Daan Jahja
Letkol Inf. H. Daan Jahja | |
---|---|
[[Gubernur Militer Djakarta]] 2 | |
Masa jabatan 1948–1950 | |
Presiden | Soekarno |
Pangdam Siliwangi | |
Masa jabatan 1948–1948 | |
Presiden | Soekarno |
Informasi pribadi | |
Lahir | Daan Jahja 5 Januari 1925 Padang Panjang, Sumatera Barat, Hindia Belanda |
Meninggal | 20 Juni 1985 Jakarta, Indonesia | (umur 60)
Kebangsaan | Indonesia |
Orang tua | Jahja Datoek Kajo Sjahrizan Jahja |
Karier militer | |
Pihak | Indonesia |
Dinas/cabang | TNI Angkatan Darat |
Masa dinas | 1945 - 1975 |
Pangkat | Letnan Kolonel |
Satuan | Infanteri |
Sunting kotak info • L • B |
Letkol Inf H. Daan Jahja (5 Januari 1925 – 20 Juni 1985) adalah Gubernur (Militer) Jakarta dan Panglima Divisi Siliwangi. Ia memainkan peranan penting dalam menumpas aksi Kapten Westerling yang mau merebut kekuasaan negara karena tidak menerima penyerahan kedaulatan Indonesia oleh Belanda tanggal 27 Desember 1949.
Latar belakang
Daan Jahja lahir dari pasangan Jahja Datoek Kajo dan Sjahrizan Jahja, asal Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat. Ayahnya merupakan anggota Volksraad yang cukup vokal, dan orang yang pertama kali berpidato menggunakan bahasa Indonesia dalam sidang Volksraad. Daan merupakan anak yang tertua dari sembilan bersaudara.
Perjuangan
Daan Jahja aktif terlibat pada masa-masa revolusi Indonesia. Dia bergabung dengan kelompok Prapatan 10, satu dari dua kelompok pemuda yang paling menonjol pada masa kemerdekaan Indonesia. Kelompok Prapatan 10 yang bermarkas di Jl. Prapatan 10, Jakarta merupakan pengikut Sutan Sjahrir. Sedangkan kelompok lainnya, yakni Menteng 31 menjadi pengikut Tan Malaka. Daan Jahja menjadi pemimpin dalam kelompok Parapatan 10. Pada peristiwa Rengasdengklok, Daan dan kelompok Prapatan 10 bertugas untuk membawa Mohammad Hatta ke Rengasdengklok. Sedangkan kelompok Menteng 31 pimpinan Chaerul Saleh membawa Soekarno. Kedua kelompok ini menuntut agar Soekarno-Hatta cepat-cepat memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.[1]
Ia juga terlibat aktif pada saat rapat raksasa di Lapangan Ikada, Jakarta.[2] Pada masa Agresi Militer Belanda II, ia ditempatkan di wilayah Sumatera. Kepada menteri pertahanan Mohammad Hatta, ia menyampaikan memorandum agar pemerintah menyiapkan pangkalan cadangan di tempat yang lebih luas yang memungkinkan pemerintah bergerak lebih leluasa untuk perang gerilya. Tempat yang disarankannya adalah Bukittinggi, Sumatera Barat, mengingat ruang gerak di pulau Jawa yang semakin sempit.[3] Saat menjabat gubernur Jakarta, Daan Jahja berhasil menyelesaikan masalah administratif pemerintahan Jakarta yang sebelumnya diatur oleh Belanda.
Letnan Kolonel H. Daan Jahja wafat pada tanggal 20 Juni 1985 tepat pada saat Idul Fitri 1405. Ia wafat sepulang dari masjid Sunda Kelapa, Jakarta setelah melaksanakan salat Ied.
Catatan kaki
- ^ Peristiwa Rengasdengklok
- ^ Poeze, Harry A. Tan Malaka, Gerakan Kiri, dan Revolusi Indonesia.
- ^ Notosusanto, Nugroho dan Marwati Poesponegoro. Sejarah Nasional Indonesia VI.
Jabatan militer | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Abdul Haris Nasution |
Pangdam Siliwangi 1948 |
Diteruskan oleh: Abimanyu |
Jabatan politik | ||
Didahului oleh: Suwiryo |
Gubernur Jakarta 1948–1950 |
Diteruskan oleh: Suwiryo |