Telesera
Anak perusahaan (2003-2007) | |
Industri | Operator dan layanan telekomunikasi seluler Indonesia |
Nasib | Merger dengan Mobile-8 Telecom |
Penerus | Mobile-8 Telecom |
Didirikan | 1990 |
Ditutup | 11 Juni 2007 |
Kantor pusat | Jakarta, Indonesia |
Produk | AMPS (1995-2002) |
Pemilik | PT Telekomindo Primabhakti (Rajawali Wira Bhakti Utama) (1990-2001) Telkom (2001-2003) PT Centralindo Pancasakti Cellular (Bimantara Citra) (2003) Mobile-8 Telecom (2003-2007) |
Dengan nama panjang PT Telekomindo Selular Raya, Telesera pertama kali didirikan pada 1990 dan sahamnya awalnya dimiliki oleh PT Rajawali Wira Bhakti Utama (yang dimiliki oleh Peter Sondakh) sebesar 90% dengan sisanya dimiliki oleh Abram Makimawu. Namun, perusahaan ini baru beroperasi pada tahun 1995, dengan 100% sahamnya dialihkan ke perusahaan Grup Rajawali lain, yaitu PT Telekomindo Primabhakti (yang 10% sahamnya dimiliki Telkom, 54% oleh Grup Rajawali, 10% oleh Yayasan Dana Pensiun Pegawai Telkom, 10% oleh Yayasan Kartika Eka Paksi, 2% oleh Yayasan Tridaya Kejaksaan Agung dan Koperasi Pegawai Telkom sebesar 0,40%).[1] Perusahaan ini mengoperasikan sistem jaringan berbasis AMPS di beberapa daerah yang ditetapkan pemerintah, yaitu di Bali, Kalimantan dan Sumatera Selatan menggunakan frekuensi 800 MHz.[2][3][4] Modal awal pengguna Telesera adalah operasional bagi hasil AMPS PT Telekomindo Primabhakti yang dialihkan ke Telesera. Perlu diketahui sebelumnya bahwa PT Telekomindo Primabhakti didirikan pada 9 Maret 1990 sebagai pengelola sistem AMPS untuk telepon mobil (istilah resminya STKB-N, Sistem Sambungan Telepon Kendaraan Bermotor Nasional) di daerah Palembang, Denpasar dan Samarinda-Balikpapan-Banjarmasin menggunakan sistem Motorola dan menargetkan sekitar 7.800 pengguna.[5][6] Setelah pendirian Telesera, maka operasional PT Telekomindo dialihkan pada Telesera (dan PT Telekomindo berubah menjadi perusahaan induk yang mengelola berbagai perusahaan telekomunikasi Grup Rajawali, seperti Excelcommindo).[7]
Bagaimanapun, dikarenakan pasar di wilayah yang diberikan padanya oleh pemerintah tidak terlalu besar, maka Telesera tetap menjadi perusahaan AMPS terkecil di Indonesia. Sejak awal berdirinya, Telesera hanya memiliki 6.000-7.000 pelanggan: pada akhir 1995 sebanyak 7.500, pada 1997 sebesar 6.705 (walaupun mempunyai kapasitas pelanggan sebesar 11.500), pada April 1999 menjadi 6.792, dan menjadi 7.556 pada akhir 2001.[8][9] Mungkin, karena itulah, perusahaan ini merupakan satu-satunya perusahaan AMPS yang tetap mempertahankan sistem bagi hasil yang telah dijalankannya sejak operasionalnya masih berada di bawah PT Telekomindo. Sistem bagi hasil antara keduanya dipatok sebesar 30% untuk Telkom dan 70% untuk Telesera. Keuntungan Telkom pun tidak besar, pada 1998 misalnya hanya mendapat Rp 6,1 M dan pada 1999 sebesar Rp 5,7 M.[10][11] Seiring waktu, kerjasama bagi hasil antara Telkom dan PT Telekomindo berakhir sehingga seluruh saham dan aset Telesera beralih ke Telkom sejak Juni 2001.[12] Awalnya, setelah Telesera 100% menjadi anak perusahaan Telkom, perusahaan ini sempat direncanakan untuk diubah sistemnya menjadi CDMA. (Rencana ini tidak dilanjutkan karena penjualan Telesera, dan Telkom pada 2003 akan meluncurkan Flexi sebagai layanan CDMA-nya).[13]
Seiring dengan kondisi ekonomi dan program restrukturisasi perusahaan, PT Telkom kemudian memutuskan untuk melepaskan seluruh saham perusahaanya yang menggunakan AMPS, termasuk Telesera.[14] Pada 8 Agustus 2003, penjualan itu akhirnya tercapai ketika PT Centralindo Pancasakti Cellular (yang terafiliasi dengan Bimantara Citra) dan Telkom sepakat melakukan pertukaran saham. Dalam transaksi ini, Telkom menjual 100% sahamnya di Telesera kepada PT Centralindo (ditambah 14,20% saham Komselindo dan 20,17% saham Metrosel) dengan biaya Rp 185,10 M, dan sebagai gantinya, PT Centralindo menyerahkan saham PT Indonusa Telemedia (penyelenggara TV kabel TelkomVision) sebesar 35% dan memberi hak untuk membeli 16,85% sahamnya di Pasifik Satelit Nusantara pada Telkom. Manajemen sendiri menyediakan dana sebesar Rp 900 M untuk menuntaskan transaksi ini.[15][16]
Manajemen Bimantara (via PT Centralindo) yang kemudian menjadi pengelola baru Telesera memutuskan untuk membangun perusahaan baru dengan sistem baru, yaitu CDMA. Perusahaan baru itu dikenal dengan nama Mobile-8 Telecom yang didirikan akhir 2002, dan sebagai persiapannya Bimantara menjadikan perusahaan komunikasi yang telah diakusisinya, yaitu Telesera, Metrosel dan Komselindo menjadi anak perusahaan Mobile-8.[17][18][19] Pada akhirnya, sebagai "penerus" Telesera adalah Fren yang diluncurkan pada 8 Desember 2003 yang berbasis CDMA 2000 dengan modal awal salah satunya adalah bekas pelanggan AMPS Telesera. Sejak saat itu, Telesera hanya menjadi anak perusahaan Mobile-8 yang tidak terlalu aktif, dan pada akhirnya dimerger dengan induknya, Mobile-8 pada 11 Juni 2007.[20]
Lihat pula
Referensi
- ^ Towards a Knowledge-based Economy: East Asia's Changing Industrial Geography
- ^ Yearbook of Asia-Pacific Telecommunications
- ^ Informasi, Masalah 203-208
- ^ Telecommunications in Asia: Policy, Planning and Development
- ^ 50 tahun peranan pos & telekomunikasi
- ^ Profile of Indonesian Telecommunications Industry & Development
- ^ Full Circle Managing Through Learning.Leading.Serving
- ^ Yearbook of Asia-Pacific Telecommunications
- ^ Informasi, Masalah 203-208
- ^ Yearbook of Asia-Pacific Telecommunications
- ^ Untold Story IPO Telkom di NYSE & BEJ
- ^ AsiaCom Yearbook
- ^ Yearbook of Asia-Pacific Telecommunications
- ^ On becoming a customer-centric company: transformasi Telkom menjadi perusahaan berbasis pelanggan
- ^ Tempo, Volume 31,Masalah 48-52
- ^ Warta ekonomi: mingguan berita ekonomi & bisnis, Volume 15,Masalah 18-26
- ^ Telecommunications Reform in the Asia-Pacific Region
- ^ Tempo, Volume 31,Masalah 48-52
- ^ Gamma, Volume 3,Masalah 6-14
- ^ Merger Tiga Anak Usaha Mobile-8 Efektif