Lompat ke isi

Nguras enceh

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 11 September 2020 22.53 oleh JumadilM (bicara | kontrib) (menambah referensi dan memperbaiki isi teks)


Nguras enceh adalah upacara pengisian tempayan pada masyarakat Imogiri.[1] Pelaksanaannya dilakukan di dalam Kompleks Makam Raja-raja Imogiri. Benda ritualnya berupa enceh atau tempayan yang disimpan di sekitar makam Sultan Agung.[2]

Awal Mula

Upacara Nguras Enceh berawal dari kemenangan Kesultanan Mataram yang berperang dengan aliansi Kesultanan Aceh, Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Ngerum, dan Kerajaan Siam. Keempat kerajaan ini kemudian menjadi kerajaan taklukan dari Kesultanan Mataram pada masa pemerintahan Sultan Agung. Sebagai tanda perdamaian, Sultan Agung meminta masing-masing kerajaan untuk memberinya pusaka yaitu gentong enceh. Hal ini kemudian menjadi tradisi bagi masyarakat di Kecamatan Imogiri yang disebut Nguras enceh atau Nguras kong.[3]

Ritual

Sehari sebelum diadakannya Nguras enceh, dilakukan kirab dengan gayung yang terbuat dari tempurung kelapa. Kirab ini dimulai dari Kecamatan Imogiri hingga ke Kompleks Makam Raja- Raja Imogiri di Pajimatan, Girirejo. Kesenian Gunungan, Prajurit Lombok Abang, Jatilan, Gejog Lesung, dan Selawatan menjadi pengiring kirab.[4] Pada gerbang masuk kedua dari makam Sultan Agung, terdapat empat buah enceh atau tempayan pemberian empat kerajaan taklukan. Masing-masing tempayan diberi nama yaitu Nyai Danumurti (Kerajaan Sriwijaya). Kyai Danumaya (Kesultanan Samudera Pasai), Kyai Mendung (Kerajaan Ngerum), dan Nyai Siyem (Kerajaan Siam).[1]

Pemaknaan

Pada awalnya, Sultan Agung menggunakan enceh hanya untuk melakukan wudu. Air dari keempat tempayan tersebut kemudian dianggap sebagai air suci oleh masyarakat. Selain itu,air dalam enceh diyakini memiliki kekuatan untuk menyembuhkan penyakit.[1]

Referensi

  1. ^ a b c Himaya 2017, hlm. 209.
  2. ^ Himaya 2017, hlm. 208.
  3. ^ Suharta 2014, hlm. 1968–1967.
  4. ^ Suharta 2014, hlm. 1969.

Daftar pustaka