Lompat ke isi

Lasem, Rembang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Lasem
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Tengah
KabupatenRembang
Pemerintahan
 • Camat-
Populasi
 • Total47,868 jiwa (2.005) jiwa
Kode Kemendagri33.17.14 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS3317140 Edit nilai pada Wikidata
Luas45,04 km²
Desa/kelurahan20 desa
Kuil Tionghoa di Lasem.

Lasem adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Indonesia. Merupakan kota terbesar kedua di Kabupaten Rembang setelah kota Rembang.

Lasem dikenal juga sebagai "Tiongkok kecil" karena merupakan kota awal pendaratan orang Tiongkok di tanah Jawa dan terdapat perkampungan Tionghoa yang sangat banyak tersebar di kota Lasem. Di Lasem juga terdapat patung Buddha Berbaring yang berlapis emas. Selain itu Lasem juga dikenal sebagai kota santri, kota pelajar dan salah satu daerah penghasil buah jambu dan mangga selain hasil dari laut seperti garam dan terasi. Batik Lasem sangat terkenal karena cirinya sebagai batik pesisir yang indah dengan pewarnaan yang berani.

Geografi

Kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan di pesisir pantai laut Jawa di kabupaten Rembang, berjarak lebih kurang 12 km ke arah timur dari ibu kota kabupaten Rembang, dengan batas-batas wilayah meliputi:

Kecamatan Lasem mempunyai luas wilayah mulai dari pesisir laut Jawa hingga ke selatan. Di sebelah timur terdapat gunung Lasem. Wilayahnya seluas 4.504 ha. 505 ha diperuntukkan sebagai pemukiman, 281 ha sebagai lahan tambak, 624 ha sebagai hutan milik negara. Letaknya yang dilewati oleh jalur pantura, menjadikan kota ini sebagai tempat yang strategis dalam bidang perdagangan dan jasa.

Pemerintahan

Kantor Kecamatan Lasem

Sekarang ini, Lasem hanya berbentuk Kecamatan. Kantor Kecamatan terletak di Jalan Sunan Bonang Km.01 atau Jalan Lasem-Tuban. Kecamatan Lasem terdiri atas 20 desa yang terbagi ke dalam 84 Rukun Warga (RW) dan 219 Rukun Tetangga (RT), dengan ibu kota kecamatan (gedung kecamatan) terletak di desa Soditan.

Adapun desa-desa tersebut adalah:

Empat desa di antaranya berada di lereng gunung Lasem yaitu desa Gowak, Kajar, Sengangcoyo dan Ngargomulyo sedangkan 5 desa di antaranya merupakan desa pesisir yang berbatasan langsung dengan laut Jawa. Lima desa tersebut adalah: Bonang, Dasun, Binangun, Gedongmulyo dan Tasiksono. Dan 8 desa masuk dalam kawasan kota Lasem, yaitu: Dorokandang, Karangturi, Soditan, Gedongmulyo, Ngemplak, Babagan, Jolotundo dan Sumbergirang.

Demografi

Jumlah penduduk kecamatan Lasem sejumlah 47.868 jiwa (tahun 2005). 23.846 jiwa di antaranya berjenis kelamin laki-laki dan sisanya 24.022 perempuan. Sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani, pedagang dan nelayan.

Di bidang pendidikan, di kecamatan Lasem terdapat:

Di bidang keagamaan, di kecamatan Lasem terdapat 31 masjid, 130 musala dan 11 gereja Protestan, 12 gereja Katolik, 3 klenteng dan 3 wihara (1 wihara tak berpemeluk).

Etnis yang tersebar di Lasem adalah suku Jawa, suku Tionghoa, keturunan Campa dan perpaduan etnis-etnis tersebut yang melahirkan etnis Lasem. Selain itu juga ada etnis lain sebagai pendatang di kota Lasem seperti orang Sunda, Batak, dll.

Julukan Kota

Sebagai sebuah kota yang unik dan menjadi perhatian bagi para peneliti baik dalam negeri maupun luar negeri, Lasem mempunyai predikat atau julukan yang tidak sedikit.

Lasem Kota Santri

Masjid Jami' Lasem

Sejak dahulu kota kecamatan ini terkenal sebagai Kota Santri. Peninggalan pesantren-pesantren tua di kota ini dapat kita rekam jejaknya hingga sekarang. Banyak ulama-ulama karismatik yg wafat di kota yg terkenal dgn suhu udara yg panas ini. Sebut saja Sayid Abdurrahman Basyaiban (Mbah Sambu) yang kini namanya dijadikan jalan raya yg menghubungkan Lasem-Bojonegoro, KH. Baidhowi, KH. Khalil, KH. Maksum, KH. Masduki dll. Sebagian makam tokoh masyarakat Lasem ini dapat Anda jumpai di utara Masjid Jami' Lasem. Maka tidak berlebihan jika Lasem berjuluk sebagai kota santri, mengingat banyaknya ulama, Pondok Pesantren dan jumlah santri yang belajar agama islam di kota ini. Pondok Pesantren tersebut antara lain:

Lasem Kota Ilmu

Banyaknya Pondok Pesantren berimbas pada bidang pendidikan umum. Tercatat banyak Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas di kota ini. Sekolah-sekolah itu antara lain:

Sekolah-sekolah di Lasem tak kalah saing dengan sekolah-sekolah yang mendapat perhatian lebih dari pemkab seperti sekolah-sekolah di Rembang. Prestasi sekolah-sekolah di Lasem pun kerap kali mengharumkan nama 'Lasem' bahkan sampai ke jenjang Nasional bahkan Internasional. Selain itu, satu-satunya SMA Negeri di Lasem (SMA N 1 Lasem) mendapatkan predikat sebagai SMA Budaya dan SMA Pionir Nasionalisme, sekaligus sebagai SMA Budaya dengan sering ditampilkannya grup Wayang Wong SMA N 1 Lasem pimpinan Bpk.H.Karnoto di beberapa event baik di dalam maupun luar kota.

Selain sekolah dasar dan menengah, di Lasem juga terdapat cabang Universitas Terbuka (UT) yang membuka kelas di Gedung Pondok Pesantren Kauman Lasem. Pada masa Kerajaan, di Lasem terdapat beberapa tempat pertapaan yang menghasilkan para biksu maupun pendeta Hindu, di antaranya adalah

  • Pertapaan Pamulang di Situs Gunung Tapaan yang konon sebagai pusat pengajaran Ilmu Buddha maupun Hwuning/Kanung pada masa lampau
  • Pertapaan Gebang di selatan Situs Gunung Tapaan yang konon sebagai pusat pengajaran Ilmu Hindu Siwa
  • Goa Kajar, disinyalir sebagai laboratorium ilmu pada masa Kerajaan Lasem era Bhre Lasem Dewi Indu
  • dll

Lasem Kota Tiongkok Kecil

Deretan bangunan bergaya Tiongkok di Pecinan desa Karangturi, Lasem

Salah satu tempat berkembangnya para imigran dari Tiongkok terbesar di Pulau Jawa abad ke-14 sampai 15 adalah Lasem (啦森 Hokkien: Lao Sam, Mandarin: La Sen) selain di Sampotoalang (Semarang) dan Ujung Galuh (Surabaya). Datangnya armada besar Laksamana Cheng Ho ke Jawa sebagai duta politik Kaisar Tiongkok masa Dinasti Ming yang ingin membina hubungan bilateral dengan Majapahit terutama dalam bidang kebudayaan dan perdagangan negeri tersebut, mereka memperoleh legitimasi untuk melakukan aktivitas perniagaannya dan kemudian banyak yang tinggal dan menetap di daerah pesisir utara Pulau Jawa. Bahkan menurut N.J. Krom, perkampungan Tionghoa di masa Kerajaan Majapahit telah ada sejak 1294-1527 M. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya bangunan-bangunan tua seperti permukiman Pecinan dengan bangunan khas Tiongkoknya dan kelenteng tua yang berada tak jauh dari jalur lalu lintas perdagangan di sepanjang aliran Sungai Babagan Lasem (kala itu disebut Sungai Paturen) yang pada waktu itu sebagai akses utama penghubung antara laut dan darat, juga penguasaan tempat-tempat perekonomian yang strategis oleh mereka di kemudian waktu, seperti yang dapat dilihat pada pusat-pusat pertokoan di sepanjang jalan raya kota sekarang ini.

Lasem Kota Batik

Dalam beberapa literatur tentang batik juga yang terdapat di museum batik nasional, batik Lasem disebutkan sebagai salah satu varian klasik atau biasa disebut pakem dangan pola dan corak yang punya kekhasan tersendiri, yaitu paduan warna yang berani dan mencolok dengan motif-motif yang beraneka macam dan khas tetapi tetap indah serta elegan. Batik tersebut populer dengan sebutan batik tulis kendoro kendiri atau batik Pesisiran Laseman, di mana batik ini berbeda dengan batik Jogja atau Solo yang sangat baku pada pakem keraton yang motifnya eksklusif dan khusus bagi golongan ningrat saja. Batik Laseman sangat liat bercirikan egalitarian, yang mana batik ini lebih terbuka atau umum penggunaannya bagi segala kalangan atau lapisan masyarakat berikut macam etnisnya. Konon perkembangan Batik Laseman ini dipengaruhi oleh unsur-unsur seni dan budaya negeri seberang, yaitu Tiongkok dan Campa. Banyaknya orang-orang Tiongkok dan Campa yang menetap di Lasem dan membaur dengan penduduk lokal lambat laun melahirkan akulturasi kebudayaan yang positif dan kaya, salah satunya adalah seni batik itu sendiri. Batik Laseman sendiri pernah mengalami kejayaan dalam produksi dan pemasarannya. Kini Batik Laseman bisa kita temukan di sudut-sudut kota Lasem bahkan di daerah sekitar Lasem.

Lasem Kota Pusaka

Akhir-akhir ini digembor-gemborkan tentang impian Lasem sebagai Kota Pusaka (Heritage City) karena banyak ditemukannya situs pusaka (heritage site) dan budaya khas yang sejak dulu melekat pada kota Lasem. Pusaka (Heritage/Warisan/Sesuatu yang berharga dan harus dijaga) itu sendiri dibagi ke dalam 3 kelompok, yaitu Pusaka Alam (Natural Heritage), Pusaka Budaya (Cultural Heritage) dan Pusaka Saujana (Cultural-Landscape Heritage) yang ketiga-tiganya ini Lasem memiliki potensi di tiga bidang pusaka ini. Dengan semakin banyaknya situs prasejarah maupun sejarah di kota Lasem dan semakin mirisnya kondisi kota ini, diharapkan dengan gerakan Pusaka Lasem ini dapat menjadikan Lasem bangkit kembali dan berpredikat sebagai Kota Pusaka 'Dunia'. Potensi Pusaka Alam: Hamparan Pantai di Lasem, Pegunungan Lasem, Hutan di Lasem, dll. Potensi Pusaka Budaya: Seni Laesan, Seni Kuda Lumping, Seni Barongsai dan Liong, Seni Wayang, Seni Wayang Wong, Seni Tari, Kehidupan Masyarakat Lasem, Batik Lasem, Tambak Garam, Industri Terasi dan Ikan Asin, Peninggalan hasil kebudayaan, dll. Potensi Pusaka Saujana: Hamparan Tambak Garam dengan latar Pegunungan Lasem saat kita ke Lasem arah dari Rembang, Hamparan Kapal di Pelabungan Binangun dengan latar Laut/Pantai Lasem saat kita ke Lasem arah dari Tuban, hamparan Perkampungan di Pedesaan dengan latar kota Lasem dan Perbukitan Barat Pegunungan Lasem saat kita di perkampungan Pegunungan Lasem, dll.

Budaya

Secara historis, budaya di Lasem merupakan perpaduan budaya dari masyarakat pribumi (Jawa), Tiongkok & Campa (dibawa oleh pasukan Laksamana Cheng Ho), Arab, dan Belanda. Wujud nyata dari perpaduan budaya ini dapat kita temui sampai detik ini pada batik Lasem motif Tiga Negeri maupun Empat Negeri.

Masyarakat Lasem banyak yang bekerja di sektor transportasi (truk besar, bus) sehingga menciptakan satu komunitas transportasi yang banyak menghabiskan waktu bekerja di jalan. Ini memunculkan budaya minum kopi di warung, sehingga muncul budaya kopi lelet.

Dialek

Dialek masyarakat Lasem yang dikenal adalah sebagai berikut: - em / - nem = mu (bahasa Indonesia).

 Contoh: Bukuem/Bukunem = Bukumu; Tanganem = Tanganmu; Nggonem/Nggonanem = Punyam; dll
 (hurup "e" di kata em dibaca seperti kata "e" di kata perahu atau selasa)

- leh = toh (bahasa Indonesia).

 Contoh: Piye leh iki? = Gimana toh ini?; Ndi leh bukune? = Mana toh bukunya?; dll
 (hurup "e" di kata leh dibaca seperti kata "e" di kata etnis atau polsek)

- ape (jw: arep) = akan (bahasa Indonesia).

 Contoh: Sampeyan ape ning ndi leh? = Kamu mau/akan ke mana toh?
 (hurup "e" di kata ape dibaca seperti kata "e" di kata tempe atau cafe)

- ae (jw: wae) = saja (bahasa Indonesia).

 Contoh: Sakcingkir ae = satu cangkir saja; Bar ning ndi ae leh? = Habis ke mana saja toh?
 (hurup "e" di kata ae dibaca seperti kata "e" di kata tempe atau cafe),

- ugung/gung (jw: durung) = belum (bahasa Indonesia).

 Contoh: Aku ugung mangan/Aku gung mangan = Aku belum makan.

Kosakata-kosakata: - mendarat = kerja bakti membantu meringankan beban tetangga/orang lain yang punya hajat. - gene = kenapa? - sitok = satu - kartengah = satu setengah (1,5). - jeru' = dalam (ke bawah). - pathak = kulit kepala. - klonengan = bermain gamelan. - loruk = sakit (bukan sakit parah, contohnya: dicubit/tersandung). - kiwan = kamar mandi tradisional (biasanya menggunakan genuk sebagai tempat air). - jedhing = kamar mandi. - ogak = tidak. - matun = menyiangi gulma pada tanaman di sawah/ladang. - ndaut = mengambil benih padi dan memindahkannya ke petak sawah. - peceren = got/saluran air yang airnya kotor. - medhuk = ketela yang isinya sangat lembut (setelah dikukus/direbus/dibakar). - masir = tekstur dalam buah yang agak berbutir dan terkesan ada celah udara. contoh: salake masir/semongkone masir. - trasek = terasi. - taek = tahi. - tuwek = tua. - matek = mati. - bongko = mati (kasar). - isuk = sangat pagi. - surup = petang. - panas ngether = sangat panas (cuaca). - anyep = dingin. - mblojet = lepas baju (bisa jadi disebabkan cuaca panas atau keringat terlalu banyak). - nggliyeng/nggliyur = pusing. - mbarik = tampan. - mandah = semakin. - udan wewe = hujan di siang hari dengan cuaca cerah tidak mendung, biasanya pada sore hari maupun pagi hari. dan masih banyak lagi.

Dialek ini menyebar ke daerah-daerah sekitar Lasem yang kalau ditinjau dari segi historis dulu terletak di bekas wilayah Kerajaan Lasem maupun kadipaten Lasem. Dialek semacam itu bisa dijumpai di sekitar Pengunungan Kendeng Utara dari Grobogan, Pati (alaminya yang sebelah selatan), Blora, Rembang, Tuban dan Bojonegoro. Selain di atas, banyak pula kosakata-kosakata dalam dialek Lasem yang merupakan serapan dari bahasa kaum Tionghoa Lasem, seperti Yan O (walet), Yong Swa (dupa), Dao Ke (bos) dll. Bahkan kata "Lasem" sendiri menurut beberapa ahli berasal dari kata "Lao Sam" namun masih diragukan.

Seni Pertunjukan

Seni Pertunjukan yang ada dan berkembang pesat di Lasem antara lain:

Event (Acara)

Seni Rupa

Orang sedang membatik batang rokok (nglelet)
  • Batik Lasem yang khas dan berbeda dengan batik dari daerah lain
  • Lelet, yaitu membatik dengan media batang rokok dan tintanya menggunakan lethekan kopi lelet (ampas kopi lelet/kopi Lasem yang dicampur susu krimer)
  • Kerajinan Kuningan

Seni Arsitektur

Candi di belakang Wihara Ratanavana Arama Lasem
Klenteng Cu An Kiong di Jalan Dasun, Lasem

Arsitektur bangunan-bangunan yang khas di Kota Lasem, antara lain:

Potensi wisata

Sebenarnya banyak sekali potensi wisata di Lasem, namun sangat sedikit yang memajukan potensi wisata tersebut. Perlu adanya donatur dan investor yang tidak sedikit demi meningkatkan potensi wisata di kota Lasem.


Potensi wisata ruhani

Masjid Jami Lasem memiliki nilai historis sebagai pusat pengembangan ilmu oleh Syekh Abdurrahman (mbah Sambu). Hingga hari ini, peziarah terbanyak kota Lasem adalah pengunjung kompleks masjid dan makam Mbah Sambu yang selanjutnya akan sowan ke ndalem ulama Lasem sesuai sejarah keilmuan mereka ka


Potensi wisata alam

Potensi wisata batik

Lasem terkenal sebagai Kota Batik terutama Batik Tulis Laseman. Hampir di setiap desa dijumpai pengrajin batik. Namun pusat-pusat industri batik terletak di

Selain itu juga terdapat di beberapa desa di sekitar Lasem yang terkenal sebagai desa wisata Batik Laseman seperti di

Potensi wisata belanja

Potensi wisata religi

Potensi wisata sejarah

Banyak sekali situs-situs sejarah di area bekas Kerajaan Lasem, Kadipaten Lasem, maupun pada masa kedatangan Tiongkok-Campa, VOC di Lasem bahkan situs arkeologi. Hampir semua situs sejarah tersebar di kawasan kota Lasem dan sekitarnya.

Peninggalan Bersejarah

Prasejarah

  • Situs Kapal Kuno di Punjulharjo, terletak di bagian barat Sungai Kahiringan. Dulu daerah ini masih masuk kawasan Lasem, namun sekarang terletak di Kec.Rembang. Kapal yang ditemukan merupakan Bangaki Kapal Utuh beserta perabotan dan arca kepala, berdasarkan perhitungan secara radiokarbon diketahui bahwa kapal dari abad ke-7 M.
  • Situs Tulang-belulang Manusia Purba Austronesia di daerah Bonang-Leran
  • Situs Purbakala Plawangan dan Terjan
  • Situs Megalitik Adon Ayam, Desa Bonang

Pada Masa Kerajaan Lasem

Peninggalan Benda Bergerak:

Benda-benda tersebut kebanyakan sekarang berada dan diteliti di Dinas Kepurbakalaan Nasional Jakarta.

Peninggalan Benda tak Bergerak:

  • Goa pertapaan (di desa Kajar)
  • Prasasti Batu Tapak (di desa Kajar)
  • Sumur-sumur tua
  • Fondasi-fondasi bangunan (terbuat dari bata merah berukuran 20cm-40cm)
  • Bekas Pelabuhan Kahiringan di daerah Caruban, Gedongmulyo dan Pelabuhan Teluk Regol di Bonang
  • Jangkar kapal tua abad 14 di Rumah Candu/Lawang Ombo, diduga milik Kapitan Liem

Peninggalan Seni dan Budaya:

Pada Masa Kadipaten Lasem

Peninggalan Tak Bergerak:

Peninggalan Bergerak:

  • Kitab Suluk pada masa Sunan Bonang
  • Serat Sabda Badra Santi oleh Adipati Tejakusuma I dan Tejakusuma IV, kemudian digubah kembali oleh R. Panji Kamzah 1825 dan R. Panji Karsono 1920.
  • Alat musik Bonang/Bende lengkap dengan pemukulnya di Kompleks Petilasan Sunan Bonang
  • Seni pagelaran wayang Krucil dan wayang Potehi

Referensi

  • Unjiya, M.Akrom (2008). Lasem Negeri Dampoawang Sejarah yang Terlupakan. Yogyakarta: Eja Publisher.
  • Proyek Penelitian Purbakala: Pertemuan Arkeologi III Ciloto 1983. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985.
  • Groeneveldt, W.P., Notes on Malay Archipelago and Malacca, Compilet from Chinese Source.
  • Kabupaten Rembang dalam Angka Tahun 2005
  • Data Dekdikbud Rembang
  • Pratiwo (1990). The Historikal Reading of Lasem. Leuven: Katholika Uneversieit Leuven.

Pranala luar

Lihat pula