Badan Nasional Penanggulangan Bencana
Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB | |
---|---|
Gambaran umum | |
Dasar hukum | Undang Undang No. 24 Tahun 2007 Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 |
Kepala | |
Letnan Jenderal TNI Doni Monardo | |
Situs web | |
www | |
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (disingkat BNPB) adalah sebuah Lembaga Pemerintah Nonkementerian yang mempunyai tugas membantu Presiden Republik Indonesia dalam melakukan penanggulangan bencana sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
BNPB dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 yang kemudian diganti dengan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2019. Sebelumnya badan ini bernama Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005, menggantikan Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi yang dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001.
Sejarah
Sejarah kelembagaan penanggulangan bencana adalah sebagai berikut:
Pemerintah Indonesia membentuk Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP). Badan yang didirikan pada 20 Agustus 1945 ini berfokus pada kondisi situasi perang pasca kemerdekaan Indonesia. Badan ini bertugas untuk menolong para korban perang dan keluarga korban semasa perang kemerdekaan.
Pemerintah membentuk Badan Pertimbangan Penanggulangan Bencana Alam Pusat (BP2BAP) melalui Keputusan Presiden Nomor 256 Tahun 1966. Penanggung jawab untuk lembaga ini adalah Menteri Sosial. Aktivitas BP2BAP berperan pada penanggulangan tanggap darurat dan bantuan korban bencana. Melalui keputusan ini, paradigma penanggulangan bencana berkembang tidak hanya berfokus pada bencana yang disebabkan manusia tetapi juga bencana alam.
Frekuensi kejadian bencana alam terus meningkat. Penanganan bencana secara serius dan terkoordinasi sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, pada tahun 1967 Presidium Kabinet mengeluarkan Keputusan Nomor 14/U/KEP/I/1967 yang bertujuan untuk membentuk Tim Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (TKP2BA).
Selanjutnya TKP2BA ditingkatkan menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam (Bakornas PBA) yang diketuai oleh Menkokesra dan dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 28 tahun 1979. Aktivitas manajemen bencana mencakup pada tahap pencegahan, penanganan darurat, dan rehabilitasi. Sebagai penjabaran operasional dari Keputusan Presiden tersebut, Menteri Dalam Negeri dengan instruksi Nomor 27 tahun 1979 membentuk Satuan Koordinasi Pelaksanaan Penanggulangan Bencana Alam (Satkorlak PBA) untuk setiap provinsi.
Bencana tidak hanya disebabkan karena alam tetapi juga non alam serta sosial. Bencana non alam seperti kecelakaan transportasi, kegagalan teknologi, dan konflik sosial mewarnai pemikiran penanggulangan bencana pada periode ini. Hal tersebut yang melatarbelakangi penyempurnaan Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana Alam menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB). Melalui Keputusan Presiden Nomor 43 Tahun 1990, lingkup tugas dari Bakornas PB diperluas dan tidak hanya berfokus pada bencana alam tetapi juga non alam dan sosial. Hal ini ditegaskan kembali dengan Keputusan Presiden Nomor 106 Tahun 1999. Penanggulangan bencana memerlukan penanganan lintas sektor, lintas pelaku, dan lintas disiplin yang terkoordinasi.
Indonesia mengalami krisis multidimensi sebelum periode ini. Bencana sosial yang terjadi di beberapa tempat kemudian memunculkan permasalahan baru. Permasalahan tersebut membutuhkan penanganan khusus karena terkait dengan pengungsian. Oleh karena itu, Bakornas PB kemudian dikembangkan menjadi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi (Bakornas PBP). Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2001 yang kemudian diperbaharui dengan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2001.
Tragedi gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan sekitarnya pada tahun 2004 telah mendorong perhatian serius Pemerintah Indonesia dan dunia internasional dalam manajemen penanggulangan bencana. Menindaklanjuti situasi saat iu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas PB). Badan ini memiliki fungsi koordinasi yang didukung oleh pelaksana harian sebagai unsur pelaksana penanggulanagn bencana. Sejalan dengan itu, pendekatan paradigma pengurangan resiko bencana menjadi perhatian utama.
Dalam merespon sistem penanggulangan bencana saat itu, Pemerintah Indonesia sangat serius membangun legalisasi, lembaga, maupun budgeting. Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). BNPB terdiri atas kepala, unsur pengarah penanggulangan bencana, dan unsur pelaksana penanggulangan bencana. BNPB memiliki fungsi pengkoordinasian pelaksanaan kegiataan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
Tugas dan fungsi
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2019 tugas dan fungsi BNPB adalah sebagai berikut
Tugas:
- memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penanganan keadaan darurat bencana, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara adil dan setara;
- menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan;
- menyampaikan informasi kegiatan penanggulangan bencana kepada masyarakat;
- melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana;
- menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan nasional dan internasional;
- mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
- melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan
- menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah.
Fungsi:
- perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif dan efisien; dan
- pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
Selain itu apabila terjadi bencana nasional, BNPB melaksanakan fungsi komando dalam penanganan status keadaan darurat bencana dan keadaan tertentu. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BNPB dikoordinasikan oleh kementerian yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang pembangunan manusia dan kebudayaan.
Susunan organisasi
Berdasarkan Peraturan BNPB Nomor 4 Tahun 2019 susunan organisasi BNPB adalah sebagai berikut:
- Kepala
- Unsur Pengarah
- 11 (sebelas) pejabat eselon I.a dan eselon I.b atau setara pejabat pimpinan tinggi madya
- 9 (sembilan) anggota masyarakat profesional
- Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana
- Sekretariat Utama
- Deputi Bidang Sistem dan Strategi
- Deputi Bidang Pencegahan
- Deputi Bidang Penanganan Darurat
- Deputi Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi
- Deputi Bidang Logistik dan Peralatan
- Inspektorat Utama
- Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan
- Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana
- Pusat Pengendalian Operasi
- Unit Pelaksana Teknis
Kepala
Berikut adalah Daftar Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana
No | Kepala BNPB | Awal | Akhir | Ref |
---|---|---|---|---|
Mayor Jenderal TNI (Purn.) Syamsul Maarif |
||||
Laksamana Muda TNI (Purn.) Willem Rampangilei |
||||
Letnan Jenderal TNI Doni Monardo |
Lihat pula
- Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satkorlak PB)
- Satuan Pelaksana Penanggulangan Bencana (Satlak PB)
Referensi
- ^ "Badan Nasional Punya Kewenangan Baru". Kompas.com. 7 Mei 2008. Diakses tanggal 15 Maret 2019.
- ^ Teresia, Ananda (7 September 2015). "Alasan Jokowi Pilih Willem Rampangilei sebagai Kepala BNPB". Tempo.co. Diakses tanggal 15 Maret 2019.
- ^ Riana, Friski (3 Januari 2019). Hantoro, Juli, ed. "Moeldoko Bantah Doni Monardo Jadi Kepala BNPB karena Gagal KSAD". 15 Maret 2019. Diakses tanggal 15 Maret 2019.