Lompat ke isi

Herakleitos

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 2 Juli 2021 13.23 oleh HsfBot (bicara | kontrib) (Bot: +{{Authority control}})

Herakleitos
Lahirc. 540 SM
Efesus
Meninggalc. 480 SM
EraFilsafat Kuno
KawasanFilsafat Barat
AliranTidak termasuk ke dalam aliran filsafat manapun
Minat utama
Metafisika, Epistemologi, Etika, Politik, Kosmologi
Gagasan penting
Logos, segala sesuatu mengalir
Memengaruhi

Herakleitos dari Efesus (Yunani: Ἡράκλειτος ὁ Ἐφέσιος, Hērákleitos ho Ephésios) adalah seorang filsuf Yunani Kuno pra-Sokratik yang tidak tergolong mazhab apapun,[1] meski dapat digolongkan lewat asal munculnya sebagai pemikir mazhab Ionia atau filsuf yang muncul di wilayah Asia Minor (termasuk Thales, Anaximandros, Anaximenes, dan Xenophanes).[2] Di dalam tulisan-tulisannya,ia justru mengkritik dan mencela para filsuf dan tokoh-tokoh terkenal, seperti Homeros, Arkhilokhos, Hesiodos, Phythagoras, Xenophanes, dan Hekataios.[1][3][4] Meskipun ia berbalik dari ajaran filsafat yang umum pada zamannya, tetapi bukan berarti ia sama sekali tidak dipengaruhi oleh filsuf-filsuf itu.[1][4]

Herakleitos diketahui menulis satu buku, tetapi telah hilang.[1] Yang tersimpan hingga kini hanya 130 fragmen yang terdiri dari pepatah-pepatah pendek yang sering kali tidak jelas artinya.[1][5] Pemikiran filsafatnya memang tidak mudah dimengerti sehingga ia dijuluki "si gelap" (dalam bahasa Inggris the obscure).[1][3][6]

Riwayat Hidup

Efesus di Asia Kecil, tempat kelahiran Herakleitos

Herakleitos diketahui berasal dari Efesus di Asia Kecil.[1] Ia hidup di sekitar abad ke-5 SM (sekitar 540-480 SM).[3][4][7] Keterangan Diogenes Laertius juga menyebutkan Herakleitos lahir sekitar 540 sebelum masehi pada keluarga aristokrat di Efesus, tetapi nantinya meninggalkan kehidupan politik dan mengabdikasikan hak kekuasaan yang diwariskan padanya ke saudara lelakinya.[8] Herakleitos hidup sezaman dengan Pythagoras dan Xenophanes, tetapi ia berusia lebih muda daripada keduanya.[1] Akan tetapi, Herakleitos lebih tua usianya dari Parmenides sebab ia dikritik oleh filsuf tersebut.[1]

Selain berasal dari keluarga terhormat di Efesus, tidak ada informasi lain yang kredibel mengenai riwayat hidup Herakleitos mengingat hampir semua sumber mengenai kehidupannya adalah anekdot yang tidak otentik, diimajinasikan atau dibuat si pengarang anekdot berdasarkan pemikiran Herakleitos.[4][9][10] Tidak ada sumber yang menyebutkan bahwa ia pernah meninggalkan kota asalnya, yang pada waktu itu merupakan bagian dari kekaisaran Persia.[9]

Jika melihat karya-karya yang ditinggalkannya, tampak bahwa watak Herakleitos sombong dan tinggi hati.[1][3][4][9] Selain mencela filsuf-filsuf di atas, ia juga memandang rendah rakyat yang bodoh dan menegaskan bahwa kebanyakan manusia jahat.[1] Selain itu, ia juga mengutuk warga negara Efesus.[1]

Pemikiran

Segala Sesuatu Mengalir

"Seseorang tidak bisa dua kali masuk ke sungai yang sama."

Pemikiran Herakleitos yang paling terkenal adalah mengenai perubahan-perubahan di alam semesta.[1][4] Menurut Herakleitos, tidak ada satu pun hal di alam semesta yang bersifat tetap atau permanen.[1][4][7] Tidak ada sesuatu yang betul-betul ada, semuanya berada di dalam proses menjadi.[1] Ia terkenal dengan ucapannya panta rhei kai uden menei yang berarti, "semuanya mengalir dan tidak ada sesuatupun yang tinggal tetap." [1]

Perubahan yang tidak ada henti-hentinya itu dibayangkan Herakleitos dengan dua cara:

  • Pertama, seluruh kenyataan adalah seperti aliran sungai yang mengalir.[1] "Engkau tidak dapat turun dua kali ke sungai yang sama," demikian kata Herakleitos.[1][4][7] Maksudnya di sini, air sungai selalu bergerak sehingga tidak pernah seseorang turun di air sungai yang sama dengan yang sebelumnya.[1][7]
  • Kedua, ia menggambarkan seluruh kenyataan dengan api.[1] Maksud api di sini lain dengan konsep mazhab Miletos yang menjadikan air atau udara sebagai prinsip dasar segala sesuatu.[1] Bagi Herakleitos, api bukanlah zat yang dapat menerangkan perubahan-perubahan segala sesuatu, melainkan melambangkan gerak perubahan itu sendiri.[1] Api senantiasa mengubah apa saja yang dibakarnya menjadi abu dan asap, tetapi api tetaplah api yang sama.[1] Karena itu, api cocok untuk melambangkan kesatuan dalam perubahan.[1]

Logos

Segala sesuatu yang terus berubah di alam semesta dapat berjalan dengan teratur karena adanya logos.[3][4][7] Pandangan tentang logos di sini tidak boleh disamakan begitu saja dengan konsep logos pada mazhab Stoa.[1] Logos adalah rasio yang menjadi hukum yang menguasai segala-galanya dan menggerakkan segala sesuatu, termasuk manusia.[1][4] Logos juga dipahami sebagai sesuatu yang material, tetapi sekaligus melampaui materi yang biasa.[1] Hal ini disebabkan pada masa itu, belum ada filsuf yang mampu memisahkan antara yang rohani dan yang materi.[1]

Segala Sesuatu Berlawanan

Menurut Herakleitos, tiap benda terdiri dari yang berlawanan.[1][7] Meskipun demikian, di dalam perlawanan tetap terdapat kesatuan.[1][7] Singkatnya, dapat dikatakan bahwa 'yang satu adalah banyak dan yang banyak adalah satu.'[1][6] Anaximenes juga memiliki pandangan seperti ini, tetapi perbedaan dengan Herakleitos adalah Anaximenes mengatakan pertentangan tersebut sebagai ketidakadilan, sedangkan Herakleitos menyatakan bahwa pertentangan yang ada adalah prinsip keadilan.[1] Kita tidak akan bisa mengenal apa itu 'siang' tanpa kita mengetahui apa itu 'malam'.[1][6][7] Kita tidak akan mengetahui apa itu 'kehidupan' tanpa adanya realitas 'kematian'.[7] Kesehatan juga dihargai karena ada penyakit.[1] Demikianlah dari hubungan pertentangan seperti ini, segala sesuatu terjadi dan tersusun.[7] Herakleitos menegaskan prinsip ini di dalam kalimat yang terkenal: "Perang adalah bapak segala sesuatu."[1][7] Perang yang dimaksud di sini adalah pertentangan.[1][7]

Melalui ajaran tentang hal-hal yang bertentangan tetapi disatukan oleh logos, Herakleitos disebut sebagai filsuf dialektis yang pertama di dalam sejarah filsafat.[7]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag ah ai aj Bertens, Kees (1990). Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius. 
  2. ^ Kirk, G.S.; Raven, J.E. (1957). The Presocratic Philosophers: A Critical History with a Selection of Texts. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 182-215. 
  3. ^ a b c d e McKirahan, Richard (2003). "Presocratic Philosophy". Dalam Shields, Christopher. The Blackwell Guide to Ancient Philosophy. MA/Oxford/Victoria: Blackwell Publishing. ISBN 978-0-631-22215-6. 
  4. ^ a b c d e f g h i j Praja, Juhaya (2005). Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Kencana. 
  5. ^ Raaflaub, Kurt (2007). "Poets, lawgivers, and the beginnings of political reflection". Dalam Rowe, Christopher; Schofield, Malcolm. The Cambridge History of Greek and Roman Political Thought. Cambridge: Cambridge University Press. hlm. 23–59. 
  6. ^ a b c Hussey, Edward (1999). "Heraclitus". Dalam Long, A.A. The Cambridge Companion to Early Greek Philosophy. London: Cambridge University Press. hlm. 88-112. 
  7. ^ a b c d e f g h i j k l m Tjahjadi, Simon (2004). Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Kanisius. 
  8. ^ Curd, Patricia (2011). A Presocratics Reader: Selected Fragments and Testimonia (edisi ke-2nd). Indianapolis/Cambridge: Hackett Publishing Company. hlm. 39–54. ISBN 978-1-60384-598-4. 
  9. ^ a b c Honderich, Ted, ed. (2005). The Oxford Companion to Philosophy (edisi ke-New). Oxford/New York: Oxford University Press. hlm. 378. (Inggris)Ted Honderich (ed.). 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford, New York: Oxford University Press.
  10. ^ McKirahan, Richard (2010). Philosophy Before Socrates. Indianapolis/Cambridge: Hackett Publishing Company. hlm. 112-144. ISBN 978-1-60384-602-8. 

Pranala luar