Lompat ke isi

Nahdlatul Ulama

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Nahdlatul 'Ulama
Lambang Jam'iyyah Nahdlatul 'Ulama
Tanggal pendirian16 Rajab 1344 (31 Januari 1926)
TipeOrganisasi
TujuanKeagamaan dan sosial (Islam)
Kantor pusatJl. Kramat Raya no. 164, DKI Jakarta, Indonesia
Wilayah layanan
Indonesia
Jumlah anggota
90 juta (2015)[1][2]
Rais Aam Syuriah
[
Ketua Umum Tanfidziyah
Dr. K.H. Said Aqil Siradj, MA
Situs webSitus web resmi

Nahdlatul 'Ulama (Kebangkitan 'Ulama atau Kebangkitan Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah sebuah organisasi Islam terbesar di Indonesia.[3] Organisasi ini berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Kehadiran NU merupakan salah satu upaya melembagakan wawasan tradisi keagamaan yang dianut jauh sebelumnya, yakni paham Ahlussunnah wal Jamaah.[4] Selain itu, NU sebagaimana organisasi-organisasi pribumi lain baik yang bersifat sosial, budaya atau keagamaan yang lahir di masa penjajah, pada dasarnya merupakan perlawanan terhadap penjajah.[5] Hal ini didasarkan, berdirinya NU dipengaruhi kondisi politik dalam dan luar negeri, sekaligus merupakan kebangkitan kesadaran politik yang ditampakkan dalam wujud gerakan organisasi dalam menjawab kepentingan nasional dan dunia Islam umumnya.[6]

Sejarah

Akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional". Semangat kebangkitan terus menyebar - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisasi pendidikan dan pembebasan.

Merespon kebangkitan nasional tersebut, Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) dibentuk pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar, (pergerakan kaum saudagar).

Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.

Berangkat dari munculnya berbagai macam komite dan organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kyai, karena tidak terakomodir kyai dari kalangan tradisional untuk mengikuti konferensi Islam Dunia yang ada di Indonesia dan Timur Tengah akhirnya muncul kesepakatan dari para ulama pesantren untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926) di Kota Surabaya. Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasjim Asy'ari sebagai Rais Akbar.

Ada banyak faktor yang melatar belakangi berdirinya NU. Di antara faktor itu adalah perkembangan dan pembaharuan pemikiran Islam yang menghendaki pelarangan segala bentuk amaliah kaum Sunni. Sebuah pemikiran agar umat Islam kembali pada ajaran Islam "murni", yaitu dengan cara umat islam melepaskan diri dari sistem bermadzhab. Bagi para kiai pesantren, pembaruan pemikiran keagamaan sejatinya tetap merupakan suatu keniscayaan, namun tetap tidak dengan meninggalkan tradisi keilmuan para ulama terdahulu yang masih relevan. Untuk itu, Jam'iyah Nahdlatul Ulama cukup mendesak untuk segera didirikan.

Untuk menegaskan prinsip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasjim Asy'ari merumuskan kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.

Paham keagamaan

NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena itu sumber hukum Islam bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari pemikir terdahulu seperti Abu al-Hasan al-Asy'ari dan Abu Mansur Al Maturidi dalam bidang teologi/Tauhid/ketuhanan. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab: Imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: Imam Hanafi, Imam Maliki,dan Imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Syeikh Juneid al-Bagdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.

Gagasan kembali ke khittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskan kembali hubungan NU dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan dinamika sosial dalam NU.

Daftar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
Lambang Nahdlatul UIama

K.H. Miftachul Akhyar
Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama



Dr. (H.C.) K.H. Yahya Cholil Staquf
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama
SingkatanNU
Dibentuk31 Januari 1926[7]
Pejabat pertamaK.H. M. Hasyim Asy’ari (Rais Akbar)
H. Hasan Gipo (Ketua Umum)
Situs webwww.nu.or.id

Kepengurusan Nahdlatul Ulama terdiri dari dua jajaran, yakni Syuriah (senat) dan Tanfidziyah (eksekutif). Jabatan tertinggi Syuriah disebut Rais' Aam, sedangkan jabatan tertinggi Tanfidziyah disebut Ketua Umum. Kedudukan pimpinan tertinggi berada di posisi Rais ‘Aam dan membawahi Ketua Umum. Aktivitas organisasi dan segala program yang dilakukan oleh Ketua Umum harus atas izin dan restu dari Rais ‘Aam selaku pimpinan tertinggi dan sesepuh di dalam organisasi Nahdlatul Ulama.

Daftar Rais 'Aam

Rais 'Aam adalah jabatan paling tertinggi di dalam kepengurusan Nahdlatul Ulama’ yang berposisi sebagai senat dan berada di dalam jajaran syuriah. Rais ‘Aam dibantu oleh Wakil, Katib (sekretaris), dan A'wan (pembantu). Jabatan Rais 'Aam pertama kali adalah K.H. M. Hasyim Asy'ari dengan gelar Rais Akbar sebab beliau sebagai pendiri sekaligus pimpinan tertinggi pertama kali di dalam Nahdlatul Ulama. Sepeninggal K.H. M. Hasyim Asy’ari, jabatan tertinggi ini tidak lagi disebut Rais Akbar, melainkan Rais ‘Aam. Saat ini pejabat Rais 'Aam masa khidmat 2022-2027 adalah K.H. Miftachul Akhyar.

No Potret Nama Masa Khidmat Dipilih melalui
1 K.H. Muhammad Hasyim Asy'ari 1926-1947
  • Muktamar I (1926)
  • Muktamar II (1927)
  • Muktamar III (1928)
  • Muktamar IV (1929)
  • Muktamar V (1930)
  • Muktamar VI (1931)
  • Muktamar VII (1932)
  • Muktamar VIII (1933)
  • Muktamar IX (1934)
  • Muktamar X (1935)
  • Muktamar XI (1936)
  • Muktamar XII (1937)
  • Muktamar XIII (1938)
  • Muktamar XIV (1939)
  • Muktamar XV (1940)
  • Muktamar XVI (1946)
2 K.H. Abdul Wahab Hasbullah 1947-1971
  • Muktamar XVII (1947)
  • Muktamar XVIII (1948)
  • Muktamar XIX (1951)
  • Muktamar XX (1954)
  • Muktamar XXI (1956)
  • Muktamar XXII (1959)
  • Muktamar XXIII (1962)
  • Muktamar XXIV (1967)
3 K.H. Bisri Syansuri 1971-1980 [a]
  • Muktamar XXV (1971)
  • Muktamar XXVI (1979)
4 K.H. Ali Maksum 1981-1984
  • Dipilih melalui Munas NU di Yogyakarta pada 28 Agustus 1981
5 K.H. Ahmad Shiddiq 1984-1991[b]
  • Muktamar XXVII (1984)
  • Muktamar XXVIII (1989)
6 Ag. H. Ali Yafie[c] 1991-1992
7 K.H. Ilyas Ruhiat 1992-1999
  • Muktamar XXIX (1994)
8 Dr. (H.C.) K.H. M. A. Sahal Mahfudh 1999-2014[d]
  • Muktamar XXX (1999)
  • Muktamar XXXI (2004)
  • Muktamar XXXII (2010)
9 Dr. (H.C.) K.H. Ahmad Mustofa Bisri 2014-2015
10 Prof. Dr. (H.C.) K.H. Ma'ruf Amin 2015-2018[e]
  • Muktamar XXXIII (2015)
11 K.H. Miftachul Akhyar 2018-2027
  • Terpilih secara aklamasi pada 22 September 2018 mengantikan K.H. Ma'ruf Amin
  • Muktamar XXXIV (2021)

Daftar Ketua Umum

Ketua Umum adalah jabatan tertinggi pada jajaran tanfidziyah dan berposisi sebagai pihak eksekutif, segala tindakan ataupun program yang dilaksanakan oleh Ketua Umum harus melalui izin dan restu dari Rais ‘Aam selaku pimpinan tertinggi dan senator. Ketua umum didampingi oleh Wakil, Sekretaris Jenderal, dan Bendahara. Jabatan Ketua Umum ini pertama kali adalah K.H. Hasan Gipo. Saat ini Ketua Umum NU masa khidmat 2022-2027 adalah Dr. (H.C.) K.H. Yahya Cholil Staquf.

No Potret Nama Masa Khidmat Dipilih melalui
1 K.H. Hasan Gipo 1926-1929
  • Muktamar I (1926)
  • Muktamar II (1927)
  • Muktamar III (1928)
2 K.H. Muhammad Noer 1929-1937
  • Muktamar IV (1929)
  • Muktamar V (1930)
  • Muktamar VI (1931)
  • Muktamar VII (1932)
  • Muktamar VIII (1933)
  • Muktamar IX (1934)
  • Muktamar X (1935)
  • Muktamar XI (1936)
3 K.H. Mahfudh Siddiq 1937-1944[A]
  • Muktamar XII (1937)
  • Muktamar XIII (1938)
  • Muktamar XIV (1939)
  • Muktamar XV (1940)
4 K.H. Nahrawi Tahir 1944-1951
  • Muktamar XVI (1946)
  • Muktamar XVII (1947)
  • Muktamar XVIII (1948)
5 K.H. Abdul Wahid Hasyim 1951-1954
  • Muktamar XVIX (1951)
6 K.H. Muhammad Dahlan 1954-1956
  • Muktamar XX (1954)
7 Dr. (H.C.) K.H. Idham Chalid 1956-1984
  • Muktamar XXI (1956)
  • Muktamar XXII (1959)
  • Muktamar XXIII (1962)
  • Muktamar XXIV (1967)
  • Muktamar XXV (1971)
  • Muktamar XXVI (1979)
8 Dr. (H.C.) K.H. Abdurrahman Wahid 1984-1999
  • Muktamar XXVII (1984)
  • Muktamar XXVIII (1989)
  • Muktamar XXIX (1994)
9 K.H. Ahmad Hasyim Muzadi 1999-2010
  • Muktamar XXX (1999)
  • Muktamar XXXI (2004)
10 Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, M.A. 2010-2021
  • Muktamar XXXII (2010)
  • Muktamar XXXIII (2015)
11 Dr. (H.C.) K.H. Yahya Cholil Staquf 2022-2027
  • Muktamar XXXIV (2021)

Referensi

  1. ^ Ranjan Ghosh (4 January 2013). Making Sense of the Secular: Critical Perspectives from Europe to Asia. Routledge. hlm. 202–. ISBN 978-1-136-27721-4. 
  2. ^ http://www.crwflags.com/fotw/flags/id_nu.html
  3. ^ http://www.antaranews.com/berita/368105/gus-sholah-nu-masih-kalah-dengan-muhammadiyah
  4. ^ KH. Achmad Siddiq. Khittah Nahdliyyah. Surabaya: Balai Pustaka. 1980.
  5. ^ KH. Abdul Wahab Hasbullah. Kaidah Berpolitik & Bernegara. Jakarta: PBNU. 2014.
  6. ^ Aboebakar Atceh. Sejarah Hidup KH. A. Wachid Hasyim. Jombang: Pustaka Tebu Ireng. 2015.
  7. ^ "Sejarah Nahdlatul Ulama". NU Online. Diakses tanggal 20 Februari 2022. 
  8. ^ Sahal, Hamzah (26 Januari 2021). Ahsan, Ivan Aulia, ed. "KH Ali Yafie, Mantan Rais Aam NU yang Berani Minta Soeharto Mundur". Tirto. Diakses tanggal 20 Februari 2022. 
  9. ^ Auliani, Palupi Annisa (3 Maret 2014). "Gus Mus Gantikan Almarhum Kiai Sahal sebagai Rais Am PBNU". Kompas.com. 
  10. ^ Nurita, Dewi (22 September 2018). Chairunnisa, Ninis, ed. "Ma'ruf Amin Resmi Mundur dari Jabatan Rais Aam PBNU". Tempo. Diakses tanggal 20 Februari 2022. 
  11. ^ Ismail, Faisal (Desember 2011). "The Nahdlatul Ulama: Its Early History and Contribution to the Establishment of Indonesian State". Journal of Indonesian Islam. The Institute for the Study of Religion and Society (LSAS) and the Postgraduate Program (PPs), the State Institute for Islamic Studies (IAIN) Sunan Ampel Surabaya - Indonesia. Vol. 5: 269. 
  1. ^ Wafat pada 25 April 1980 di tengah masa jabatan
  2. ^ Wafat pada 23 Januari 1991 di tengah masa jabatan
  3. ^ Mengundurkan diri sebagai Pejabat Sementara Rais 'Aam NU pada 21 Januari 1992[8]
  4. ^ Wafat pada 29 Januari 2014 di tengah masa jabatan
  5. ^ Mengundurkan diri pada 22 September 2018 setelah ditetapkan sebagai Calon Wakil Presiden Republik Indonesia 2019–2024[10]

Basis Pendukung

Dalam menentukan basis pendukung atau warga NU ada beberapa istilah yang perlu diperjelas, yaitu: anggota, pendukung atau simpatisan, serta Muslim tradisionalis yang sepaham dengan NU. Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, maka sampai hari ini tidak ada satu dokumen resmipun yang bisa dirujuk untuk itu. Hal ini karena sampai saat ini tidak ada upaya serius di tubuh NU di tingkat apapun untuk mengelola keanggotaannya.

Apabila dilihat dari segi pendukung atau simpatisan, ada dua cara melihatnya. Dari segi politik, bisa dilihat dari jumlah perolehan suara partai-partai yang berbasis atau diasosiasikan dengan NU, seperti PKB, PNU, PKU, Partai SUNI, dan sebagian dari PPP. Sedangkan dari segi paham keagamaan maka bisa dilihat dari jumlah orang yang mendukung dan mengikuti paham kegamaan NU. Maka dalam hal ini bisa dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002) yaitu berkisar 48% dari Muslim santri Indonesia. Suaidi Asyari[1] memperkirakan ada sekitar 51 juta dari Muslim santri Indonesia dapat dikatakan pendukung atau pengikut paham keagamaan NU. Jumlah keseluruhan Muslim santri yang disebut sampai 80 juta atau lebih, merupakan mereka yang sama paham keagamaannya dengan paham kegamaan NU. Namun belum tentu mereka ini semuanya warga atau mau disebut berafiliasi dengan NU.

Berdasarkan lokasi dan karaktaristiknya, mayoritas pengikut NU terdapat di pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Pada perkembangan terakhir terlihat bahwa pengikut NU mempunyai profesi beragam, meskipun sebagian besar di antara mereka adalah rakyat jelata baik di perkotaan maupun di pedesaan. Mereka memiliki kohesivitas yang tinggi, karena secara sosial ekonomi memiliki problem yang sama, serta selain itu juga sama-sama sangat menjiwai ajaran ahlussunnah wal jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.

Basis pendukung NU ini cenderung mengalami pergeseran. Sejalan dengan pembangunan dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak yang bermigrasi ke kota memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis NU lebih kuat di sektor petani di pedesaan, maka saat ini di sektor buruh di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas, sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini. Belakangan ini NU sudah memiliki sejumlah doktor atau magister dalam berbagai bidang ilmu selain dari ilmu ke-Islam-an baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk negara-negara Barat. Namun para doktor dan magister ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengurus NU hampir di setiap kepengurusan NU.

Organisasi

Tujuan

Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Usaha

  1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
  2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
  3. Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
  4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti membantu masyarakat.
  5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat.

Struktur pengurus

K.H. Hasyim Asyhari, Rais Akbar (ketua) pertama NU.
  1. Pengurus Besar (tingkat Pusat).
  2. Pengurus Wilayah (tingkat Provinsi), terdapat 33 Wilayah.
  3. Pengurus Cabang (tingkat Kabupaten/Kota) atau Pengurus Cabang Istimewa untuk kepengurusan di luar negeri, terdapat 439 Cabang dan 15 Cabang Istimewa.
  4. Pengurus Majelis Wakil Cabang / MWC (tingkat Kecamatan), terdapat 5.450 Majelis Wakil Cabang.
  5. Pengurus Ranting (tingkat Desa / Kelurahan), terdapat 47.125 Ranting.

Untuk Pusat, Wilayah, Cabang, dan Majelis Wakil Cabang, setiap kepengurusan terdiri dari:

  1. Mustasyar (Penasihat)
  2. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
  3. Tanfidziyah (Pelaksana Harian)

Untuk Ranting, setiap kepengurusan terdiri dari:

  1. Syuriyah (Pimpinan tertinggi)
  2. Tanfidziyah (Pelaksana harian)

Keanggotaan berbasis di ranting dan di cabang untuk cabang istimewa.

Lembaga[2]

Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama, berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan/atau yang memerlukan penanganan khusus. Lembaga ini meliputi:

  1. Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LD-NU) [1]
  2. Lembaga Pendidikan Ma'arif Nahdlatul Ulama (LP Ma'arif NU)
  3. Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI-NU)* (Indonesia) Lembaga Asosiasi Pesantren Nahdlatul Ulama
  4. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LP-NU)
  5. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama (LPP-NU)
  6. Lembaga Pelayanan Kesehatan Nahdlatul Ulama (LPK-NU)
  7. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama (LKK-NU)
  8. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama (LAKPESDAM-NU)
  9. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBH-NU)
  10. Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia Nahdlatul Ulama (LESBUMI-NU)
  11. Lembaga Zakat, Infaq, dan Shadaqah Nahdlatul Ulama (LAZIS-NU)
  12. Lembaga Waqaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama (LWP-NU)
  13. Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM-NU)
  14. Lembaga Ta'mir Masjid Nahdlatul Ulama (LTM-NU)
  15. Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama (LK-NU)
  16. Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LF-NU)
  17. Lembaga Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN-NU)
  18. Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBI-NU)

Lajnah

Merupakan pelaksana program Nahdlatul Ulama (NU) yang memerlukan penanganan khusus. Berdasarkan perubahan AD/ART hasil Muktamar 33 NU di Jombang, Lajnah Nahdlatul Ulama[3] digantikan dengan lembaga. Semula ada 3 (tiga) Lajnah yaitu:

  1. Lajnah Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN-NU) menjadi Lembaga Ta'lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTNNU)
  2. Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LF-NU) menjadi Lembaga Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU)
  3. Lajnah Pendidikan tinggi (LPT-NU) menjadi Lembaga Pendidikan Nahdlatul Ulama (LPTNU)

Badan otonom

Badan otonom[4] adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan.

Badan Otonom dikelompokkan dalam katagori Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya.

Jenis badan otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu adalah:

  1. Muslimat Nahdlatul Ulama (Muslimat NU)
  2. Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama (GP Ansor NU)
  3. Fatayat Nahdlatul Ulama (Fatayat NU)
  4. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU)
  5. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU)
  6. Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII)
  7. Mahasiswa Ahlith Thoriqoh Al-Mu'tabaroh an-Nahdliyah (MATAN)

Badan otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya:

  1. Jam'iyyah Ahli Thariqah Al-Mu'tabarah An-Nahdliyah (JATMAN)
  2. Jami'iyyatul Qurro wal Huffadz Nahdlatul Ulama (JQHNU)
  3. Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
  4. Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (SARBUMUSI)
  5. Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama Pagar Nusa (IPSNU Pagar Nusa)
  6. Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (PERGUNU)
  7. Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU)
  8. Ikatan Seni Hadroh Indonesia (ISHARI)
  9. Ansor Banser Cyber Nahdlatul Ulama (ABCNU)

NU dan politik

Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang mendukung Soekarno, dan bergabung dalam NASAKOM (Nasionalis, Agama, Komunis). Nasionalis diwakili Partai Nasional Indonesia (PNI), Agama Partai Nahdhatul Ulama dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.

Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. Pada pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi DPR.

Partai penerus

Lihat pula

Rujukan

Pranala luar


Kesalahan pengutipan: Ditemukan tag <ref> untuk kelompok bernama "upper-alpha", tapi tidak ditemukan tag <references group="upper-alpha"/> yang berkaitan