Lompat ke isi

Tuanku Nan Renceh

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 29 Januari 2020 14.34 oleh Panglima tak diakui (bicara | kontrib) (Perbaikan sejarah)

Tuanku Nan Renceh
Makam Tuanku Nan Renceh di Kamang Mudik, Kamang Magek, Agam
LahirAbdullah
1780
Kerajaan Pagaruyung Nagari Kamang, Luhak Agam, Minangkabau
Meninggal1825 (umur 45)[1]
Kerajaan Pagaruyung Mejan, Jorong Bansa, Kamang Hilir, Kamang Magek, Agam, Minangkabau
KebangsaanKerajaan Pagaruyung Minangkabau
PekerjaanUlama
Dikenal atas- Pejuang anti penjajahan
- Pemimpin kaum Padri

Tuanku Nan Renceh (1780—1825) adalah salah seorang ulama, pemimpin dan pejuang yang berperang melawan penjajahan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan nama Perang Padri dari tahun 1803-1838. Tidak banyak diketahui data mengenai tokoh ini, selain seorang figur karismatik, ia juga dikenal komitmen dalam menegakkan syariat Islam. Sedangkan dari catatan Belanda, tokoh ini merupakan sosok antagonis, dan dianggap bertanggung jawab atas adanya tindakan kekerasan di Dataran Tinggi Padang.

Nama asli dari Tuanku Nan Renceh adalah Abdullah. Ia lahir di Nagari Kamang pada tahun 1780 dan meninggal dunia dalam perang Padri. Ia merupakan murid dari Tuanku Nan Tuo.[2] Ia kemudian menjadi guru yang banyak melahirkan pejuang perang Padri.

Tuanku Nan Renceh membuat gurunya yaitu Tuanku Nan Tuo menjadi geram dan marah terhadap tindakan berlebihannya. Seperti contohnya mengunyah sirih bagi ibu2 itu dikatakan haram, itu sebenarnya tidak masalah dan baik untuk kesehatan gigi. Tuanku Nan Renceh ini memegang paham Wahabi. Inilah paham Wahabi pertama kali di Ranah Minang. Wahabi menganggap semua yang tidak ada zaman nabi bid'ah walaupun itu halal dan tidak masalah. Setelah mengetahui gurunya marah terhadap dirinya, Tuanku Nan Renceh pun memusuhi gurunya dan bertindak Radikal dan pergi dari Nagari Ampek Angkek dan kembali ke kamang. Sebelum kembali, Tuanku Nan Renceh mengajak sebagian warga bersuku pili agar ikut pergi dan tinggal di kamang dengan iming-iming janji masuk surga. Setelah itu terlahirlah pecahan suku pili yang bernama Suku Pili Magek. Suku Pili yang asli berada di Ampek Angkek, Banuhampu dan sekitar. Dan Suku Pili Magek hanya etnis suku keluar dari Suku Pili Asli yang tinggal di kamang. Tuanku Nan Renceh membuat kekuatan dari kamang untuk melakukan penyerangan ke Ampek Angkek. Penduduk-penduduk asli disekitar kamang mengunsi menjauh dari kamang, ada yang ke Ampek Angkek dan ke daerah perbatasan Palupuah.

Namun, Penyerangan itu gagal karena Belanda telah berhasil melumpuhkan Tuanku Nan Renceh di Kamang yang dikenal dengan Perang Kamang. Belanda datang dengan permintaan kaum adat karena perlakuan padri yang di kamang membuat resah dan gaduh.

Kedatangan tiga orang haji dari Mekah tahun 1803 telah mengilhami Tuanku Nan Renceh, dan kemudian mulai mengumandangan "jihad" atas segala bid'ah di Minangkabau, yakni dengan menggalakkan dakwah menyebarkan Sunnah.[2] Ide-ide pembaharuan yang diterapkan Tuanku Nan Renceh terhadap perubahan kebiasaan masyarakat termasuk model sistem adat matrilineal mendapat tantangan dari para penghulu pada beberapa nagari di Minangkabau yang bersikeras ingin memperjuangkan tradisi turun temurun Minangkabau, sehingga kemudian melahirkan gerakan Paderi dengan pendekatan konflik.[3]

Rujukan

  1. ^ Suryadi (16 November 2007). "Kontroversi Kaum Paderi: Jika Bukan Karena Tuanku Nan Renceh". Blog dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Diakses tanggal 27 Mei 2019. 
  2. ^ a b Azra, A., (2004), The Origins of Islamic Reformism in Southeast Asia: Networks of Malay-Indonesian and Middle Eastern 'Ulamā' in the Seventeenth and Eighteenth Centuries, University of Hawaii Press, ISBN 0-8248-2848-8.
  3. ^ Susanto, B., Ge(mer)lap Nasionalitas Postkolonial, Kanisius, ISBN 979-21-1981-7.