Lompat ke isi

Ruang (film)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 5 September 2020 10.05 oleh OrophinBot (bicara | kontrib) (Bot: Penggantian teks otomatis (-\bdi tahun\b +pada tahun))
Ruang
SutradaraTeddy Soeriaatmadja
PemeranLuna Maya
Winky Wiryawan
Slamet Rahardjo
Reggy Lawalata
Adinia Wirasti
Kaharuddin Syah
Lucky Hakim
Nungki Kusumastuti
SinematograferArief R. Pribadi
Tanggal rilis
2006
Durasi95 menit
NegaraIndonesia

Ruang adalah film drama Indonesia yang dirilis pada tahun 2006 dengan sutradara Teddy Soeriaatmadja. Ruang bercerita tentang Rais (Slamet Rahardjo) yang dikejutkan dengan pengakuan ibunya bahwa ia bukanlah anak darinya dan sang ayah, Chairil, melainkan anak seorang perempuan lain bernama Kinasih yang melahirkannya pada tahun 1950-an.

Ruang mendapat sembilan nominasi dalam ajang Festival Film Indonesia 2006; termasuk Film Terbaik, Sutradara Terbaik, dan Aktris Terbaik (untuk Luna Maya), namun gagal memenangkan penghargaan itu.

Sinopsis

Raysa (Slamet Rahardjo) adalah seorang diplomat Indonesia yang bermukim di luar negeri. Kabar meninggalnya ibunya membuatnya kembali ke Indonesia untuk melayat sambil menemui kembali adiknya, Ryma (Reggy Lawalata), karena suatu pesan dari mendiang ibunya. Raysa dan Ryma sama-sama terkejut saat mengetahui bahwa pesan terakhir ibu mereka, yang tersimpan dalam kotak tua bernama Ruang berisi surat-surat, adalah dua pengakuan. Pengakuan pertama adalah sang ibu ternyata bukanlah ibu kandung Raisa, tapi anak dari ayahnya dan wanita lain. Pengakuan lain adalah cerita rinci bagaimana ayah mereka bisa berhubungan dengan perempuan itu sebelum menikah dengan sang ibu.

Pada tahun 50an, Khairil (Winky Wiryawan) adalah seorang pemuda yatim piatu yang bekerja pada tuan tanah Gustav (Kaharuddin Syah) sebagai pekerja lepas. Kepribadian Khairil yang pendiam dan puitis bertolak belakang dengan pekerja-pekerja lain yang urakan dan lebih suka menghabiskan gaji mereka bersenang-senang. Suatu hari, istri Gustav (Nungki Kusumastuti) dan putrinya, Qinasih (Luna Maya) datang. Khairil yang awalnya tidak menyukai perempuan pun mulai memperhatikan Qinasih, hingga pada akhirnya mereka berkesempatan untuk main sepeda bersama dan melihat matahari terbenam di bukit. Khairil tahu bahwa ia berbeda kasta dengan Qinasih, tetapi seperti cinta pertama pada umumnya, ia tetap menaruh harapan.

Di masa dimana perjodohan masih berlangsung secara umum, Qinasih pun dijodohkan orang tuanya dengan Andika (Lucky Hakim), teman sepermainannya dari kecil dan dari keluarga yang berada. Orang tua Qinasih yang sudah tahu bahwa putrinya sering bersama Khairil pun melarang Qinasih untuk terus berhubungan dengan pemuda miskin itu, tetapi Qinasih membangkang, malah berakhir dengan keduanya berhubungan badan. Gustav dan istrinya lantas sangat malu atas perlakuan putri mereka, dan Gustav pun mengirim Qinasih untuk tinggal jauh sebelum dinikahkan dengan Andika, meninggalkan Khairil tanpa kekasih, pekerjaan ataupun tempat tinggal.

Setelah beberapa waktu, Khairil yang sudah menetap dirumah kecil pinggir pantai pun sudah berdekatan dengan wanita lain, Vlori (Adinia Wirasti), yang tak lain adalah ibu dari Raysa dan Ryma, meskipun Qinasih terus berada dalam benaknya. Tiba-tiba Andika mendatangi Khairil, dengan niat menyampaikan kabar bahwa Qinasih telah meninggal dunia melahirkan putranya, dan Andika, yang selama ini tahu bahwa Qinasih dan Khairil saling mencintai, memberikan sang bayi untuk dirawat oleh Khairil, setelah diketahui bahwa ayah dari sang anak bukanlah Andika tapi Khairil. Anak itulah Raysa. Vlori yang mencintai Khairil sepenuh hati pun rela untuk merawat anak yang bukan darah dagingnya seperti milik sendiri, dan akhirnya kilas balik berakhir dengan Andika meninggalkan kediaman Khairil dan Khairil menikahi Vlori. Khairil akhirnya meninggal beberapa puluh tahun kemudian, setelah memiliki Ryma bersama Vlori.

Raysa, di masa sekarang, mencoba memahami perasaan wanita yang selama ini ia panggil ibu. Ia pun sampai di rumah pantai tempat ia pertama kali diberikan pada Khairil sebagai bayi dari Andika, dan ia duduk di kursi rotan yang biasa diduduki Khairil saat muda. Saat sedang menikmati pemandangan pesisir pantai, seseorang menelepon Raysa, dan ia mengangkat selagi bertanya apakah orang di ujung telepon itu sudah siap untuk memaafkan Raysa.

Pranala luar