Kementerian Kebudayaan (Indonesia)
Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia | |
---|---|
Gambaran umum | |
Bidang tugas | Menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian, tradisi, sejarah, cagar budaya, permuseuman, warisan budaya, dan kebudayaan lainnya. |
Susunan organisasi | |
Direktur Jenderal | Hilmar Farid |
Kantor pusat | |
Komplek Kemdikbud Gedung E Lt.4 Jl. Jenderal Sudirman Senayan Jakarta 10270 | |
Situs web | |
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ |
Direktorat Jenderal Kebudayaan (disingkat Ditjenbud) adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian, tradisi, sejarah, cagar budaya, permuseuman, warisan budaya, dan kebudayaan lainnya.
Sejarah
Masa Kolonial
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen adalah salah satu lembaga yang didirikan oleh suatu himpunan masyarakat yang mempunyai kepedulian terhadap kesenian dan kebudayaan. Lembaga ini mendapat pengakuan dan memperoleh subsidi dari Pemerintah VOC dan Pemerintah Hindia Belanda. Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen didirikan pada tanggal 24 April 1778 dan memiliki tujuan sebagaimana yang dinyatakan dalam Statuten Pasal 2, “Memajukan pengetahuan-pengetahuan kebudayaan, sejauh hal-hal ini berkepentingan bagi pengenalan kebudayaan di Kepulauan Indonesia dan kepulauan sekitarnya”.
Untuk mencapai tujuan tersebut maka Genootschap melakukan pemeliharaan museum termasuk perpustakaan; mengusahakan majalah-majalah dan melakukan pengumpulan penulisan-penulisan dari Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, mengadakan penelitian dan memberikan penerangan-penerangan bagi Pemerintah Hindia Belanda.
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen berubah menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia, lalu kemudian berubah menjadi Museum Pusat dan berubah lagi menjadi Museum Nasional.
Bataviaasch Kunstkring
Bataviaasch Kunstkring atau Lingkarseni Batavia sudah ada sejak tahun 1902 dan mengalami kemunduran, lalu kemudian terbentuk kembali pada tanggal 7 Juli 1914 dengan pendirian Ikatan Musik dan Sandiwara. Tujuan didirikannya lembaga ini adalah untuk memajukan kesenian hias, sei rupa, seni musik dan seni drama di Batavia.
Kegiatan yang dilakukan antara lain mengadakan konser kesenian rakyat, mengadakan pameran-pameran karya seni hias dan rupa, menyelenggarakan ceramah tentang kesusastraan dan seni tari.
Lembaga ini masih terus berjalan sampai masa Pergerakan Nasional sejak awal abad ke-20.
Permuseuman
Pendirian museum, menghimpun koleksi benda-benda purbakala, keramik, naskah-naskah kuno, numismatik, dan berbagai benda lainnya merupakan salah satu bidang yang menjadi perhatian Genootschap. Salah satu pendiri Genootschap, J.C.M. Rademacher menyumbangkan sebuah rumah di Kalibesar di Kota Lama Batavia dan menyumbangkan sejumlah peralatan ilmu alam, batu-batuan, hasil pertambangan, alat-alat musik dan buku-buku untuk dijadikan museum [1].
Pada masa Pemerintah Kolonial Inggris (1811-1816) Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen berganti nama menjadi Literary Society. Letnan Jenderal Sir Thomas Stamford Raffles menjadi direksi di lembaga tersebut.
Setelah tahun 1816 ketika Pemerintah Kolonial Belanda kembali menggantikan pemerintahan Inggris, perhatian terhadap kebudayaan semakin meningkat. Nama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen dikembalikan seperti semula.
Pada masa setelah Perang Dunia I Pemerintah Belanda menaruh perhatian terhadap pendirian museum di beberapa daerah di samping yang sudah berdiri di Batavia. Museum-museum yang didirika pada masa sebelum dan sejak masa Pergerakan Nasional diantaranya, Museum Radyo Pustaka di Solo (1894), Museum Zoologi Bogor (1894), Museum Zoologi Bukittinggi (1894), Museum Mojokerto (1912), Museum Rumoh Aceh (1915), Museum Trowulan (1920), Museum Geologi Bandung (1929), Museum Bali (1932), Museum Rumah Adat Banjuang di Bukittinggi (1933), Museum Sonobudoyo di Yogyakarta (1935), dam Museum Simalungun (1938).
Komisi dan Dinas Purbakala (Commissie dan Oudheidkundige Dienst)
Pemerintah Hindia Belanda melalui Surat Keputusan Pemerintah tanggal 14 Juni 1913 No. 62 membentuk sebuah organisasi permanen yang bernama Oudheidkundige Dienst (Dinas Purbakala). Tugas Dinas Purbakala ini tak lain mengadakan inventarisasi dan pengawasan terhadap peninggalan purbakala di Hindia Belanda, merencanakan dan melaksanakan upaya-upaya pemeliharan dan perlindungan, mengadakan penggambaran dan pengukuran dan melakukan penelitian.
Java Instituut
Javaansche Instituut berdiri pada tanggal 4 Agustus 1919 oleh sebuah himpunan yang yang mendapat persetujuan Pemerintah. Tujuan pendirian Javaansche Instituut ialah untuk memajukan dan mengembangkan kebudayaan pribumi yang dalam arti luas untuk memajukan kebudayaan Jawa, Madura dan Bali. Dalam perjalanannnya Javaansche Instituut bubar tanggal 4 Agustus 1948.
Selain lembaga-lembaga kebudayaan tersebut, terdapat pula lembaga-lembaga lainnya seperti Vereenigingen (Perhimpunan-Perhimpunan), Volkslectuur (Balai Pustaka, Lembaga-lembaga Pendidikan dan terjadi pula Kongres Kebudayaan yang dimulai tahun 1918 hingga tahun selanjutnya. Kongres tersebut mendiskusikan permasalahan-permasalahan yang terkait dengan kebudayaan.
Masa Pergerakan Nasional
Lembaga-lembaga Kebudayaan yang didirikan masa Kolonial dan masih diteruskan pada masa Pergerakan Nasional antara lain:
- Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang berdiri sejak tahun 1778 sampai masa Hindia Belanda, masa Pergerakan Nasional, bahkan sampai masa Kemerdekaan Rl yang dikenal sebagai Museum Nasional dan Perpustakaan Nasional;
- Museum-museum yang telah didirikan sejak masa Kolonial, selanjutnya masa Pergerakan Nasional bahkan sampai kini ialah: Museum Radya Pustaka, Museum Zoologi di Bogar, Museum Mojokerto, Museum Mangkunegoro, Museum Rumoh Aceh, Museum Trowulan, Museum Geologi Bandung, Museum Bali, Museum Rumah Adat Banjuang di Bukittinggi, Museum Sonobudoyo, Museum Simalungun.
- Oudheidkundige Dienst (Dinas Purbakala) yang didirikan tanggal 14 Juni 1913, diteruskan sampai masa Pergerakan Nasional bahkan sampai masa kemerdekaan termasuk ke dalam struktur Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan selanjutnya dewasa ini masuk ke dalam struktur Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata;
- Javaansche lnstituut yang berdiri tahun 1919 sampai tahun 1948 berdiri pada masa Pergerakan Nasional;
- Bataviaasch Kunstkring (Lingkar Seni Batavia) yang berdiri sejak tahun 1902, 1914 dan seterusnya dengan ulang tahun ke-30 (1932) juga berkembang masa Pergerakan Nasional;
- Volkslectuur(Balai Pustaka) yang berdiri sejak tahun 1908 yang berarti berdiri sejak masa Pergerakan Nasional bahkan sampai masa Kemerdekaan dan kini menjadi sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN);
- Kongres Kebudayaan.
Masa Jepang
Pada masa pendudukan Jepang, dibuatlah sebuah Lembaga Kebudayaan bernama Keimin Bunka Shidoso yang didirikan pada tanggal 1 April 1943 yang bertujuan untuk mengawasi kehidupan dan kreativitas para seniman.
Masa Awal Kemerdekaan (1945-1967)
Pada masa awal kemerdekaan priode 1945–1967, kebudayaan belum menjadi prioritas utama pemerintahan kala itu. Hal ini dibuktikan dengan belum adanya kementerian yang menaungi kebudayaan secara eksplisit maupun inplisit. Namun demikian kebudayaan dimasukkan ke dalam Kementerian Pengajaran. Adapun yang menjabat sebagai Menteri Pengajaran pada kabinet pertama adalah Ki Hajar Dewantara.
Unsur kebudayaan dimasukkan ke dalam instansi pemerintahan pada masa kabinet Syahrir III. Pada masa itu, Menteri Pengajaran dijabat oleh Mr. Suwandi dengan Menteri Muda Pengajaran Ir. Gunarso. Pada masa ini dibentuk lembaga yang menjadi cikal bakal masuknya kebudayaan ke dalam pemerintahan, yaitu Panitia Penyelidik Pengajaran Republik Indonesia yang diketuai Ki Hajar Dewantara. Dasar Pembentukan dari lembaga ini adalah keputusan Rapat Badan KNIP pada 27 Desember 1945. Hal ini membuktikan bahwa untuk membangun masyarakat dan memperkokoh suatu negara dibutuhkan dukungan dari kualitas manusai di dalamnya.
Nama kebudayaan pertama kali dimasukkan ke dalam instansi pemeritahan secara resmi pada masa Kabinet Moh. Hatta. Nama kementerian Pengajaran diperluas menjadi Kementerian Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan atau disingkat Kementerian PP dan K dengan M. Ali sebagai menteri. Pada 13 Juli 1949, dibentuk tiga jawatan baru di bawah Kementerian PP dan K, yaitu Jawatan Inspeksi Pengajaran, Jawatan Pendidikan Masyarakat, dan Jawatan Kebudayaan.
Adapun struktur organisasi di bawah Jawatan Kebudayaan terdiri atas:
- Sekretariat
- Bagian Kesenian
- Bagian Dokumentasi Sejarah
- Balai Bahasa
- Dinas Purbakala
Dengan tugas, yaitu:
- Mempelajari, memimpin, dan mengembangkan macam-macam kesenian asli yang hidup dalam masyarakat Indonesia;
- Mendidik guru untuk mengajar dan mengembangkan kesenian, baik di sekolah maupun di luar sekolah, dan menyelenggarakan pembuatan buku-buku pelajaran kesenian dan kebudayaan bagi guru-guru dan murid-murid.
- Memelihara dan menyempurnakan tumbuhnya Bahasa dan kesusasteraan Indonesia, termasuk Bahasa dan kesusateraan daerah;
- Memelihara dan menyelidiki bahan-bahan purbakala yang berguna buat sejarah dan kebudayaan Indonesia;
- Menyelenggarakan pengawasan dan perlindungan atas bangunan-bangunan alam dan bangunan-bangunan kuno sebagai museum nasional;
- Menyelidiki dan membangun kembali candi-candi dan bangunan-bangunan purbakala lain yang sudah rusak dan memperluas penyelidikan dengan penggalian tanah;
- Menyelidiki, mengumpulkan, dan memelihara segala peninggalan yang mengandung arti sejarah.
Masa Pembangunan dan Reformasi (1968-1998)
Kebudayaan dalam Kabinet
Pada masa Kabinet Ampera I, susunan kabinet mengalami perubahan yang mendasar, yaitu perubahan dari status departemen yang dipimpin oleh seorang Deputi Menteri menjadi sebuah departemen yang dipimpin oleh seoran Menteri. Nomenklatur Kementerian PP dan K berubah menjadi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang merupakan hasil penyatuan dari Departemen Pendidikan Dasar, Departemen Perguruan Tinggi, Departemen Olahraga dan Departemen Kebudayaan. Sarino Mangunpranoto menjabat sebaga menterinya.
Dalam Departemen baru tersebut untuk pertama kali dibentuk lembaga baru yang disebut dengan ‘Direktorat Jenderal’ yang salah satunya adalah Direktorat Jenderal Kebudayaan. Pada saat itu yang ditunjuk sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan adalah Indrosoegondho. Indrosoegondho menjabat sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan pertama samai dengan 1 Juni 1968.
Selanjutnya pada masa Kabinet Ampera II nama departemen masih tidak berubah nama dan yang ditunjuk sebagai menteri adalah Sanusi Hardjadinata.
Setelah Soeharto dilantik menjadi Presiden, Kabinet Ampera II diganti menjadi Kabinet Pembangunan I (1968-1973). Dalam susunan Kabinet tersebut, nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan masih tetap ada dan yang menjabat sebagai menteri adalah Mashuri, SH. Pada masa ini yang menjabat sebagai Direktur Jenderal Kebudayaan adalah Prof. Dr. Ida Bagus Mantra dan yang menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal adalah Abas Alibasjah.
Pada masa Kabinet Pembangunan II (1973-1978) yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan adalah Prof. Dr. Syarief Thayeb. Jabatan Direktur Jenderal Kebudayaan masih tetap dijabat oleh Prof. Dr. Ida Bagus Mantra.
Pada masa Kabinet Pembangunan III (1978-1983) yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayan adalah Dr. Daoed Joesoef dan jabatan Direktur Jenderal Kebudayaan dipegang olehh Prof. Dr. Haryati Soebadio. Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan dijabat oleh Drs. Bastomi Ervan.
Pada masa Kabinet Pembangunan IV (1983-1988), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dijabat oleh Prof. Dr. Nugroho Notosusanto. Tidak lama menjabat, pada tahun 1986 beliau meninggal dunia, lalu digantikan oleh Prof. Dr. Fuad Hassan. Jabatan Direktur Jenderal Kebudayaan masih tetap dipegang oleh Prof. Dr. Haryati Soebandio, yang berarti menjabat 2 periode, yaitu mulai 1978 hingga 1988.
Pada masa Kabinet Pembangunan V (1988-1993), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tetap dijabat oleh Prof. Dr. Fuad Hassan dans ebagai Direktur Jenderal Kebudayaan dijabat oleh Drs. Gusti Bandoro Pangeran Haryo (GBPH) Poeger.
Pada masa Kabinet VI (1993-1998), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dijabat oleh Prof. Dr. Ing Wardiman Djojonegoro hingga tahun 1998. Jabatan Direktur Jenderal Kebudayaan dipercayakan kepada Prof. Dr. Edi Sedyawati dan yang menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal adalah Drs. Nunus Supardi hingga tahun1998.
Selanjutnya pada tahun 1997 dibentuklah Kabinet Pembangunan VII (1998-2003). Presiden Soeharto menetapkan adanya dua departemen yang memiliki sasaran dan tugas pokok yang sama, yaitu kebudayaan. Pertama, adalah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud), yang ditunjuk sebagai Menteri adalah Prof. Dr. Ir. Wiranto Arismundar dan jabatan Direktur Jenderal Kebudayaan masih tetap dijabat oleh Prof. Dr. Edi Sedyawati dan jabatan Sekretaris Direktur Jenderal Kebudayaan dilanjutkan oleh Dr. Ign Anom sampai dengan 1999. Kedua, Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya (Parsenibud) yang ditunjuk sebagai Menteri adalahh Drs. Abdul Latif. Kabinet ini tidak dapat berfungsi karena kondisi politik dan pemerintahannya yang sedang mengalami krisis menjelang reformasi. Hingga pada tanggal 21 Mei 1998 Soeharto menyampaikan pengunduran diri sebagai Presiden RI.
Gambaran Kelembagaan Kebudayaan
Pada tahun 1969 dikeluarkan Keppres No. 39 Tahun 1969 dan No. 84 tahun 1969 yang mengatur tentang kelembagaan pemerintah yang kemudian melahirkan Kepmendikbud No. 141 tahun 1969 yang menetapkan susunan organisasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan termasuk Direktorat Jenderal Kebudayaan. Susunan organisasi Direktorat Jenderal Kebudayaan secara lengkap ialah: Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan; Lembaga Bahasa Nasional (LBN); Lembaga Sejarah dan Antropologi (LSA); Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional (LPPN); Lembaga Musikologi dan Koreografi (LMK); Direktorat Kesenian; Direktorat Pendidikan Kesenian; Direktorat Museum.
Pada tahun 1971 dilakukan penataan organisasi lagi dan secara khusus dikeluarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kepmendikbud) No. 060/1971, tanggal 12 Maret 1971 tentang tujuan, kedudukan, tugas pokok, fungsi, susunan dan tata kerja dalam lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan. Adapun unit-unit yang ada di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan adalah Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan; Lembaga Bahasa Nasional (LBN); Lembaga Sejarah dan Antropologi (LSA); Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional (LPPN); Lembaga Musikologi dan Koreografi (LMK); Direktorat Kesenian; Direktorat Pendidikan Kesenian; Direktorat Museum.
Pada tahun 1974 dikeluarkan Keppres No. 45/1974 dalam Pasal 9, Direktorat Jenderal Kebudayaan dirinci lagi menjadi beberapa unit Eselon II: (1) Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan; (2) Direktorat Pembinaan Kesenian; (3) Direktorat Pendidikan Kesenian; (4) Direktorat Museum; (5) Direktorat Sejarah dan Purbakala.
Selanjutnya 4 buah lembaga yang terdapat pada Kepmendikbud No. 060/1974, yakni LBN, LPPN, LSA, dan LMK sesuai dengan pasal 11 diganti menjadi ‘Pusat’ yakni menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, pengganti Lembaga Bahasa Nasional; Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, pengganti Lembaga Sejarah dan Antropologi (LSA); Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional (PPPN) pecahan dari Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional (LPPN); Pusat Pembinaan Perpusatakaan (unit baru) yang kemudian dilebur menjadi Perpustakan Nasional.
Pada tahun 1975 diadakan penataan organisasi kembali. Berdasarkan Kepmendikbud No. 079/O/1975 tanggal 23 April 1975, Direktorat Jenderal Kebudayaan mengalami perubahan nama dan statusnya, menjadi: (1) Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan; (2) Direktorat Pembinaan Kesenian; (3) Direktorat Pengembangan Kesenian; (4) Direktorat Museum; (5) Direkorat Sejarah dan Purbakala. Sementara itu pusat-pusat yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan adalah: (1) Pusat Pembinaan Perpusatakaan; (2) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa; (3) Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional; (4) Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya; Museum Pusat.
Setelah Keppres No. 45/1974 berjalan 4 tahun, pada tahun 1978 keluar kembali Keppres No. 27 Tahun 1978 tentang perubahan beberapa pasal, termasuk pasal 9 mengenai Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pasal 9 yang semula terdiri dari 5 ayat ditambah satu ayat baru, yaitu Ayat (6) yang mengatur tentang hadirnya ‘Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa’ masuk ke dalam jajaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. Selanjutnya berdasarkan Keppres tersebut pada tanggal 30 Juni 1979, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Kepmendikbud No. 0145/O/1979 yang secara khusus menetapkan tentang pembentukan Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Selanjutnya pada tahun 1979 terjadi perubahan organisasi lagi, dan keluarlah Keppres No. 47 tahun 1979. Dengan adanya perubahan tersebut maka yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan adalah: (1) Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional; (2) Direktorat Kesenian); (3) Direktorat Permuseuman; (4) Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala; (5) Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sementara pusat-pusat yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan adalah: (1) Pusat Pembinaan Perpusatakaan; (2) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa; (3) Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.
Pada tahun 1980 dilakukan reorganisasi kembali dan keluarlah Kepmendikbud No. 0222e/O/1980, tanggal 11 September 1980, tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Kebudayaan. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, terdiri atas: (1) Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan; (2) direktorat Kesenian; (3) Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisi; (4) Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala; (5) Direktorat Permuseuman; (6) Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. . Sementara pusat-pusat yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan adalah: (1) Pusat Pembinaan Perpusatakaan; (2) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa; (3) Pusat Penelitian Arkeologi Nasional; (4) Museum Nasional; (5) Perpustakaan Nasional.
Sejak dikeluarkannya Kepmendikbud No. 0222e/O/1980 tentang organisasi Direktorat Jenderal Kebudayaan, lembaga kebudayaan menjadi stabil dan tidak mengalami perubahan sampai dengan tahun 1998.
Kebijakan Penataan Kelembagaan dan Aspek Kebudayaan yang Diurus (1966-1998)
Pada tahun 1974 dikeluarkan Keppres No. 44 yang mengatur struktur organisasi setiap departemen dalam bentuk satuan organisasi yang menggambarkan mekanisme kerja dari berbagai satuan organisasi. Hal-hal yang diatur dalam Keppres itu adalah sebagai berikut: (1) Unsur Pimpinan: Menteri; (2) Unsur Pembantu Pimpinan: Sekertaris Jenderal; (3) Unsur Pelaksana: Direktorat Jenderal; (4) Unsur Pengawasan: Inspektorat Jenderal; (5) Unit Organisasi Lain (Pusat-Pusat) dan Staf Ahli; dan (7) Instansi Vertikal.
Direktorat Jenderal sebagai Unsur Pelaksana yaitu sebuah lembaga unsur pelaksana dari sebagaian tugas pokok dan fungsi Departemen yang berada langsung di bawah Menteri. Tugas pokok Direktorat Jenderal adalah melaksanakan sebagian tugas pokok Departemen di bidangnya berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh menteri.
Pada tahun 1973 dilakukan penataan mengenai aspek-aspek budaya yang ditangani. Aspek-aspek tersebut terdapat dalam buku Pokok-pokok Kebijaksanaan Kebudayaan (versi 1973). Dalam buku ini aspek yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Kebudayaan mencakup: (1) Kebudayaan Tradional dan Folklore; (2) Politik Bahasa Nasional; (3) Kepurbakalaan dan Permuseuman; (4) Pembinaan Kesenian; (5) dan Pendidikan Kesenian.
Pada tahun 1980 dalam buku Pokok-pokok Kebijakan Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan (versi 1980) unsur-unsur kebudayaan yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Kebudayaan adalah: (1) Bidang Kemasyarakatan, yang sasarannya diarahkan pada penanaman kesadaran berbangsa, pengukuhan jati diri dan pendorongan tumbuhnya kebanggaan nasional; (2) Bidang Bahasa; (3)Bidang Kesenian; (4) Bidang Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (5) Bidang Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan.
Pada tahun 1986, Pokok-pokok Kebijakan versi 1980 diperbaiki lagi dan dituangkan dalam Keputusan Direktur Jenderal Kebudayaan No. 0151/F1.IV/N.86 tanggal 15 Maret 1986 dengan judul Pokok-pokok Kebijakan Pengelolaan Pembinaan dan Pengembangan Kebudayaan dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa (versi 1986). Aspek budaya yang ditangani mencakup: (1) Kepurbakalaan; (2) Kesejarahan; (3) Nilai Tradisional; (4) Kesenian; (5) Kebahasaan dan Kesastraan; (6) Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; (7) Permuseuman; serta (8) Perpustakaan dan Perbukuan.
Kedelapan unsur kebudayaan itulah yang diterima sebagai ‘definisi kerja’ bagi keberadaan kelembagaan lebudayaan di pemerintahan. Dalam perkembangannya, unsur perpustakaan, perbukuan, arsip, bahasa dan kerja sama kebudayaan berada pada instansi lain bukan dibawah Direktorat Jenderal Kebudayaan lagi.
Tugas Pokok dan Fungsi
Tugas Direktorat Jenderal Kebudayaan seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 11 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan ialah mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian, tradisi, sejarah, cagar budaya, permuseuman, warisan budaya, dan kebudayaan lainnya. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 473, Direktorat Jenderal Kebudayaan menjalankan fungsi:
- Perumusan kebijakan di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian, tradisi, sejarah, cagar budaya, permuseuman, warisan budaya, dan kebudayaan lainnya;
- Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan dan pelestarian kesenian, sejarah, dan tradisi;
- Pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan pemahaman nilai-nilai kesejarahan dan wawasan kebangsaan;
- Pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan lembaga kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pengelolaan cagar budaya, warisan budaya nasional dan dunia, dan museum nasional,pembinaan dan perizinan perfilman nasional, promosi, diplomasi, dan pertukaran budaya antar daerah dan antar negara, serta pembinaan dan pengembangan tenaga kebudayaan;
- Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian, tradisi, sejarah, cagar budaya, permuseuman, warisan budaya, dan kebudayaan lainnya;
- Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian, tradisi, sejarah, cagar budaya, permuseuman, warisan budaya, dan kebudayaan lainnya;
- Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian, tradisi, sejarah, cagar budaya, permuseuman, warisan budaya, dan kebudayaan lainnya;
- Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kebudayaan; dan
- Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Struktur Organisasi
Bentuk kelembagaan bidang kebudayaan dalam Kabinet Pembangunan VII tidak mengalami perubahan, meskipun terjadi 'kerancuan' karena dibentuk 2 departemen dengan bidang sasaran kegiatan yang sama-sama, yaitu kebudayaan. Kedua departemen itu adalah (1) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; dan (2) Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya. Pembagian tugas antara kedua departemen itu dibatasi dengan kriteria "hulu"dan "hilir''.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menitikberatkan misinya untuk melakukan pembinaan, pengembangan, perlindungan dan pemanfaatan kebudayaan atau diistilahkan menangani kegiatan yang bersifat "hulu". Sementara itu, Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya menitikberatkan misinya untuk memanfaatkan kekayaan budaya bang sa sebagai objek daya tarik bagi para wisatawan, baik wisatawan mancanegara (wisman) maupun wisatawan nusantara (wisnus) atau diistilahkan menangani kegiatan yang bersifat "hilir''.
Posisi Direktorat Jenderal Kebudayaan dalam Departemen Pendidikan dan Kebudayaan masih tetap sama seperti sebelumnya. Demikian pula halnya dengan struktur organisasi mulai dari tingkat Pusat hingga ke tingkat Daerah masih tetap sama. Struktur kelembagaan Direktorat Jenderal Kebudayaan terdiri atas: (1) Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan; (2) Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional; (3) Direktorat Kesenian; (4) Direktorat Permuseuman; (5) Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala; (6) Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Di samping itu, Direktorat Jenderal Kebudayaan membina secara teknis keberadaan Pusat-pusat, yaitu: (1) Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa; (2) Pusat Penelitian Arkeologi Nasion a I. Di tingkat Daerah, struktur organisasi juga masih tetap sama, yaitu terdiri atas bidang-bidang: (1) Bidang Kesenian; (2) Bidang Permuseuman dan Kepurbakalaan; (3) Bidang Sejarah dan Nilai Tradisional.
Selajutnya, di tingkat Kabupaten/Kota Madia, terdapat Seksi Kebudayaan. Unit ini mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan dan pengembangan seluruh aspek kebudayaan, yaitu: Nilai Budaya, Kesenian, Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Permuseuman, Kebahasaan dan Kesastraan, serta Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Madia. Sementara itu, untuk tingkat Kecamatan terdapat jabatan yang disebut Penilik Kebudayaan. Unit ini mempunyai tugas pokok melaksanakan pembinaan dan pengembangan segala aspek kebudayaan Nilai Budaya, Kesenian, Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Permuseuman, Kebahasaan dan Kesastraan, serta Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, di seluruh wilayah Kecamatan.
Bila dibandingkan dengan bobot tanggung jawab di tingkat provinsi yang memiliki tiga bidang dan seksi-seksi, maka bobot tanggung jawan di tingkat kabupaten/kotamadia dan kecamatan cukup berat, karena pada kedua unit itu tidak dilengkapi dengan staf yang cukup. Pada keduanya tidak dilengkapi dengan subseksi atau urusan, bahkan tidak jarang mereka hanya bekerja seorang diri. Dalam tahun 1999 dibentuk Kabinet Reformasi, dan terjadi perubahan nomenklatur di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Nama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang lahir sejak tahun 1966, diganti menjadi Departemen Pendidikan Nasional. Meskipun ada perubahan, namun posisi Direktorat Jenderal Kebudayaan masih dapat dipertahankan tetap ada dan bersatu dengan bidang pendidikan, tetapi dalam struktur organisasinya mengalami perubahan agar tidak terjadi kerancuan dengan susunan organisasi dan nomenklatur di Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 11 Tahun 2015, Direktorat Jenderal Kebudayaan terdiri atas:
- Sekretariat Direktorat Jenderal Kebudayaan;
- Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman;
- Direktorat Kesenian;
- Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi;
- Direktorat Sejarah;
- Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya;[2]
Daftar Unit Kerja
Museum, yaitu:
- Museum Nasional
- Museum Kebangkitan Nasional
- Museum Benteng Vredeburg
- Museum Kepresidenan Balai Kirti
- Museum Basoeki Abdullah
- Museum Sumpah Pemuda
- Museum Naskah Proklamasi
Sedangkan unit kerja vertikal di daerah meliputi Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB), Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB), Balai Konservasi Borobudur, dan Balai Pelestarian Situs Manusia Purbakala Sangiran.Terdiri dari:
BPNB, terdiri dari:
- Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta
- Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat
- Balai Pelestarian Nilai Budaya Ambon
- Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali
- Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatra Utara
- Balai Pelestarian Nilai Budaya Jayapura
- Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan
- Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Utara
- Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatra Barat
- Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat
- Balai Pelestarian Nilai Budaya Tanjung Pinang
BPCB, terdiri dari:
- Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah
- Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta
- Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur
- Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten
- Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali
- Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatra Utara
- Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan
- Balai Pelestarian Cagar Budaya Batu Sangkar
- Balai Pelestarian Cagar Budaya Samarinda
- Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo
- Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi
- Balai Pelestarian Cagar Budaya Ternate
- Balai Konservasi Borobudur
- Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran
Berdasarkan Pasal 8 Permendikbud Nomor 40 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB), terdapat perubahan nomenklatur untuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah, sebagai berikut:
Nomor | Sebelum | Sesudah |
1 | Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta | Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta |
2 | Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung | Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat |
3 | Balai Pelestarian Nilai Budaya Ambon | Balai Pelestarian Nilai Budaya Ambon |
4 | Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh | Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatra Utara |
5 | Balai Pelestarian Nilai Budaya Jayapura | Balai Pelestarian Nilai Budaya Jayapura |
6 | Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar | Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan |
7 | Balai Pelestarian Nilai Budaya Manado | Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Utara |
8 | Balai Pelestarian Nilai Budaya Padang | Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatra Barat |
9 | Balai Pelestarian Nilai Budaya Pontianak | Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat |
10 | Balai Pelestarian Nilai Budaya Tanjung Pinang | Balai Pelestarian Nilai Budaya Tanjung Pinang |
11 | Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali | Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali |
Berdasarkan Pasal 8 Permendikbud Nomor 30 tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Pelestarian Cagar Budaya (BPCB), terdapat perubahan nomenklatur untuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) di daerah, sebagai berikut:
Nomor | Sebelum | Sesudah |
1 | Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah | Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah |
2 | Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta | Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta |
3 | Balai Pelestarian Cagar Budaya Mojokerto | Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur |
4 | Balai Pelestarian Cagar Budaya Gianyar | Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali |
5 | Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh | Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatra Utara |
6 | Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar | Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Selatan |
7 | Balai Pelestarian Cagar Budaya Batu Sangkar | Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatra Barat |
8 | Balai Pelestarian Cagar Budaya Samarinda | Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimantan Timur |
9 | Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo | Balai Pelestarian Cagar Budaya Sulawesi Utara |
10 | Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi | Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi |
11 | Balai Pelestarian Cagar Budaya Ternate | Balai Pelestarian Cagar Budaya Maluku Utara |
Alamat UPT dan Satker
DKI JAKARTA
1. Direktorat Kesenian
Kompleks Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gedung E Lantai 9, Jalan Jenderal Sudirman-Senayan Jakarta 10270
Telepon: (021) 5725046, 5725534
2. Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi
Komplek Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gedung E Lantai 10, Jalan Jenderal Sudirman-Senayan Jakarta 10270
Telepon: (021) 5725547
3. Direktorat Sejarah
Komplek Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gedung E Lantai 9, Jalan Jenderal Sudirman-Senayan Jakarta 10270
Telepon: (021) 5725044-5725539, Fax: (021) 5725044
4. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman
Kompleks Kementerian Penddikan dan Kebudayaan Gedung E Lantai 11, Jalan Jenderal Sudirman-Senayan Jakarta 10270.
Telepon: (021) 5725512, 5725531
5. Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya
Komplek Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Gedung E Lantai 10, Jalan Jenderal Sudirman-Senayan Jakarta 10270.
Telepon: (021) 5725047, 5725564
6. Galeri Nasional Indonesia
Jl. Medan Merdeka Timur no. 14, Jakarta 10110
Telepon: (021) 34833955, 3441748, 34833954
7. Museum Basoeki Abdullah
Jl. Keuangan 1 no. 19 A Cilandak Barat, Jakarta Selatan 12430
Telepon: (021) 75911870, 691483
8. Museum Kebangkitan Nasional
Jl. Abdul Rachman Saleh no.26 Jakarta 10410
Telepon: (021) 3847975, 34830033
9. Museum Nasional
Jl. Medan Merdeka Barat 12, Jakarta Barat 10110
Telepon: (021) 3447778, 3868172
10. Museum Sumpah Pemuda
Jl. Kramat Raya 106 10420
Telepon: (021) 3103217, 3154546
11. Museum Naskah Proklamasi
Jl. Imam Bonjol no.1 Menteng, Jakarta
Telepon: (021) 3144743
JAWA TENGAH
1. Balai Konservasi Borobudur
Jl. Badrawati Borobudur Magelang 56553
Telepon: (0293) 788175, 78825
2. Balai Pelestarian Situs Manusia Purbakala Sangiran
Jl. Sangiran KM 4, Krikilan, Kalijambe Sragen, Jawa Tengah 57275
Telepon: (0271) 7060519, 6811495, 6811432
3. Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah
Jl. Manisrenggo Km. 1
Telepon: (0274) 496413
DIY YOGYAKARTA
1. Balai Pelestarian Nilai Budaya Yogyakarta
Jalan Brigjen Katamso no.139 (Dalem Jayadipuran) Yogyakarta 55152
Telepon: (0274) 373241
2. Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta
Jl. Yogya – Solo Km 15, Bogem, Kalasan, Sleman, Yogyakarta
Telepon: (0274) 496419
3. Museum Benteng Vredeburg
Jl. Jenderal Ahmad Yani no. 6 Yogyakarta, 55122
Telepon: (0274) 510996
JAWA BARAT
1. Balai Pelestarian Nilai Budaya Bandung
Jalan Cinambo no.136, Ujungberung, Bandung 42094
Telepon: (022) 7804942
2. Museum Kepresidenan Balai Kirti
Jl. Insinyur H. Juanda no.1 Bogor
Telepon: (0251) 7561701
JAWA TIMUR
Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur
Jalan Majapahit no. 141-143, Trowulan, Mojokerto
Telepon: (0321) 495515
BANTEN
Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten
Jalan Letnan Djidun, Serang, Banten
Telepon: (0254) 201575, 203428
MALUKU
Balai Pelestarian Nilai Budaya Ambon
Jalan Jenderal Achmad Yani 6/21, Ambon
Telepon: (0911) 322718
BALI
1. Balai Pelestarian Nilai Budaya Bali
Jalan Dalung- Abian Base no. 107, Kuta Utara, Badung, Bali 80361
2. Balai Pelestarian Cagar Budaya Gianyar
Jalan Tampaksiring, Bedulu, Gianyar, Bali
Telepon: (0361) 942347
NANGGRO ACEH DARUSSALAM
1. Balai Pelestarian Nilai Budaya Aceh
Jalan Twk. Hasyim Banta Muda no.17 Banda Aceh, 23123 NAD
Telepon: (0651) 23226, 24216 Fax: (0651) 23226
2. Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh
Jalan Teuku Umar No.1 Banda Aceh. NAD
Telepon: (0651) 45306, 45171
PAPUA
Balai Pelestarian Nilai Budaya Jayapura
Jalan Raya Sentani, Waena Jayapura 99358
Telepon: (0967) 571089
SULAWESI SELATAN
1. Balai Pelestarian Nilai Budaya Makassar
Jalan Sultan Alauddin Km. 7, Tala Sapang, Makassar, Sulawesi Selatan
Telepon: (0411) 885119
2. Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar
Jalan ujungpandang no.1, Kompleks Benteng, Makassar 90111, Sulawesi Selatan
Telepon: (0411) 331117, 3621701
SULAWESI UTARA
Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Utara
Jalan Brigjen Katamso, Kel. Bumi Beringin, Kec. Weneng, Sulawesi Utara
Telepon: (0431) 864926
SUMATERA BARAT
1. Balai Pelestarian Nilai Budaya Sumatra Barat
Jl. Raya Belimbing no.16 A, Kuraji Padang, Sumatra Barat 25157
Telepon: (0751) 496181
2. Balai Pelestarian Cagar Budaya Batu Sangkar
Jalan Sultan Alam Bagagarsyah, Kotak Pos 29, Pagaruyung, Batusangkar, Sumatra Barat
Telepon: (0752) 72322, 71953
KALIMANTAN BARAT
Balai Pelestarian Nilai Budaya Kalimantan Barat
Jalan Letjen Sutoyo, Pontianak 78121
Telepon: (0561) 737906
KALIMANTAN TIMUR
Balai Pelestarian Cagar Budaya Kalimantan Timur
Jalan Kadrie Oening no.99, Samarinda 75124, Kalimantan Timur
Telepon: (0541) 737676
KEPULAUAN RIAU
Balai Pelestarian Nilai Budaya Tanjung Pinang
Jalan Pramuka no. 7 Tanjung Pinang, Kepulauan Riau
Telepon: (0771) 22753
GORONTALO
Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo
Jalan Jeruk no.100 RT. 002/02, Kota Gorontalo, 96128
Telepon: (0435) 821070
JAMBI
Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi
Jalan Samarinda, Jambi
Telepon: (0741) 40126
MALUKU UTARA
Balai Pelestarian Cagar Budaya Maluku Utara
Jalan Jeruk no.12, Kota Ternate, Kelurahan Ubo-ubo Maluku Utara
Telepon: (0921) 3122517
Daftar Direktur Jenderal Kebudayaan
- RM. Indrosoegondo (Menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan pads 1966-1968)
- Prof. Dr. Ida Bagus Mantra (Menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan sejak 1968-1978)
- Prof. Dr. Haryati Soebadio (Menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan sejak 1978-1988)
- Drs. Gusti Bandoro Pangerang Haryo Poeger (Menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan sejak 1988-1993)
- Prof. Dr. Edi Sedyawati (Menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan sejak 1993-1998)
- Dr. I Gusti Ngurah Anom (Menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan sejak 1998-1999)
- Prof. Kacung Marijan PhD (Menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan sejak 2012-2015)
- Hilmar Farid (Menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan sejak 2016-sekarang)<ref>[1]
Referensi
Nunus Supardi. 2013. Kebudayaan dalam Lembaga Pemerintah dari Masa ke Masa. Nunus Supardi. 2016. Melacak Jejak Direktur Jenderal Kebudayaan