Lompat ke isi

Transignifikasi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Transignifikasi adalah sebuah gagasan yang timbul dari ikhtiar para teolog Gereja Katolik, terutama Edward Schillebeeckx, untuk lebih memahami misteri kehadiran nyata Kristus dalam perayaan Misa dari sudut pandang falsafah baru mengenai sifat realitas yang lebih bersesuaian dengan ilmu fisika mutakhir.

Uraian

Menurut pandangan transignifikasi, tubuh dan darah Kristus bukan hadir secara jasmaniah dalam Ekaristi, melainkan hadir sungguh-sungguh dan objektif, sementara unsur-unsurnya tetap sama, pada saat konsekrasi, dengan demikian signifikansi nyata dari tubuh dan darah Kristus pun hadir sebagai sakramen.

Transignifikasi tidak saja berbeda dari keyakinan mengenai perubahan jasmaniah atau kimiawi pada unsur-unsur sakramen Ekaristi, tetapi juga berbeda dari ajaran Gereja Katolik Roma bahwa hanya ada perubahan realitas dasar tetapi tidak ada perubahan jasmaniah atau kimiawi (lihat transubstansiasi).

Konsep transignifikasi didasarkan pada gagasan bahwa ada dua macam kehadiran, lokal dan pribadi. Yesus hadir dalam perayaan Misa secara pribadi tetapi tidak secara lokal. Seseorang dapat hadir secara lokal, seperti ketika mengendarai bus, namun pikiran-pikirannya dapat saja melayang jauh sehingga menjadikannya tidak hadir secara pribadi.

Konsep ini menggunakan gagasan-gagasan yang berasal dari bidang ilmu linguistik strukturalisme yang dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure, dan gagasan-gagasan semiotika untuk menjabarkan proses perubahan unsur-unsur roti dan anggur dalam perayaan Ekaristi.[1] Menurut bidang-bidang keilmuan ini, segala macam tanda yang bermakna terbagi ke dalam dua bagian yang saling melengkapi namun tak terpisahkan, yakni penanda dan petanda, kedua-duanya ditentukan oleh realitas psikologisnya. Dalam kerangka pemikiran ini, Sakramen Ekaristi, yakni hakikat (substansi) tubuh dan darah Kristus, yang tampak dalam tampilan tercerapnya (aksiden) masing-masing, yakni roti dan anggur, akan lebih tepat ditafsirkan sebagai petanda (konsep yang bermakna) tubuh dan darah Kristus yang tampak dalam penanda (kesan-kesan yang dapat dicerap dan dapat diinsafi) roti dan anggur.

Salah satu alasan yang mendasari peralihan ke konsep yang baru ini adalah ikhtiar untuk memperjelas sifat yang agak kabur dari konsep "hakikat", serta untuk memodernkan dan memperdalam makna yang sesungguhnya terkandung dalam istilah hakikat itu.

Teori ini telah ditolak oleh Magisterium Gereja Katolik Roma, khususnya oleh Paus Paulus VI pada 1965 dengan ensiklik Mysterium Fidei.[2] Akan tetapi teori ini dianggap mirip dengan ajaran gereja Anglikan yang dirumuskan oleh Thomas Cranmer dalam Buku Doa Umat, Pasal Agama, Nomor 28.[3]

Lihat pula

Rujukan