Kereta api Bima
Artikel bertopik layanan kereta api ini berisi jadwal perjalanan kereta api yang suatu saat dapat berubah. |
- Untuk Bima sebagai tokoh Mahabharata, lihat Bima (Mahabharata). Untuk kegunaan lainnya, lihat Bima (disambiguasi).
Berkas:Plat nama KA Bima.PNG | |||||
Informasi umum | |||||
---|---|---|---|---|---|
Jenis layanan | Kereta api ekspres | ||||
Status | Beroperasi | ||||
Daerah operasi | Daerah Operasi I Jakarta | ||||
Pendahulu | Kereta api Bintang Sendja (hingga pertengahan tahun 1960-an) | ||||
Mulai beroperasi | 1 Juni 1967 | ||||
Operator saat ini | PT Kereta Api Indonesia | ||||
Jumlah penumpang harian | 800-1.000 penumpang per hari (rata-rata)[butuh rujukan] | ||||
Lintas pelayanan | |||||
Stasiun awal | Gambir | ||||
Jumlah pemberhentian | Lihatlah di bawah. | ||||
Stasiun akhir | Malang | ||||
Jarak tempuh | 907 km | ||||
Frekuensi perjalanan | Satu kali pergi pulang sehari | ||||
Jenis rel | Rel berat | ||||
Pelayanan penumpang | |||||
Kelas | Eksekutif | ||||
Pengaturan tempat duduk | 50 tempat duduk disusun 2-2 kursi dapat direbahkan dan diputar | ||||
Fasilitas restorasi | Ada dapat memesan sendiri makanan di kereta makan yang tersedia. | ||||
Fasilitas observasi | Kaca panorama dupleks, dengan blinds, lapisan laminasi isolator panas. | ||||
Fasilitas hiburan | Ada | ||||
Fasilitas bagasi | Ada | ||||
Fasilitas lain | Lampu baca, toilet, alat pemadam api ringan, rem darurat, AC, peredam suara. | ||||
Teknis sarana dan prasarana | |||||
Lebar sepur | 1.067 mm | ||||
Kecepatan operasional | 60 s.d. 100 km/jam | ||||
Pemilik jalur | Ditjen KA, Kemenhub RI | ||||
Nomor pada jadwal | 71-74 | ||||
|
Kereta api Bima merupakan kereta api penumpang kelas eksekutif yang dioperasikan oleh PT Kereta api Indonesia (Persero) Daerah Operasi I Jakarta yang melayani lintas Gambir-Malang lewat Surabaya Gubeng-Yogyakarta dan sebaliknya. Kereta api ini tidak melalui jalur utara (Semarang), melainkan melalui jalur selatan (Purwokerto) untuk meningkatkan okupansi penumpang di jalur selatan yang akan menaiki kereta api ini.
Kereta api Bima pertama kali diluncurkan pada tanggal 1 Juni 1967[1]; mengawali sejarah pengoperasian kereta api pendingin ruangan berpengatur (Air Conditioner) di Indonesia. Pada tahun 2002, kereta api Bima dianggap suatu kereta api kelas eksekutif yang sejajar dengan kereta api kelas Argo karena ia menggunakan rangkaian kereta selayaknya kereta Argo—dalam hal ini menggunakan rangkaian bekas kereta api Argo Bromo—hingga kereta api Bima mendapat kereta eksekutif baru keluaran tahun 2016.
Asal-usul nama
Nama 'Bima' merupakan singkatan dari "Biru Malam" karena rangkaian kereta api ini bercorak biru dan beroperasi pada malam hari pada awal peluncurannya. Selain itu, kata "Bima" berasal dari nama salah satu tokoh Mahabharata, Bima, yang digambarkan memiliki karakter tubuh yang besar, kukuh, kekar, kuat, dan pemberani. Karakter itu dilekatkan pada kereta api ini untuk menggambarkan keandalan perjalanan dan kualitas pelayanannya yang selalu siap dalam berbagai keadaan.
Sejarah
Kereta tidur (1967-1984)
Kereta api Bima diresmikan pada tanggal 1 Juni 1967 dengan menggunakan kereta tidur berwarna biru buatan pabrik Waggonbau Görlitz, Jerman Timur dan menjadi kereta api pertama yang menggunakan kereta pembangkit (DPW*). Awalnya peta lintas kereta api ini mengikuti arah pendahulunya, Bintang Sendja—melewati Semarang kemudian Kedungjati. Setelah beberapa minggu berikutnya, lintasan kereta api ini diubah melewati Purwokerto dan Yogyakarta hingga sekarang.[1]
Selama tahun 1960-an hingga awal 1980-an, kereta api Bima beroperasi dengan urutan rangkaian: satu buah lokomotif (bercorak hijau-kuning PNKA/PJKA), dua kereta "SAGW" (kereta tidur kelas I), dua kereta "SBGW" (kereta tidur kelas II), satu kereta "FW" (makan), dan satu kereta "DPW" (pembangkit) ditambah satu kereta bagasi. Kereta "SAGW" memiliki jendela lebar dengan lorong yang berlekuk-lekuk dan kompartemen yang luas yang diperuntukkan bagi penumpang yang membayar tiket termahal, serta terdapat fasilitas lain seperti lemari pakaian, wastafel, serta tempat tidur yang dapat dilipat menjadi tempat duduk dan menghadap arah perjalanan.[1] Sementara itu, kereta "SBGW" memiliki kaca jendela agak pendek, fasilitas tempat tidur tiga tingkat, dan tempat merokok di koridor. Pada kereta makan (FW) tersedia makanan dengan sistem tuslah serta bagian dalam yang menyerupai restoran.[1]
Kereta api ini menjadi kereta dengan berpendingin ruangan pertama di Indonesia dan menjadi kereta api yang memiliki kebanggaan tersendiri bagi siapa pun yang pernah menaiki ini. Kualitas pelayanan kereta api ini sejajar dengan kualitas hotel berbintang sehingga menghemat biaya pengeluaran untuk penginapan dan transportasi. Pada saat itu pula, kereta api ini sering menghiasi berbagai media.
Kereta tidur dan kereta eksekutif (1984-1995)
Karena alasan sosial, kereta tidur ini (SAGW) dihapus sehingga PJKA mengimpor dua rangkaian kereta eksekutif buatan suatu pabrik di Arad, Rumania dengan nomor seri "K1-847xx" (dibuat tahun 1984, nomor baru: "K1 0 84 xx"[catatan 1]). Rangkaian kereta dengan tempat duduk ini difungsikan untuk mengganti kereta tidur "SAGW" yang berhenti beroperasi. Kereta ini dirangkai bersama kereta "SBGW". Sementara itu, sisa kereta tidur "SAGW" sempat digunakan di layanan PJKA lainnya, seperti kereta api Mutiara Utara, Senja, atau Mutiara Selatan sebelum diistirahatkan dan diubah menjadi kereta eksekutif biasa. Tiga kereta di antaranya menjadi kereta kenegaraan, kini dirubah menjadi kereta pariwisata, antara lain "Nusantara", "Bali", dan "Toraja".
Kereta dengan seri K1-847xx ini diyakini sebagai kereta eksekutif terburuk yang pernah dimiliki oleh PJKA, dengan desain kursi yang tidak nyaman dan tidak dapat diputar dengan model kursi yang berhadapan di tengah kereta ditambah dengan kualitas interior yang kurang begitu baik. Hal ini menimbulkan penurunan kualitas pada pelayanan kereta api ini.
Kereta api Bima tetap menggunakan susunan kereta eksekutif biasa dan "SBGW" (KT-677xx) hingga akhir dekade 1980-an dan setelah awal dekade 1990-an, kereta "SBGW" berhenti beroperasi. Kereta "SAGW" dan "SBGW" diubah menjadi kereta eksekutif dengan menghilangkan tempat tidur dan menggantinya dengan tempat duduk. Sistem penomoran kereta bekas "SAGW" dan "SBGW" diubah menjadi K1-67xxx (nomor baru: K1 0 67 xx).[catatan 1]
Peran kereta "SBGW" kemudian digantikan oleh kereta kuset (couchette). Kereta ini dirubah dari kereta ekonomi buatan pabrik Nippon Sharyo yang sudah ada sejak 1964 dengan menambahkan AC, sekat ruangan, dan memasang tempat tidur paten. Namun pada tahun 1995, kereta api ini dirubah menjadi kereta eksekutif biasa karena ada kebijakan dari Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) yang lebih mengutamakan laba sehingga pelayanan kereta tidur dihapus.
Kereta eksekutif (1995-sekarang)
Pada tahun 1995, Perumka mengeluarkan suatu layanan kereta api Argo, yakni Argo Bromo JS-950 dan Argo Gede JB-250 yang dianggap menggeser layanan kereta api Bima dari posisi puncak sebagai kereta unggulan sehingga penumpang lebih banyak memilih kereta api kelas Argo karena waktu tempuh yang lebih cepat dengan lintas Argo Bromo yang melewati jalur utara mengikuti pendahulunya (Mutiara Utara dan Suryajaya). Penyebab lain yang mengakibatkan Argo Bromo lebih cepat adalah penguatan bantalan rel lintas utara yang sudah direncanakan sebelumnya—yang dahulu bertekanan gandar rendah karena sebagian merupakan bekas jalur trem—sehingga KA Argo Bromo bisa dilalui oleh lokomotif besar (CC 203) dengan kecepatan 120 km/jam.
Sejak dihapuskannya kereta kuset, akhirnya kereta api Bima menggunakan kereta eksekutif biasa, yaitu campuran antara kereta eksekutif buatan tahun 60-an yang dulunya merupakan kereta tidur dan juga kereta eksekutif milik KA Bima buatan tahun 1984. Kereta api Bima saat itu mulai ditarik menggunakan lokomotif CC 203.
Kemunculan kereta api Argo Bromo Anggrek dengan rangkaian buatan PT INKA keluaran tahun 1997 dengan bogie berjenis K9 ("P/K1/M1 0 97 xx") membuat armada Argo Bromo menjadi berlimpah. Maka rangkaian kereta Argo Bromo (bekas JS-950) sempat dialihkan untuk operasional kereta api ini. Meskipun pada akhirnya, rangkaian kereta Argo Bromo JS-950 ini dipakai apabila kereta api Argo Bromo Anggrek mengalami masalah karena jumlah kereta tersebut sangat terbatas serta mudah rusak apabila kinerja terlalu berlebihan (saat itu kereta api Argo Bromo Anggrek hanya memiliki dua rangkaian kereta, sementara idealnya kereta api Argo Bromo Anggrek memiliki tiga rangkaian kereta seperti saat ini).
Dengan kemunculan rangkaian kereta Argo Bromo Anggrek tahun 2001 dengan bogie berjenis K9 ("P/K1/M1 0 01 xx") ditambah dengan kebijakan rasionalisasi yang diterapkan oleh PT KA mengakibatkan layanan kereta api Argo Bromo JS-950 dihapus. Maka mulai tahun 2002, untuk meningkatkan pelayanan kepada penumpang maka rangkaian bekas Argo Bromo JS-950 ("P/K1/KM1 0 95 xx") dipakai seterusnya untuk kereta api ini hingga tahun 2016. Rangkaian kereta milik Bima yang lama dihibahkan untuk operasional kereta api lain, seperti kereta api Gumarang dan Sembrani, serta standar pelayanan kereta api ini dinaikkan menjadi standar pelayanan kereta api kelas Argo.
Pada awal tahun 2014, kereta api Bima diperpanjang lintasannya hingga Stasiun Malang. Kemudian pada tanggal 21 Juli 2016, kereta api ini mendapatkan rangkaian kereta eksekutif produksi PT INKA keluaran tahun 2016 (K1 2016) bersamaan dengan rangkaian kereta api Argo Lawu dan Argo Dwipangga dengan bogie berjenis TB-1014 (K10). Semenjak Akhir November 2019 rangkaian kereta api Sembrani Eksekutif New Image K1 2016 Trainset 5/6 telah dimutasi, Pada Akhir Januari 2020 Rangkaian kereta Bima juga seringkali bertukar kereta dengan rangkaian kereta (beragam jenis rangkaian kereta: Eksekutif + Makan + Pembangkit) Argo Wilis, Mutiara Selatan, Argo Lawu Fakultatif, dan Argo Parahyangan GMR.
Dengan berlakunya grafik perjalanan kereta api (gapeka) mulai tanggal 1 Desember 2019, kereta api ini mengalami perubahan nomor kereta api menjadi KA 71-74.
Lokomotif
Pada masa PNKA hingga PJKA, terdapat beragam lokomotif yang paling sering digunakan kereta api ini, seperti BB 200, BB 201, atau CC 200. Menurut sebagian orang, BB 301 juga digunakan pada awal pengoperasiannya walaupun pada tahun 1977 muncul lokomotif CC201 buatan General Electric sebagai bakal pelanting, tetapi BB301 dan BB304 adalah bekal pelanting yang paling sering digunakan untuk menarik kereta api ini sehingga CC201 menjadi lokomotif utama penarik kereta api Bima seiring menurunnya kemampuan lokomotif BB301.
Pada tahun 1995, lokomotif CC 203 didatangkan sebagai bakal pelanting beberapa kereta api eksekutif menggantikan CC 201 kemudian CC 203 dan CC 204 secara bersamaan menjadi bakal pelanting kereta api ini. Akhirnya mulai tahun 2013, lokomotif CC 206 didatangkan untuk menggantikan CC 203 dan CC 204 yang dimutasi ke Sumatra Selatan dan menjadi bakal pelanting andalan kereta api ini.
Data teknis
Lintasan perjalanan | Gambir-Malang pp. |
---|---|
Lokomotif | CC206 |
Rangkaian | 4 kereta kelas eksekutif (K1 2016/2019 JAKK) + 1 kereta makan (KM1/M1/M1 2016 JAKK) + 4 kereta kelas eksekutif (K1 2016 JAKK) + 1 kereta pembangkit (P JAKK) |
Jumlah tempat duduk | 400 tempat duduk |
Tarif
Tarif kereta api ini adalah antara Rp265.000,00 - Rp700.000,00, bergantung pada jarak yang ditempuh penumpang, subkelas/posisi tempat duduk dalam rangkaian kereta, serta hari-hari tertentu seperti akhir pekan dan libur nasional.
Berlaku tarif parsial yang dapat dipesan mulai tiga puluh hari sebelum keberangkatan (H-30) :
Selain itu, terdapat tarif khusus yang berlaku dua jam sebelum keberangkatan :
- Surabaya - Jombang maupun sebaliknya: Rp40.000,00
- Madiun - Jombang / Solo maupun sebaliknya: Rp70.000,00
- Madiun - Surabaya / Yogyakarta maupun sebaliknya: Rp100.000,00
- Surabaya - Yogyakarta maupun sebaliknya: Rp230.000,00
- Cirebon - Jakarta maupun sebaliknya: Rp165.000,00.
- Yogyakarta - Malang maupun sebaliknya: Rp285.000,00.
Jadwal perjalanan
Berikut ini jadwal perjalanan kereta api Bima per 1 Desember 2019 (berdasarkan Gapeka 2019).
KA 74/71 (Malang-Gambir) | ||
---|---|---|
Stasiun | Datang | Berangkat |
Malang | - | 14.25 |
Lawang | 14.48 | 14.52 |
Sidoarjo | 15.52 | 15.56 |
Waru | 16.09 | 16.11 |
Surabaya Gubeng | 16.23 | 17.00 |
Mojokerto | 17.36 | 17.40 |
Jombang | 18.02 | 18.05 |
Kertosono | 18.21 | 18.24 |
Nganjuk | 18.44 | 18.46 |
Madiun | 19.26 | 19.40 |
Solo Balapan | 20.56 | 21.01 |
Yogyakarta | 21.49 | 22.00 |
Kebumen | 23.20 | 23.32 |
Purwokerto | 00.35 | 00.42 |
Cirebon | 02.35 | 02.43 |
Jatibarang | 03.13 | 03.15 |
Jatinegara | 05.26 | 05.28 |
Gambir | 05.43 | - |
KA 72/73 (Gambir-Malang) | ||
Gambir | - | 16.40 |
Jatibarang | 19.05 | 19.07 |
Cirebon | 19.39 | 19.46 |
Purwokerto | 21.41 | 21.51 |
Kroya | 22.18 | 22.21 |
Ijo | 22.41 | 22.50 |
Gombong | 22.58 | 23.06 |
Kutoarjo | 00.06 | 00.10 |
Yogyakarta | 00.59 | 01.09 |
Solo Balapan | 01.56 | 02.01 |
Madiun | 03.19 | 03.27 |
Nganjuk | 04.06 | 04.08 |
Kertosono | 04.28 | 04.31 |
Jombang | 04.47 | 04.50 |
Mojokerto | 05.13 | 05.17 |
Surabaya Gubeng | 05.54 | 06.25 |
Waru | 06.37 | 06.39 |
Sidoarjo | 06.52 | 06.56 |
Lawang | 08.00 | 08.03 |
Malang | 08.27 | - |
Antarmoda pendukung
Menuju Bali dari arah Malang
Kereta api Bima juga dapat dipakai sebagai moda transportasi penghubung dari Malang ke objek wisata yang ada di Pulau Bali dan sebaliknya. Setiba di Surabaya, penumpang singgah di ruang VIP Stasiun Surabaya Gubeng untuk meneruskan perjalalan ke Banyuwangi dengan kereta api Mutiara Timur malam dan sampai di Banyuwangi pada pagi hari, kemudian perjalanan dilanjutkan dengan bus menuju Denpasar dan sebaliknya.
Galeri
-
Bagian dalam rangkaian kereta api Bima tampak dari depan.
-
Bagian dalam rangkaian kereta api Bima lama tampak dari belakang.
-
Kereta api Bima menggunakan rangkaian eksekutif (K1 0 16)
-
Kereta api Bima saat tiba di Stasiun Gambir
-
Kereta api Bima saat melintas di Stasiun Tambun
-
Rangkaian kereta keluaran tahun 2016 ketiga untuk kereta api Bima saat diuji coba
-
Bagian dalam kereta api Bima baru yang juga dipakai di beberapa kereta api eksekutif lainnya
Insiden
- Pada bulan Oktober 2010, kereta api Bima bersinggungan dengan kereta api Gaya Baru Malam Selatan paling belakang di Stasiun Purwosari karena kereta api Gaya Baru Malam belum terparkir penuh.[2]
- Pada tanggal 8 September 2015 pukul 05.20 WIB, kereta api Bima menabrak mobil bak terbuka yang menerobos pintu perlintasan di Cipinang, Pulo Gadung, Jakarta Timur. Akibatnya, jadwal kereta api jarak jauh dan KRL menjadi terganggu.[3]
- Pada tanggal 10 November 2015, seorang ibu beserta anaknya tewas tertabrak KA Bima pada perlintasan tanpa palang pintu di Kramatjegu, Taman, Sidoarjo setelah pulang dari pasar.[4]
Catatan kaki
Referensi
Pranala luar
- (Indonesia) Situs web resmi PT Kereta Api Indonesia