Mangkunegara IV
K.G.P.A.A. Mangkunegara IV | |
---|---|
Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Zijne Hoogheid Pangeran Adipati Ario Mangkoe Negoro 1V (1853-1881) TMnr 60027176.jpg | |
Adipati Mangkunegaran | |
Masa jabatan 1853–1881 | |
Informasi pribadi | |
Lahir | B.R.M. Sudira Surakarta |
Meninggal | Surakarta |
Sunting kotak info • L • B |
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV (KGPAA Mangkunegara IV) lahir pada tanggal 3 Maret 1811 (Senin Pahing, 8 Sapar 1738 tahun Jawa Jumakir, Windu Sancaya) dengan nama kecil Raden Mas Sudira. Ayahnya bernama KPH Adiwijaya I sementara ibunya adalah putri KGPAA Mangkunagara II bernama Raden Ajeng Sekeli. Oleh karena KPH Adiwijaya I adalah putera Raden Mas Tumenggung Kusumadiningrat yang menjadi menantu Sri Susuhunan Pakubuwono III, sedangkan R.A Sekeli adalah puteri dari KGPAA Mangkunagara II, maka secara garis keturunan R.M. Sudira silsilahnya adalah sebagai cucu dari KGPAA Mangkunagara II dan cicit dari Sri Susuhunan Pakubuwono III. Selain itu ia merupakan cicit dari K.P.A. Adiwijaya Kartasura yang terkenal dengan sebutan Pangeran Seda ing Lèpèn Abu yang gugur ketika melawan Kompeni Belanda. Masa pemerintahannya adalah sejak 1853 hingga wafatnya 1881.
Riwayat
Sejak masih anak-anak Sudira sudah dikenal kepandaian dan kecerdasannya. Dalam Babad Mangkunagara IV diceritakan bahwa begitu lahir, R.M. Sudira diminta oleh kakeknya, KGPAA Mangkunagara II untuk dijadikan putera angkatnya. Bayi yang masih kecil itu diserahkan kepada selirnya yang bernama Mbok Ajeng Dayaningsih untuk diasuh. R.M. Sudira pada masa kecilnya tidak mendapatkan pendidikan formal, pendidikan diberikan secara privat. R.M. Sudira juga mendapatkan tuntunan dari orang-orang Belanda yang didatangkan oleh KGPAA Mangkunagara II, yang selain untuk menuntun Pangeran Riya yang dipersiapkan sebagai K.P. Prangwadana III, juga ditugasi mendidik R.M. Sudira terutama dalam hal pengajaran bahasa Belanda, tulisan Latin dan pengetahuan lainnya. Di antara gurunya adalah Dr. J.F.C. Gericke dan C.F. Winter.
Pada usia 10 tahun, oleh KGPAA Mangkunagara II, ia diserahkan kepada Kanjeng Pangeran Riya yang sebenarnya masih saudara sepupunya untuk diambil sebagai putera sulungnya.Selain itu Kanjeng Pangeran Riya juga ditugasi untuk melanjutkan pendidikan dan pengajaran R.M. Sudira.
Sudah menjadi tradisi para putera bangsawan tinggi Mangkunagaran, apabila telah cukup umur harus mengikuti pendidikan militer. Pada umur 15 tahun menjadi kadet di Legiun Mangkunagaran.Seperti yang ditulis oleh Letnan Kolonel H.F. Aukes bahwa ada perbedaan pendidikan kadet antara kesatuan tentara Hindia Belanda dengan kesatuan Legioen Mangkoenegaran. Para perwira pelatih di Legioen bukan instruktur, mereka hanya ditugasi membantu memberikan pendidikan pelajaran, selebihnya dilatih sendiri oleh perwira senior Legioen. Begitu lulus pendidikan selama setahun, ia ditempatkan sebagai perwira baru di kompi 5.
Baru beberapa bulan bertugas di kancah pertempuran, ia menerima kabar bahwa KPA Adiwijaya I, ayahandanya mangkat. Dengan berat hati terpaksa ia meminta izin kepada kakeknya, KGPAA Mangkunagara II yang menjadi panglimanya agar diijinkan pulang untuk memberikan penghormatan terakhir kepada ayahandanya. Setelah pemakaman, ia kembali ke kancah pertempuran.Pasukan Legioen berhasil mengalahkan pasukan Pangeran Dipanegara dan menangkap pimpinan pasukan yang dikenal bernama Panembahan Sungki.
Setelah mendapat gelar Pangeran namanya diubah menjadi KPH Gandakusuma. Ia menikah dengan R.Ay. Semi, dan dikaruniai 14 anak. Tidak lama setelah KGPAA Mangkunagara III meninggal tahun 1853, KPH Gandakusuma diangkat menjadi KGPAA Mangkunagara IV. Setelah kurang lebih setahun bertahta kemudian menikah dengan R.Ay. Dunuk, putri dalem Mangkunagara III.
Peninggalan
Semasa bertahta, MN IV mendirikan pabrik gula di Colomadu (sebelah barat laut kota Surakarta, telah ditutup) dan Tasikmadu, memprakarsai berdirinya Stasiun Solo Balapan sebagai bagian pembangunan jalur rel kereta api Solo – Semarang, kanalisasi kota, serta penataan ruang kota.
Pada masa pemerintahannya, pihak istana Mangkunegaran menulis kurang lebih 42 buku, di antaranya Serat Wedhatama, dan beberapa komposisi gamelan. Salah satu karya komposisinya yang terkenal adalah Ketawang Puspawarna, yang turut dikirim ke luar angkasa melalui Piringan Emas Voyager di dalam pesawat antariksa nirawak Voyager I tahun 1977. Atas jasa kepujanggaannya, khususnya dalam penulisan Serat Wedhatama, MN IV mendapat penghargaan Bintang Mahaputra Adipradana dari Pemerintah RI melalui Keppres RI nr. 33/TK/Tahun 2010 secara anumerta, yang diberikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada perwakilan kerabatnya pada tanggal 3 November 2010.
MN IV wafat tahun 1881 dan dikebumikan di Astana Girilayu. Dapat dikatakan bahwa pada masa pemerintahannya, Mangkunagaran berada pada puncak kebesarannya.
Pranala luar
www.mangkunegara4.org Situs yang dibuat trah MN IV
Gelar kebangsawanan | ||
---|---|---|
Didahului oleh: Mangkunegara III |
Adipati Mangkunegara 1811—1881 |
Diteruskan oleh: Mangkunegara V |