Lompat ke isi

Sampanahan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 29 November 2019 13.19 oleh AABot (bicara | kontrib) (minor changes)

Daerah Kepangeranan Sampanahan (sebelum 1841)[1] [2][3]) atau Kerajaan Kepangeranan Sampanahan (1841-1845)[4], setelah bergabung dengan Hindia Belanda sejak 10 April 1845 disebut Landschap Sampanahan[5] adalah suatu wilayah pemerintahan swapraja di bawah Hindia Belanda sejak tahun 1841 yang dikepalai seorang bumiputera bagian dari Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe dalam pemerintahan kolonial Hindia Belanda di bawah kekuasaan Asisten Residen GH Dahmen yang berkedudukan di Samarinda. Pemerintah swapraja daerah tersebut dikuasakan kepada seorang kepala bumiputera adalah Pangeran Mangku Bumi (Gusti Ali). Wilayah Sampanahan sebelumnya adalah divisi dari Kerajaan Tanah Bumbu dan sempat pula diduduki Kesultanan Pasir. Wilayah swapraja Sampanahan meliputi Daerah Aliran Sungai Sampanahan, Kota Baru, Kalimantan Selatan. Sekarang wilayah kerajaan ini menjadi sebuah kecamatan di Kabupaten Kotabaru yaitu kecamatan Sampanahan.

Kampung-kampung

Kampung-kampung di Kerajaan Sampanahan

  1. Karangan-manik
  2. Benoe-lawas
  3. Kampoeng baroe

Perkampungan Dayak

  1. Sangi
  2. Igah
  3. Panjanan

Kepala Pemerintahan

Sebagai divisi dari Kerajaan Tanah Bumbu.

  1. Pangeran Prabu/Sultan Sepuh bin Pangeran Dipati/Daeng Malewa (1780-1800) sebagai Raja Bangkalaan (meliputi Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul dan Cengal). Sultan Sepuh sebenarnya anak selir. Ibu tirinya, Ratu Mas adalah raja Tanah Bumbu (keturunan Pangeran Dipati Tuha). Saudara tirinya, Ratu Intan puteri Ratu Mas menjadi ratu negeri Cantung dan Batulicin. Saudaranya yang lain, Pangeran Layah menjadi Raja Buntar-Laut. Sultan Sepuh memiliki anak: Pangeran Nata (Ratu Agung), Pangeran Seria, Pangeran Muda (Gusti Kamir), Gusti Mas Alim, Gusti Besar, Gusti Lanjong, Gusti Alif, Gusti Redja dan Gusti Ali (Pangeran Mangku Prabu Jaya/Gusti Bajau).
  2. Pangeran Nata (Ratu Agung) bin Pangeran Prabu (1800-1820), sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan dan Manunggul. Pada saat itu Cengal dimiliki oleh Pangeran Seria sebagai sub-raja.
  3. Pangeran Seria bin Pangeran Prabu (1800-?), semula sebagai Raja Cengal, kemudian menjadi raja utama Tanah Bumbu (Raja Cengal, Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul) menggantikan Pangeran Nata. Saudarinya, Gusti Besar mewarisi Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul dari almarhum Pangeran Nata sebagai sub-raja.
  4. Raja Gusti Besar binti Pangeran Prabu (18xx-1825) sebagai Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul, Cengal, Cantung, Batulicin. Negeri Cantung dan Batulicin diwarisinya dari bibinya Ratu Intan (ratu Cantung dan Batulicin). Gusti Besar menikah dengan Aji Raden (Putra dari Aji Negara yang bergelar Sultan Sepuh I Alamsyah) dari Kesultanan Pasir. Kemudian Sultan Sulaiman II dari Pasir meng-aneksasi Cengal, Manunggul, Bangkalaan, dan Cantung, tetapi kemudian dapat direbut kembali oleh Raja Aji Jawi.
  5. Kepala Cengal, Manunggul, Sampanahan yang diangkat oleh Sultan Pasir.
  6. Raja Aji Jawi/Aji Jawa (1825-1841). Raja Aji Jawi putera dari Raja Gusti Besar. Bulan Juli 1825, Raja Aji Jawi mengadakan kontrak dengan Belanda yang menjadikan Tanah Bumbu sebagai negara dependen Hindia Belanda. Aji Jawi berhasil menyatukan kembali 6 (enam)negeri dari Tanah Bumbu yang sebelumnya di aneksasi/dikuasai kerajaan pasir. Raja Aji Jawi merupakan Raja Bangkalaan, Sampanahan, Manunggul, Cengal, Cantung dan Buntar Laut. Pada mulanya Cengal adalah daerah pertama yang berhasil direbut kembali, kemudian Manunggul dan Sampanahan setelah. Cantung diperolehnya ketika ia menikahi Gusti Katapi puteri Gusti Muso, penguasa Cantung (sub-raja) sebelumnya yang ditunjuk ibunya. Ia menjadi Raja Bangkalaan (1840-1841) karena menikahi Gusti Kamil binti Pangeran Muda (Gusti Kamir). Pangeran Muda adalah penguasa Bangkalaan sebagai sub-Raja yang ditunjuk Raja Gusti Besar. Belakangan Sampanahan diserahkan kepada saudara dari Raja Gusti Besar yaitu Gusti Ali sebagai sub-raja sekitar 1840 sebagai tanda terimakasih.

Periode negara Sampanahan.

  1. Pangeran Mangku (Gusti Ali Akbar) sebagai Raja Sampanahan (1840-186x). Tahun 1840 mula-mulanya Gusti Ali hanya sebagai sub-Raja di bawah keponakannya, Raja Aji Jawi. Dengan mangkatnya Raja Aji Jawi (1841), Gusti Ali menjadi Raja Sampanahan sepenuhnya dengan membuat kontrak politik dengan Hindia Belanda dan ia memerintah sebagai Hoofd van Sampanahan (Raja Sampanahan) mulai tanggal 10 April 1845.[6] Ia masih menjabat raja Sampanahan dalam tahun 1861. Pangeran Mangku memiliki pewaris laki-laki bernama Gusti Hina.[7]
  2. Pangeran Mangku Prabu Jaya (Gusti Hina)[8]


Daftar Raja Tanah Bumbu
(Sampanahan, Bangkalaan, Cengal, Manunggul, Cantung, Batulicin, Buntar Laut)
1. ♂ Pangeran Dipati Tuha (anak/ipar Sultan Saidullah - raja Banjar)
2. ♂ Pangeran Mangu (anak Pangeran Dipati Tuha)
3. ♀ Ratu Mas (anak Pangeran Mangu)
Raja (Kepangeranan) Buntar Laut
  • ♂ Pangeran Lajah (anak Ratu Mas - Raja Tanah Bumbu)
Raja (Kepangeranan) Sampanahan, Cengal, Manunggul, Bangkalaan
  • ♂ Sultan Sepuh/Pangeran Prabu (anak tiri Ratu Mas - Raja Tanah Bumbu)
    • ♂ Pangeran Seria (anak Sultan Sepuh): Sub-Raja Cengal
    • ♂ Pangeran Nata/Ratu Agung (anak Sultan Sepuh): Sub-Raja Sampanahan, Bangkalaan, Manunggul
Raja (Kepangeranan) Cantung dan Batulicin
Raja (Kepangeranan) Sampanahan, Bangkalaan, Cengal, Manunggul, Cantung, Batulicin (1820-1825)
  • ♀ Raja Gusti Besar (anak Sultan Sepuh)
    • ♂ Pangeran Mangku/Gusti Ali Akbar: Sub-Raja Sampanahan
Raja (Kepangeranan) Sampanahan, Bangkalaan, Cengal, Manunggul, Cantung, Batulicin (1825-1840)
  • ♂ Raja Aji Jawa (anak Gusti Besar)
    • ♂ Pangeran Mangku/Gusti Ali Akbar: Sub-Raja Sampanahan
VORST VAN SAMPANAHAN (1841-1845)
PANGERAN SAMPANAHAN
  • ♂ Pangeran Mangku/Gusti Ali Akbar (anak Sultan Sepuh)
HOOFD VAN SAMPANAHAN (10 April 1845)[6]
(KEPALA LANDSCHAP SAMPANAHAN)
1. ♂ Pangeran Mangku/Gusti Ali Akbar
2. ♂ Pangeran Mangkoe Praboe Djaja (Gusti Hina)[8]
3. ♂ Pangeran Praboe Nata[9]

Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe

Sampanahan merupakan salah satu daerah landschap dalam Afdeeling Pasir en de Tanah Boemboe menurut Staatblaadtahun 1898 no. 178.

Pranala luar

Catatan kaki

  1. ^ (Jerman)Sprengel, Matthias Christian (1792). Neue Beiträge zur Völker- und Länderkunde, Volume 10. Kummer.  Hapus pranala luar di parameter |title= (bantuan)
  2. ^ (Inggris) Philosophical magazine, Philosophical magazine (1799). Philosophical magazine. Taylor & Francis.  Hapus pranala luar di parameter |title= (bantuan)
  3. ^ (Inggris) J. H., Moor (1837). Notices of the Indian archipelago & adjacent countries: being a collection of papers relating to Borneo, Celebes, Bali, Java, Sumatra, Nias, the Philippine islands .... Singapore: F.Cass & co.  Hapus pranala luar di parameter |title= (bantuan)
  4. ^ Sebelum tahun 1841 negeri Sampanahan menjadi bawahan Pangeran (Raja) Aji Jawa, namun setelah mangkatnya Pangeran (Raja) Aji Jawa, negeri Sampanahan menjadi Kerajaan Kepangeran yang mandiri, namun bukanlah sebuah Kerajaan Kesultanan.
  5. ^ Native states (zelfbesturen) in Dutch Borneo, 1900
  6. ^ a b (Belanda) Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar. 44. Lands Drukkery. 1871. hlm. 198. 
  7. ^ (Belanda) Institut voor taal-, land- en volkenkunde von Nederlandsch Indië, The Hague, Bijdragen tot de taal-, land- en volkenkunde van Nederlandsch-Indië, Bagian 4 M. Nijhoff, 1856
  8. ^ a b (Belanda) Dutch East Indies. Dienst van den Mijnbouw, Netherlands. Departement van Kolonien (1888). Jaarboek van het mijnwezen in Nederlandsch-Indië. 17. J.G. Stemler. 
  9. ^ https://www.flickr.com/photos/125605764@N04/15762137925