Lompat ke isi

Hutan adat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 25 Februari 2019 23.30 oleh AMA Ptk (bicara | kontrib) (Ini pembahasan HUTAN ADAT, bukan HUKUM)

Hutan adat bagi sebagian masyarakat hukum adat Indonesia merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam Undang–undang Kehutanan Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan[1][2] dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012[3] telah memberikan pengertian mengenai Hutan Adat yaitu : "hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat".

Penelitian Van Vollenhoven

Seorang peneliti adat Belanda Van Vollenhoven membagian wilayah masyarakat hukum adat di Indonesia menurut Van Vollenhoven terdapat 19 wilayah hukum adat yaitu : (1) Aceh, (2) Gayo, Alas, Batak dan Nias, (3) Minangkabau, Mentawai, (4) Sumatera Selatan, Enggano, (5) Melayu, (6) Bangka, Belitung, (7) Kalimantan, (8) Minahasa, (9) Gorontalo, (10) Toraja, (11) Sulawesi Selatan, (12) Kepulauan Ternate, (13) Maluku, (14) Irian Barat, (15) Kepulauan Timor, (16) Bali, Lombok, (17) Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, (18) Solo, Yogyakarta, (19) Jawa Barat, Jakarta. Dari penelitian Van Vollenhoven tersebut, terbukti bahwa masyarakat adat di Indonesia sudah ada dan benar-benar hidup sebelum Indonesia Merdeka.

Putusan Mahkamah Konstitusi

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 (MK 35) yang dibacakan pada 16 Mei 2013 telah memberikan jaminan hukum akan eksitensi Hutan Adat di Indonesia. Bunyi putusan tersebut:

  • 1.Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian;

1.1.Kata ―negara dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

1.2.Kata ―negara dalam Pasal 1 angka 6 Undang - Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dimaksud menjadi “Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat”;

1.3.Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;

1.4.Pasal 4 ayat (3) Undang - Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “penguasaan hutan oleh negara tetap memperhatikan hak masyarakat hukum adat, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang :

1.5.Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai “Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat”;

1.6.Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “Hutan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tidak termasuk hutan adat”;

1.7.Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

1.8.Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888 ) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

1.9.Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;187

1.10.Pasal 5 ayat (2)Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

1.11.Frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 omor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

1.12.Frasa “dan ayat (2)” dalam Pasal 5 ayat (3) Undang -Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sehingga Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dimaksud menjadi “Pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya”

Lihat pula

Referensi

Pranala luar