Lompat ke isi

Pangeran

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Litografi oleh Auguste van Pers yang menggambarkan seorang pangeran dari pulau Madura dan pelayannya pada masa Hindia Belanda

Pangeran adalah gelar bagi keturunan laki-laki (utamanya anak laki-laki) dari penguasa monarki (raja, sultan, kaisar). Gelar ini juga dapat merujuk kepada penguasa monarki yang tingkatannya berada di bawah raja dan sultan. Dalam bahasa Indonesia, gelar untuk wanita yang sejajar dengan pangeran adalah putri, dapat digunakan untuk keturunan perempuan penguasa monarki ataupun istri dari pangeran.

Makna

Pangeran berasa dari bahasa Jawa Kuno yang berarti pelindung. Hal ini berasal dari keyakinan Dewanata bahwa para bangsawan adalah titisan Tuhan Yang Maha Melindungi yang turun ke bumi. Ungkapan "pangeran" berasal dari kata ngher, yang bermakna melindungi.

Peran sebagai anggota dinasti

Dalam bahasa Indonesia, gelar pangeran lebih identik dengan gelar bagi keturunan laki-laki dari penguasa monarki. Seorang pangeran memiliki tugas yang berbeda-beda di tiap negara dan kebudayaan.

Pada masa Kekaisaran Tiongkok, kedudukan para pangeran disetarakan dengan para pejabat istana. Di Korea pada masa Dinasti Joseon, hanya putra mahkota yang diperkenankan tinggal di istana kerajaan sampai dewasa, sedangkan pangeran yang lain akan hidup di luar istana setelah menikah.

Di Eropa, para pangeran biasanya diangkat menjadi adipati dan memimpin suatu wilayah di kerajaan. Di Turki Utsmani, para pangeran akan diutus memimpin suatu provinsi dengan didampingi ibunya sebagai bekal pelatihan untuk menjadi calon pewaris takhta. Sang pangeran dan ibunya hanya akan tinggal kembali di ibukota saat telah menjadi sultan dan ibu suri. Namun sejak masa Sultan Ahmed I, aturan ini dihapuskan dan para pangeran akan tetap tinggal di istana sampai naik takhta.

Meskipun sama-sama keturunan penguasa monarki, tetapi para putri memiliki tugas yang berbeda. Biasanya putri tidak diberikan kekuasaan untuk memimpin sebagai adipati sebagaimana para pangeran, kecuali dalam beberapa monarki seperti di Majapahit. Di banyak kebudayaan, tugas utama putri biasanya terkait pernikahan mereka. Melalui pernikahan antar dinasti, diharapkan terjadi jalinan persahabatan antar kerajaan dan kekaisaran. Para permaisuri dari raja dan kaisar Eropa banyak yang merupakan putri dari negara lain. Katherine dari Aragon yang merupakan istri Henry VIII, Raja Inggris, adalah putri Spanyol. Marie Antoinette yang merupakan istri Louis XVI, Raja Prancis, awalnya adalah putri dari Kekaisaran Romawi Suci. Dalam beberapa kasus, pernikahan antar dinasti juga akan mengantarkan kepada penyatuan dua kerajaan pada masa mendatang. Hal ini memungkinkan bila sang putri adalah pewaris dari kerajaan tersebut. Hal ini terjadi pada pernikahan Putri Isabel, pewaris takhta Kastilia dan Leon, dengan Pangeran Fernando, putra mahkota Kerajaan Aragon, yang pada keberjalanannya akan menjadi penyatuan Spanyol.

Di beberapa kebudayaan, pernikahan antar sesama anggota dinasti yang sama juga dilakukan untuk menjaga kemurnian darah. Hal ini terjadi pada masa Mesir Kuno. Seorang firaun kerap menikah dengan saudari tiri mereka. Hal ini juga dilakukan di Jepang pada masa lampau. Kaisar Bidatsu menikah dengan saudarinya seayah, Putri Nukatabe, yang kemudian juga naik takhta sebagai Maharani Suiko sepeninggal suami sekaligus saudaranya. Kaisar Jomei menikahi keponakannya, Putri Takara. Sebagaimana Suiko, Putri Takara juga naik takhta sepeninggal suaminya dengan nama Maharani Kōgyoku.

Penguasa monarki

Gelar pangeran juga dapat merujuk pada penguasa monarki yang tingkatannya berada di bawah raja dan sultan, seperti pada Praja Mangkunegara. Kedudukannya yang berupa kadipaten berada di bawah Kasunanan dan Kesultanan, sehingga pemimpinan Mangkunegara tidak berhak menyandang gelar sultan, sunan, atau raja, melainkan Pangeran Adipati Arya. Di Eropa, monarki yang dipimpin oleh pangeran adalah Monako, Liechtenstein, dan Andorra. Meskipun ketiganya adalah negara berdaulat, tetapi sesuai tingkatan kebangsawanan Eropa, kedudukan mereka berada di bawah king (raja).

Pangeran dalam berbagai kebudayaan

Yogyakarta

Dalam penggunaan resminya di Kesultanan Yogyakarta, gelar untuk anak laki-laki dengan permaisuri adalah Gusti Bendara Pangeran Harya (GBPH), sedangkan untuk anak laki-laki dengan istri-selir bergelar Bendara Pangeran Harya (BPH). Menantu pria sultan juga mendapat gelar pangeran, seperti suami GKR Mangkubumi yang bergelar Kanjeng Pangeran Harya. Sedangkan di Kasunanan Surakarta, gelar untuk anak laki-laki sunan dengan permaisuri adalah Kanjeng Gusti Pangeran Harya (KGPH), sedangkan anak laki-laki dari istri-selir bergelar Bendara Kanjeng Pangeran (BKP). Gelar ini diberikan saat sudah dewasa.

Melayu

  • Putera, gelar untuk pangeran dalam Malaysia. Bentuk wanitanya adalah 'puteri'.
  • Pengiran. Di Brunei Darussalam, gelar ini disematkan kepada keturunan sultan, laki-laki dan perempuan, dengan perincian:
    • Pengiran Muda Mahkota: Putra mahkota, pewaris takhta
    • Pengiran Muda: anak laki-laki sultan selain putra mahkota. Istri pengiran muda bergelar pengiran anak istri.
    • Pengiran Anak Puteri: anak perempuan sultan
    • Pengiran Anak: cucu sultan

Timur tengah dan Asia selatan

  • Amir (أمير‎). Gelar ini dapat diterjemahkan menjadi pangeran, baik dalam konteksnya sebagai keturunan laki-laki penguasa, atau gelar untuk penguasa itu sendiri. Di Arab Saudi dan Yordania, gelar ini disandang oleh keturunan laki-laki raja. Amir juga disandang oleh penguasa monarki Qatar dan Kuwait. Dalam konteksnya sebagai penguasa monarki, wilayah yang dikuasai amir disebut keamiran.
  • Syahzadeh (شاهزاده). Gelar yang berasal dari bahasa Persia. 'Syah' adalah gelar bagi raja-raja Persia dan akhiran -zadeh bermakna 'keturunan dari'. Di Persia, gelar ini dapat digunakan untuk keturunan raja atau kaisar, baik yang laki-laki maupun perempuan. Dalam Kekaisaran Mughal, gelar ini disandang oleh para pangeran, sedangkan para putri menyandang gelar syahzadi. Di Utsmaniyah, gelar ini dieja syehzade dan disandang oleh para pangeran.

Penggunaan lain

Dalam bahasa Jawa, pangeran juga dapat digunakan untuk merujuk kepada Tuhan.

Lihat juga