ramah dan hidup dengan damai, serta menjaga solidaritas kelompok dan kegotong-royongan. Selain itu, masyarakat Desa Wonosido juga masih mempertahankan budaya serta tradhisi dari nenek moyang.

Pendidikan

  1. SD Negeri 1 Wonosido
  2. PAUD Kelompok Bermain "Kartini"

Sarana dan Prasarana

  1. Jalan desa
  2. Balai Desa
  3. Masjid
  4. Mushalla/Langgar
  5. Posyandu

Potensi Desa

Wisata

  1. Gunung Saliala (Watu Gedhe)
  2. Gunung Kukusan
  3. Tranggulasli
  4. Curug Saliala

Pertanian

  1. Padi
  2. Kelapa
  3. Jagung
  4. Cengkeh
  5. Kopi
  6. Ketela
  7. Kapulaga dan lain-lain.

Kesenian

  1. KRIDO UTOMO (Kuda Kepang)
  2. SABAR NARIMO (Karawitan)
  3. LANGEN BUDOYO (Tayub)
  4. TEKAD MANUNGGAL (Kuda Lumping)
  5. REBANA AL HIKMAH (Rebana)

Tradisi

  1. Wetonan
  2. Muludan
  3. Selikuran
  4. Nyadran
  5. Merti Desa

Referensi

Arsip Desa Wonosido, Sesepuh Desa Wonosido (Alm. Mbah Padmowiryo) dan Arsip Bp. Ngadimin, S.Pd.SD