Lompat ke isi

Gombloh

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Gombloh
Berkas:Gombloh.jpg
Informasi latar belakang
Tahun aktif1978 - 1988

Gombloh (12 Juli 1944 – 9 Januari 1988) adalah seorang penyanyi legendaris Indonesia. Ia memiliki nama asli Soedjarwoto. Kedua orangtuanya meninggalkan rumahnya di daerah Genteng, Surabaya akibat agresi militer Belanda II, kemudian menuju kota Jombang. Gombloh lahir dalam pengungsian mereka di daerah Tawangsari,Jombang. Di kemudian hari ia menambahkan sendiri nama 'Soemarsono' di belakang namanya. Jadilah ia bernama lengkap 'Soedjarwoto Soemarsono'. Semenjak kecil ia juga mendapat julukan 'Gombloh'. Julukan yang sebenarnya bermakna 'Nggomblohi' atau 'pura-pura bodoh', namun membawa hoki dalam karier bermusiknya.

Masa muda

Gombloh dilahirkan sebagai anak ke-4 dari enam bersaudara dalam keluarga Slamet dan Patukha. Slamet adalah seorang pedagang kecil yang hidup dari menjual ayam potong di pasar tradisional di kota mereka. Sebagai keluarga sederhana, Slamet sangat berharap agar anak-anaknya dapat bersekolah setinggi mungkin hingga memiliki kehidupan yang lebih baik.

Band pertama Gombloh dibuat ketika ia masih SMP, bernama 'The Dangerous' yang membawakan lagu-lagu The Beatles. Di kemudian hari Gombloh juga membentuk band 'The Sheeryl' setelah kepulangannya dari Bali. Kariernya terus meroket setelah ia sukses membentuk band 'Lemon Tree's anno '69'.

Pendidikan

Gombloh menyelesaikan pendidikan sekolah SD di Sekolah Rakyat Ambengan 2 Surabaya. Kemudian ia melanjutkan bersekolah di SMP Negeri 2 Kepanjen Surabaya. Semasa SMA ia bersekolah di SMA Negeri 5 Surabaya dan sempat berkuliah di Jurusan Arsitektur Institut Teknologi Sepuluh Nopember, (ITS) Surabaya, namun tidak diselesaikannya dan lebih memilih untuk berkesenian, utamanya seni lukis dan musik. Gombloh pada kenyataannya tidak pernah berniat kuliah di ITS, ia melakukannya karena kasihan dengan orang tuanya. Ia sering membolos dari kampus teknik yang terkenal dengan disiplin terketat di Indonesia itu. Kelakuannya ini akhirnya diketahui ayahnya setelah Slamet mendapat surat dari ITS yang memberikan peringatan.

Gombloh bereaksi dengan menghilang ke Bali dan bertualang sebagai seniman. Jiwanya yang bebas tidak dapat dikekang oleh disiplin yang ketat dan kuliah yang teratur. Gombloh sempat pulang ke Surabaya setelah dibujuk oleh kakak tertuanya, Anwar Soedjono, namun hanya beberapa bulan bertahan, Gombloh kembali merantau ke Kalimantan. Walau tidak memiliki gelar akademik dari ITS, Gombloh dipandang sebagai sosok yang memberi jiwa kemanusiaan, kebangsaan, dan kemanusiaan oleh para mahasiswa alumnus ITS Surabaya hingga kini. Kisah tentang Gombloh begitu luas, tidak hanya pada aspek musiknya saja, namun juga kesederhanaan, jiwa kemanusiaan serta kebersahajaan. Kisah legendaris yang selalu dikenang masyarakat Surabaya adalah ketika ia berkeliling lokalisasi sembari membagi-bagikan sandang bagi para pekerja seks komersial disana. Gombloh juga dikenal sangat dermawan. Ia kerap membantu rakyat kecil dan orang-orang terlantar serta tak pernah memilih-milih dalam bergaul, walaupun statusnya sebagai artis papan atas Indonesia.

Karier musik

Selama bermusik, Gombloh tidak terikat dengan satu jenis musik saja. Dengan grupnya bernama Lemon Tree's Anno '69, yang awalnya digawangi oleh Leo Kristi, Franky Sahilatua, Mony, Treesye, Teo, Naniel Chusnul Yakin, Janita Devy, Rieke Soelistiari, mereka tenar setelah menjadi band pembuka grup Bimbo pada tahun 1975 di Balai Pemuda Surabaya. Grup ini pada akhirnya mengalami perpecahan karena perbedaan idealisme bermusik antara Gombloh dan Leo Kristi. Setelah pecah, Gombloh memutuskan untuk mengibarkan bendera Lemon Tree's anno '69 dan mengundang para personil seperti Gatot Yuwono, Tuche, Totok, Ratih Soemarsono, Reny Limahelu, Lorena Limahelu, Soelih Estopangestie, Evy Soenarko, Mus Mulyadi, Vicky Vendy. Lemon Tree's anno '69 dikontrak oleh label Golden Hand pada 1978 dan melahirkan album pertamanya berjudul Nadia & Atmospheer. Pada 1980 Gombloh pindah ke label Chandra Record. Kemudian Gombloh memulai solo kariernya dengan mengikuti label Nirwana Record. Walaupun bersolo karier, Gombloh tetap menyebutkan nama Lemon Tree's anno '69 sebagai band pengiringnya; karena pada periode inilah Lemon Tree's anno '69 berubah fungsi sebagai band pengiring musikalitas Gombloh. Tercatat musisi-musisi besar yang pernah bergabung dengan Gombloh, antara lain Sonatha Tanjung, Eddy Kemput, Pardi Artin, Mamat Bahasuan, Rini Haryono, Gunawan Asmoro dan masih banyak lagi musisi yang pernah menjadi anggota grup ini.

Kehidupan sehari-hari rakyat kecil banyak digambarkan dalam lagu-lagunya, seperti Doa Seorang Pelacur, Kilang-Kilang, Poligami Poligami, Nyanyi Anak Seorang Pencuri, Selamat Pagi Kotaku. Lirik-liriknya puitis dan misterius. Ketika menyanyikan jenis musik balada, sebagaimana penyanyi balada semasanya, seperti Iwan Fals dan Ebiet G. Ade, Gombloh juga tergerak menulis lagu tentang (kerusakan) alam, salah satunya adalah Berita Cuaca (lebih populer dengan nama Lestari Alamku walaupun ini bukan judul yang sebenarnya). Lagu-lagu cintanya cenderung "nyeleneh", sama seperti karya Iwan Fals atau Doel Sumbang, misalnya Lepen ("sungai kecil" dalam bahasa Jawa, tetapi di sini adalah singkatan dari "lelucon pendek").

Namun, ia memiliki tema khas yaitu nasionalisme di dalam lagu-lagunya, seperti Dewa Ruci, Gugur Bunga, Gaung Mojokerto-Surabaya, Indonesia Kami, Indonesiaku, Indonesiamu, Pesan Buat Negeriku, dan BK, lagu yang bertutur tentang Bung Karno, sang proklamator. Lagunya Kebyar Kebyar banyak dinyanyikan pada masa perjuangan menuntut Reformasi.

Bersama Lemon Tree's anno '69 ia pernah pula merilis album yang lagu-lagunya berbahasa Jawa dengan berjudul Sekar Mayang. Hong Wilaheng adalah salah satu judul lagunya yang menggunakan sebagian lirik yang diambil dari Serat Wedhatama.

Gombloh juga menulis lagu untuk penyanyi lain. Ia menulis Tangis Kerinduan bagi Djatu Parmawati dirilis (1988), juga Merah Putih (1986) yang dinyanyikan Tyas Drastitiana, hingga kemudian lagu Merah Putih menjadi tenar ketika dinyanyikan bersama-sama oleh artis Musica.

Semenjak album Gila, Gombloh dinilai para kritisi mengendurkan idealismenya, dengan lebih mengedepankan album bergaya pop ringan dan dengan lirik-lirik sederhana dan jenaka. Gombloh mengakui hal tersebut dan ia beralasan bahwa kendurnya idealisme karena ia juga perlu untuk menghidupi keluarganya Namun meskipun begitu, senakal-nakalnya lagu Gombloh, ia mengatakan pula bahwa lagu-lagunya mempunyai 'hidden message', seperti lagu Kugadaikan Cintaku yang menyampaikan kritik atas krisis nilai-nilai kesetiaan yang terjadi di masyarakat. Dengan perubahan idealisme itu nyatanya Gombloh menjadi lebih populer dan mendapat penghasilan yang besar; namun ia tidak menjadi terlalu kaya dengan semua itu, karena Gombloh lebih suka menghabiskan pendapatannya dengan makan-makan bersama kawan-kawannya[1], juga menyantuni orang-orang pinggiran seperti pemulung, PSK dan sebagainya. Artikel ini dikutip juga dari buku Gombloh : Revolusi Cinta dari Surabaya karya Guruh Dimas Nugraha.

Kematian dan penghargaan

Gombloh meninggal dunia di Surabaya pada 9 Januari 1988 setelah lama menderita penyakit pada paru-parunya. Kebiasaan merokoknya sulit dihilangkan dan ia dikabarkan sering begadang. Menurut salah seorang temannya, beberapa waktu sebelum meninggal, sering kali Gombloh mengeluarkan darah bila sedang bicara atau bersin.

Pada 1996 sejumlah seniman Surabaya membentuk Solidaritas Seniman Surabaya dengan tujuan menciptakan suatu kenangan untuk Gombloh yang dianggap sebagai pahlawan seniman kota itu. Mereka sepakat membuat patung Gombloh seberat 200 kg dari perunggu. Patung ini ditempatkan di halaman Taman Hiburan Rakyat Surabaya, salah satu pusat kesenian di kota itu. Pada tanggal 30 Maret 2005 dalam acara puncak Hari Musik Indonesia III di Jakarta, Gombloh mendapat penghargaan Nugraha Bhakti Musik Indonesia secara anumerta dari PAPPRI, bersama sembilan tokoh musik lainnya, yaitu:

  1. Gombloh
  2. Nike Ardilla
  3. Titiek Puspa
  4. Anggun
  5. Iwan Fals
  6. Ebiet G Ade
  7. Titiek Sandhora
  8. Deddy Dores
  9. harvey malaihollo

Pada tahun 1955, lagu [Kebyar-Kebyar]] mendapat penghargaan Montblanc Memorium dari sebuah perusahaan bernama Montblanc Simplo gmBH yang berpusat di Hamburg, Jerman. Penghargaan itu diterima oleh Wiwiek, istri Gombloh.

Lagu-lagu karya Gombloh sempat diangkat dalam penelitian Martin Hatch seorang peneliti dari Universitas Cornell dan ditulis sebagai karya ilmiah yang berjudul "Social Criticsm in the Songs of 1980’s Indonesian Pop Country Singers", yang dibawakan dalam seminar musik The Society of Ethnomusicology di Toronto, Kanada pada 2000.

Pada tahun 2020, penelitian tentang Gombloh yang dilakukan oleh penulis sekaligus musisi bernama Guruh Dimas Nugraha menghasilkan sebuah buku berjudul Gombloh : Revolusi Cinta dari Surabaya.

Diskografi

Gombloh & The Lemon Tree's Anno '69

  1. Nadia & Atmospheer (1978 - Golden Hand Record)
  2. Mawar Desa (1978 - Golden Hand Record)
  3. Kadar Bangsaku (1979 - Golden Hand Record)
  4. Kebyar Kebyar (1979 - Golden Hand Record)
  5. Pesan Buat Negeriku (1980 - Golden Hand Record)
  6. Sekar Mayang (1981, berbahasa Jawa - Golden Hand Record)
  7. Terimakasih Indonesiaku (1981 - Chandra Record)
  8. Pesan Buat Kaum Belia (1982 - Chandra Record)
  9. Berita Cuaca (1982 - Chandra Record)
  10. Kami Anak Negeri Ini (1983 - Nirwana Record)
  11. Gila (1983 - Nirwana Record)
  12. 1/2 Gila (1984 - Nirwana Record)
  13. Semakin Gila (1986 - Nirwana Record)
  14. Apel (1986 - Nirwana Record)
  15. Apa itu Tidak Edan (1987 - Nirwana Record)

Solo karier

  1. Gila (album konser live, 1983)
  2. 1/2 Gila (1984)
  3. Semakin Gila (1986)
  4. Apel (1987)
  5. Apa Itu Tidak Edan (1987)

Di Angan Angan Cinta Dan Roket

Kutipan

  • "Kalau cinta sudah melekat, tahi kucing rasa coklat" (dari lirik lagu Lepen).

Rujukan

  1. ^ Hurek L.L. Gombloh Kebyar-Kebyar. Artikel pada Blog Orang Kampung, 22 April 2006.

2. Gombloh : Revolusi Cinta dari Surabaya. Guruh Dimas Nugraha, Airlangga University Press, 2020.

Pranala luar