Bun upas

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Bun upas (artinya menurut penduduk Dieng adalah embun racun) atau bisa juga disebut sebagai embun upas merupakan sebuah fenomena, ketika suhu menjadi sejuk, lantas turunlah embun-embun yang dingin lagi beku. Embun inilah yang menyelimuti tanaman kentang. Dinamai "upas" karena memang efeknya membuat kentang mati tersiakan, gagal panen.

Selayang pandang

Petani dan lahan kentangnya di Dieng

Secara garis besar, dataran tinggi Dieng terletak pada koordinat 109° 41’ 00’’—109° 58’ 00’’ Bujur Timur dan 07° 09’ 30’’—07° 17’ 00’’ Lintang Selatan, yang meliputi 6 kabupaten, 18 kecamatan dan 109 desa.[1]

Kentang (Solanum tuberosum) sendiri merupakan kentang yang dapat ditanam pada ketinggian 500 mdpl. Namun demikian, tempat yang terbaik adalah jika ia ditanam pada ketinggian 1000—2000 mdpl dengan suhu 20°C. Karena itulah, Tengger masuk ke dalam daerah penanaman kentang.[2] Penanaman kentang di Dieng bermula pada tahun 1980an. Ketika Gunung Galunggung di Jawa Barat banyak menghancurkan pertanian daerah setempat, banyak petani sana yang berpindah dan sampai ke Dieng. Di situlah awal diperkenalkannya kentang ke Dieng. Perlahan tapi pasti, petani yang semula menanam tembakau dan jagung kemudian berpindah menanam kentang.[3] Kentang mengalami kejayaan di tahun '80an. Menurut sebuah berita, 1 kg bibit kentang menghasilkan 20 kg panen, dan diketahui menurut sebuah laporan di tahun 2012 bahwa sekilo kentang hanya menghasilkan panen 6-7 kg saja.[4]

Selain kentang, Dieng juga mempunyai potensi pertanian dari tanaman lain berupa kubis, wortel, carica, dan lain-lain.[1]

Tentang embun

Mengenai bun upas, embun ini adalah embun salju nan dingin yang menyelimuti dataran tinggi Dieng, di daerah Kabupaten Wonosobo. Embun ini berlangsung ketika musim kemarau memasuki puncaknya antara Juli-Agustus. Tanda-tandanya adalah akan adanya muncul uap di dataran, dan berlangsung pada pukul 04.00-05.30. Masyarakat sekitar tidaklah sakit karena embun ini, namun yang paling dikhawatirkan adalah keadaan kentang yang rawan mati.[5] Kentang menjadi basah, mengeras, kering, dan mati. Fenomena embun upas ini biasa di kalangan petani setempat.[6]

Referensi

  1. ^ a b "Profil Dieng". dieng.org. Diakses tanggal 12 Juli 2018. 
  2. ^ Sunarjono, Hendro (2015). Bertanam 36 Jenis Sayur. hal.48. Jakarta: Penebar Swadaya. ISBN 979-002-579-3.
  3. ^ Hardoko, Ervan (7 Juni 2013). Assifa, Farid, ed. "Buah Simalakama Dieng Bernama Kentang". Kompas.com. Diakses tanggal 12 Juli 2018. 
  4. ^ Maharani, Shinta (25 Desember 2012). "Lahan Rusak, Wonosobo Batasi Penanaman Kentang". Tempo.co. Diakses tanggal 12 Juli 2018. 
  5. ^ Wicaksono, Pribadi (7 Juli 2018). Chairunnisa, Ninis, ed. "Fenomena Bun Upas, Warga Dieng Sebut Belum Sampai Suhu Ekstrem". Tempo.co. Diakses tanggal 12 Juli 2018. 
  6. ^ Yunizar, Sahrul. "Dataran Tinggi Dieng setelah Diselimuti Bun Upas: Petani Kentang Pasrah, Produsen Carica Panen Berkah" Pontianak Post. Rabu, 11 Juli 2018. hal.1 & 7. Jawa Post Group.