Lompat ke isi

Merdeka Belajar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 17 Januari 2020 07.53 oleh AABot (bicara | kontrib) (Bot: Perubahan kosmetika)

Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Indonesia Maju, Nadiem Anwar Makarim.[1]Esensi kemerdekaan berpikir menurut Nadiem harus didahului oleh para guru sebelum mereka mengajarkannya pada siswa siswi. Nadiem menyebut, dalam kompetensi guru di level apa pun, tanpa ada proses penerjemahan dari kompetensi dasar dan kurikulum yang ada, maka tidak akan pernah ada pembelajaran yang terjadi.

Pada tahun mendatang sistem pengajaran juga akan berubah dari yang awalnya bernuansa di dalam kelas menjadi di luar kelas. Nuansa pembelajaran akan lebih nyaman, karena murid dapat berdiskusi lebih dengan guru, belajar dengan outing class dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru namun lebih membentuk karakter peserta didik yang berani dengan tepat, mandiri, cerdik dalam bergaul, adab dan sopan santun, serta, berkompetensi dan tidak hanya mengandalkan sistem ranking yang menurut beberapa survei pendapat hanya meresahkan anak dan orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing. Nantinya juga akan terbentuk pelajar pelajar yang siap kerja dan kompeten serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat.

Gebrakan Merdeka Belajar
Konsep Merdeka Belajar Motto yang terkenal :

"Merdeka belajar, Guru Penggerak"

- Pelaksanaan USBN tahun 2020 mendatang akan dikembalikan ke pihak sekolah.
- Pada tahun 2021 mendatang Nadiem berencana akan menghapus sistem UN
- Dan diganti dengan sistem baru, yaitu Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
- Membentuk siswa yang kompeten, cerdas untuk SDM Bangsa, dan Berbudi Luhur.

Konsep Merdeka Belajar ala Nadiem Makarim terdorong karena keinginannya menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian skor atau nilai tertentu.[2]

Pokok-pokok kebijakan Kemendikbud RI tertuang dalam paparan Mendikbud RI di hadapan para kepala dinas pendidikan provinsi, kabupaten/kota se-Indonesia, Jakarta, 11/12/2019.

Ada empat pokok kebijakan baru Kemendikbud RI, yaitu:

  1. Ujian Nasional(UN) akan digantikan dalam bentuk Asesmen Kompetensi Minimum, dan survei karakter. Asesmen ini menekankan pada kemampuan penalaran literasi dan numerik didasarkan pada praktik terbaik tes PISA. Berbeda dengan UN yang dilaksanakan di akhir jenjang pendidikan, asesmen ini akan dilaksanakan di kelas 4, 8, dan 11. Hasilnya diharapkan menjadi masukan bagi sekolah untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya sebelum peserta didik menyelesaikan pendidikannya.
  2. Ujian Sekolah Berstandar Nasional(USBN) akan diserahkan ke sekolah. Menurut Kemendikbud, sekolah diberikan keleluasaan dalam menentukan bentuk penilaian seperti portofolio, karya tulis, atau bentuk penugasan lainnya.
  3. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP). Menurut Nadiem Makarim, RPP cukup dibuat satu halaman. Melalui penyederhanaan administrasi, diharapkan waktu guru dalam pembuatan administrasi dapat dialihkan untuk kegiatan belajar dan peningkatan kompetensi.
  4. Dalam penerimaan peserta didik baru(PPDB) sistem zonasi diperluas. (tidak termasuk daerah 3T). Bagi peserta didik yang melalui jalur afirmasi dan prestasi diberikan kesempatan yang lebih banyak dari sistem PPDB sebelumnya. Pemerintah daerah diberikan kewenangan secara teknis untuk menentukan daerah zonasi ini.[3]

Nadiem membuat kebijakan merdeka belajar bukan tanpa alasan, pasalnya penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2019 menunjukkan hasil penilaian pada siswa Indonesia hanya menduduki posisi keenam dari bawah, untuk bidang matematika dan literasi, Indonesia menduduki posisi ke-74 dari 79 Negara.

Menyikapi hal itu, Nadiem pun membuat gebrakan penilaian dalam kemampuan minimum meliputi: literasi, numerasi dan survei karakter. Literasi bukan hanya kemampuan membaca, namun kemampuan menganalisis isi bacaan beserta memahami konsep dibaliknya (tidak sekedar membaca tetapi mengetahui maksud bacaan secara mendalam), sedangkan untuk kemampuan numerasi, yang dinilai bukan pelajaran matematika namun penilaian terhadap kemampuan siswa dalam menerapkan konsep numeric dalam kehidupan nyata, soalnya pun tidak njelimet.

Satu aspek sisanya yakni survei karakter, bukanlah sebuah tes melainkan mengetahui sejauh mana penerapan asas - asas Pancasila oleh siswa. Kurang lebih begitu yang disampaikan Nadiem mengenai gambaran assesment kemampuan minimum dan survey karakter.[4][1]

Referensi

  1. ^ Ningsih, Widya. "Merdeka Belajar melalui Empat Pokok Kebijakan Baru di Bidang Pendidikan | Suara Guru Online" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-16. 
  2. ^ "Merdeka Belajar: Kebijakan Lompat-lompat ala Nadiem Makarim – Muslimah News". www.muslimahnews.com. Diakses tanggal 2020-01-16. 
  3. ^ Media, Kompas Cyber. "Terobosan Merdeka Belajar Nadiem Makarim, Ubah Sistem Zonasi hingga Hapus UN". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2019-12-17. 
  4. ^ "BSNP Indonesia" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-01-16.