Lompat ke isi

Rumah Adat Banoa Sibatang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Rumah adat Banoa sibatang (Banoa batang) adalah rumah adat tradisional Kalumpang, kabupaten Mamuju provinsi Sulawesi Barat. Rumah adat ini dihuni oleh suku Kalumpang atau disebut juga suku Galumpang. Rumah adat ini memiliki ciri tersendiri pada bagian atap dan keunikan pada bagian bawahnya. Rumah adat ini diyakini berkaitan langsung dengan nenek moyang Austronesia. Hal ini terlihat dari tiang rumah panggung yang disambungkan dengan lantai rumah memiliki pola berbentuk rakit. Hal ini diyakini sebagai jejak warisan bangsa Austronesia yang dulu bermigrasi dari Pulau Taiwan ke selatan dengan menggunakan rakit.

Sangat menarik untuk mengunjungi daerah Kalumpang karena daerah ini sudah lama menjadi daya tarik Arkeolog untuk meneliti sejarah kehidupan nenek moyang Austronesia. Banyak ditemukan peninggalan-peninggalan nenek moyang yang di yakini sebagai bangsa Austronesia.

Kalumpang berada di Hulu sungai Karama, sungai terpanjang di Sulawesi Barat kecamatan Kalumpang, Mamuju. Kecamatan Kalumpang ini bisa ditempuh 180 km dari kota Mamuju dan 38 km dari pelabuhan Belang-belang, yaitu pelabuhan utama provinsi Sulawesi Barat.[1]

Asal Usul

Berkas:Raiyani Muharramah-Tugu Gong Perdamaian Mamuju DSCF8348.jpg
Enam pilar penopang gong perdamaian di tepi pantai Manakkara di Mamuju, yang terdiri dari 6 tiang cikal bakal Sulawesi Barat yaitu Kalumpang

Secara asal usul, tetua-tetua adat di Kalumpang mengakui bahwasanya sebahagian besar masyarakat Kalumpang berasal dari Tana Toraja. Sehingga dalam penyebutannya secara umum masyarakat Kalumpang disebut dan menyebut diri mereka sebagai masyarakat Toraja Barat. Seiring dengan perkembangan zaman dan pemekaran wilayah administrasi, penyebutan bagi masyarakat Kalumpang juga ikut mengalami perubahan. Sejak pemekaran Sulawesi Selatan yang sebagian wilayahnya menjadi Provinsi Sulawesi Barat yang didalamnya termasuk wilayah masyarakat Kalumpang dalam bentuk wilayah administrasi kecamatan Kalumpang, Pemerintah Kabupaten Mamuju yang menaungi wilayah Kalumpang telah menyebut masyarakat Kalumpang sebagai Masyarakat Adat Kalumpang. Hal ini terbukti dengan adanya tulisan Kalumpang yang dipajang di ikon kota Mamuju yaitu 6 tiang penyangga gong perdamaian yang berada di tepi pantai Manakkara bersama-sama dengan kata-kata yang mengisyaratkan masyarakat adat yang secara turun temurun telah menghuni wilayah administrasi kabupaten Mamuju seperti Kalukku’ dan Tapalang.[2]

Letak geografis

Secara geografis, wilayah Kalumpang berada di bagian Barat pegunungan Tirobali yang membagi wilayah Toraja dan Luwuk di bagian timur dengan wilayah Mamuju. Berdasarkan UU No. 26 Tahun 2004, terjadi pemekaran provinsi Sulawesi Selatan, sehingga terbentuklah provinsi Sulawesi Barat, dengan enam kabupaten yaitu Mamuju, Majene, Polewali Mandar, Mamasa, Mamuju Utara dan Mamuju Tengah, sehingga Kalumpang kini masuk dalam wilayah kabupaten Mamuju provinsi Sulawesi Barat[2]

Konstruksi

  1. Rangka utama yaitu tiang dan balok induk, dengan menggunakan kayu kelas satu.
  2. Konstruksi tiang rumah panggung yang disambungkan dengan lantai rumah memiliki pola berbentuk seperti rakit. Konstruksi dinding menggunakan kayu kelas dua.
  3. Konstruksi atap  menggunakan  bahan sirap dan kayu besi, bambu, daun nipah, rumbia, ijuk atau ilalang
  4. Konstruksi tangga terbuat dari kayu dan bambu
  5. Konstruksi dinding menggunakan kayu dan bambu
Fungsi
  1. Tiang yang tinggi memberikan efek status sosial. Semakin tinggi tingkat kolong rumah menandakan semakin tinggi pula tingkat status sosial pemiliknya
  2. Tiang-tiang tinggi juga untuk menghindari banjir dan binatang buas
Referensi
  1. ^ https://budaya-indonesia.org/4-Banoa-Sibatang/
  2. ^ a b Ryadhi EthniCitizen (2017-01-26). "Ensiklopedi Fotografi Kalumpang".