Muhammad Zaini Abdul Ghani
Nama | Muhammad Zaini bin Abdul Ghani Al Banjari |
---|---|
Nisbah | Al Arsyadiyah |
Kebangsaan | Indonesia |
Jabatan | Waliyullah, Ulama Besar, Tokoh Masyarakat Kalimantan Selatan, Tokoh Agama, Penyair Maulid, Pengajar Ilmu Agama |
Karya yang terkenal | Risalah Mubarakah Manaqib Asy-Syekh As-Sayyid Muhammad bin Abdul Karim Al-Qadiri Al-Hasani As-Samman Al-Madani Ar-Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur bil Ustadzil a’zham Muhammad bin Ali Ba’alawy |
Istri | (Alm) Hj. Juwairiyah Hj. Laila Hj. Noorjannah |
Keturunan | Haji Muhammad Amin Badali Haji Ahmad Hafi Badali |
Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari (11 Februari 1942 – 10 Agustus 2005) adalah salah seorang ulama dan tokoh yang sangat kharismatik dan populer di Kalimantan.
Gelar-gelar
Terdapat beragam sebutan untuk Muhammad Zaini, di antaranya yang umum adalah:
- Qusyairi (nama kecil)[1][2]
- Guru Sekumpul (sebutan yang paling populer)
- Guru Ijai
- Guru Zaini[3]
- Tuan guru
- Abah guru
Adapun gelar panjang yang diberikan oleh masyarakat luas terutama dari kalangan ulama adalah:
- Kyai Haji Muhammad Zaini Abdul Ghani
- Syaikhuna al-Alim al-Allamah Muhammad Zaini bin al-Arif billah Abdul Ghani[4]
- Syaikhuna al-Alim al-Allamah al-Arif billaah al-Bahr al-Ulum al-Waliy al-Qutb As-Syaikh al-Mukarram Maulana Muhammad Zaini bin Abdul Ghani al-Banjari
Kelahiran dan silsilah keluarga
Guru Sekumpul dilahirkan pada malam Rabu 11 Februari 1942 (27 Muharam 1361 Hijriah) di desa Tunggul Irang, Martapura, Kabupaten Banjar dari pasangan suami-istri Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman dengan Hj. Masliah binti H. Mulia bin Muhyiddin.[5][2]
Guru Sekumpul merupakan keturunan ke-8 dari ulama besar Banjar, Maulana Syekh Muhammad Arsyad bin Abdullah Al Banjari. Adapun silsilahnya adalah: Tuan Guru Ayahnda Muhammad Zaini bin Abdul Ghani bin Abdul Manaf bin Muhammad Seman bin Muhammad Sa’ad bin Abdullah bin Mufti Muhammad Khalid bin al-Alim al-Allamah al-Khalifah Hasanuddin bin Syaikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari.[2][6]
Tuan Guru Muhammad Zaini Abdul Ghani Al Banjari merupakan anak pertama, sedangkan adiknya bernama Hj. Rahmah.[7]
Tuan Guru Muhammad Zaini Abdul Ghani Al Banjari memiliki 2 orang putra, yaitu Haji Muhammad Amin Badali dan Haji Ahmad Hafi Badali.[8]
Pendidikan
Guru Sekumpul sewaktu kecil selalu berada di samping ayah dan neneknya yang bernama Salbiyah. Mereka menanamkan kedisiplinan dalam pendidikan tauhid dan akhlak serta belajar membaca Al-Qur'an. Karena itulah, guru pertama dari Guru Sekumpul adalah ayah dan neneknya sendiri.[2]
Semenjak kecil ia sudah digembleng orang tua untuk mengabdi kepada ilmu pengetahuan dan ditanamkan perasaan cinta kasih dan hormat kepada para ulama.
Menurut riwayat, Guru Sekumpul sewaktu kecil sering menunggu al-Alim al-Fadhil Syaikh Zainal Ilmi yang ingin ke Banjarmasin hanya semata-mata untuk bersalaman dan mencium tangannya.
Lingkungan keluarga
Gemblengan ayah dan bimbingan intensif pamannya semenjak kecil betul-betul tertanam. Semenjak kecil ia sudah menunjukkan sifat mulia; penyabar, rida, pemurah, dan kasih sayang terhadap siapa saja. Kasih sayang yang ditanamkan dan juga ditunjukkan oleh ayahnya sendiri. Misalnya, suatu saat ketika hujan turun deras, sedangkan rumah Guru Sekumpul sekeluarga sudah sangat tua dan reot. Sehingga air hujan merembes masuk dari atap-atap rumah. Pada waktu itu, sang ayah menelungkupinya untuk melindungi tubuhnya dari hujan dan rela membiarkan dirinya sendiri tersiram hujan.
Abdul Ghani bin Abdul Manaf, ayah dari Guru Sekumpul juga adalah seorang pemuda yang saleh dan sabar dalam menghadapi segala situasi dan sangat kuat dengan menyembunyikan derita dan cobaan. Tidak pernah mengeluh kepada siapapun. Cerita duka dan kesusahan sekaligus juga merupakan intisari kesabaran, dorongan untuk terus berusaha yang halal, menjaga hak orang lain, jangan mubazir, bahkan sistem manajemen usaha dia sampaikan kepada generasi sekarang lewat cerita-cerita itu.
Beberapa cerita yang diriwayatkan adalah sewaktu kecil mereka sekeluarga yang terdiri dari empat orang hanya makan satu nasi bungkus dengan lauk satu biji telur, dibagi empat. Tak pernah sekalipun di antara mereka yang mengeluh. Pada masa-masa itu juga, ayahnya membuka kedai minuman. Setiap kali ada sisa teh, ayahnya selalu meminta izin kepada pembeli untuk diberikan kepada Qusyairi. Sehingga kemudian sisa-sisa minuman itu dikumpulkan dan diberikan untuk keluarga.
Adapun sistem mengatur usaha dagang, ayah Guru Sekumpul menyampaikan bahwa setiap keuntungan dagang itu mereka bagi menjadi tiga. Sepertiga untuk menghidupi kebutuhan keluarga, sepertiga untuk menambah modal usaha, dan sepertiga untuk disumbangkan. Salah seorang ustaz setempat pernah mengomentari hal ini, “Bagaimana tidak berkah hidupnya kalau seperti itu.” Pernah sewaktu kecil Qusyairi bermain-main dengan membuat sendiri mainan dari gadang pisang. Kemudian sang ayah keluar rumah dan melihatnya. Dengan ramah sang ayah menegurnya, “Nak, sayangnya mainanmu itu. Padahal bisa dibuat sayur.” Qusyairi langsung berhenti dan menyerahkannya kepada sang ayah.
Madrasah Darussalam
Pada tahun 1949 saat berumur 7 tahun, ia mengikuti pendidikan formal di Madrasah Ibtidaiyah Darussalam, Martapura.
Kemudian tahun 1955 pada usia 13 tahun, ia melanjutkan pendidikan di Madrasah Tsanawiyah Darussalam, Martapura.[6]
Pada masa ini, ia sudah belajar dengan guru-guru besar yang spesialis dalam bidang keilmuan seperti:
- al-Alim al-Fadhil Sya’rani Arif
- al-Alim al-Fadhil Husain Qadri
- al-Alim al-Fadhil Salim Ma’ruf
- al-Alim al-Allamah Syaikh Seman Mulia
- al-Alim Syaikh Salman Jalil
- al-Alim al-Fadhil al-Hafizh Syaikh Nashrun Thahir
- KH. Aini Kandangan.
Tiga yang terakhir merupakan gurunya yang secara khusus untuk pendalaman Ilmu Tajwid.
Sapinah al-Auliya
Pada usia 9 tahun, tepat malam Jumat, Qusyairi bermimpi melihat sebuah kapal besar turun dari langit. Di depan pintu kapal, berdiri seorang penjaga dengan jubah putih. Di pintu masuk kapal tertulis “Sapinah al-Auliya”. Qusyairi ingin masuk, tetapi dihalau oleh penjaga hingga tersungkur. Dia pun terbangun. Pada malam Jumat berikutnya, ia kembali bermimpi hal serupa. Pada malam Jumat ketiga, ia kembali bermimpi serupa. Tetapi kali ini ia dipersilakan masuk dan disambut oleh salah seorang syekh. Ketika sudah masuk, ia melihat masih banyak kursi yang kosong.
Ketika Qusyairi merantau ke tanah Jawa untuk mencari ilmu, tak disangka tak dikira orang yang pertama kali menyambutnya dan menjadi guru adalah orang yang menyambutnya dalam mimpi tersebut.
Kasyaf Hissi
Ketika umur kurang lebih 10 tahun, sudah mendapat khususiah dan anugerah dari Tuhan berupa Kasyaf Hissi yaitu melihat dan mendengar apa yang ada di dalam atau yang terdinding.
Dalam usia itu pula Qusyairi pernah didatangi oleh seseorang bekas pemberontak yang sangat ditakuti masyarakat karena kejahatan dan kekejamannya. Kedatangan orang tersebut tentu sangat mengejutkan keluarga di rumah dia. Namun apa yang terjadi? Ketika laki-laki tersebut melihat Qusyairi, ia langsung sungkem dan minta ampun. Ia memohon bimbingan dan diperiksa ilmunya yang selama itu ia amalkan. Jika ilmunya salah atau sesat, ia minta diluruskan dan dibimbing untuk bertobat.
Syekh Seman Mulia
Syaikh Seman Mulia adalah pamannya yang secara intensif mendidiknya baik ketika berada di sekolah maupun di luar sekolah. Ketika mendidik Guru Sekumpul, Guru Seman hampir tidak pernah mengajarkan langsung bidang-bidang keilmuan itu kepadanya kecuali di sekolahan. Tetapi, Guru Seman langsung mengajak dan mengantarkan dia mendatangi tokoh-tokoh yang terkenal dengan spesialisasinya masing-masing baik di daerah Kalimantan Selatan maupun di Jawa untuk belajar. Seperti misalnya ketika ingin mendalami hadis dan tafsir, Guru Seman mengajak (mengantarkan) Guru Sekumpul kepada al-Alim al-Allamah Syaikh Anang Sya’rani yang terkenal sebagai muhaddits dan ahli tafsir. Menurut Guru Sekumpul sendiri, di kemudian hari ternyata Guru Tuha Seman Mulia adalah pakar di semua bidang keilmuan Islam itu. Tetapi karena kerendahan hati dan tawaduk tidak menampakkannya ke depan khalayak.
Semenjak kecil, pergaulannya betul-betul dijaga. Kemana pun bepergian selalu ditemani. Pernah suatu ketika Qusyairi ingin bermain-main ke pasar seperti layaknya anak sebayanya semasa kecil. Saat memasuki gerbang pasar, tiba-tiba muncul pamannya, Syaikh Seman Mulia di hadapannya dan memerintahkan untuk pulang. Orang-orang tidak ada yang melihat Syekh, begitu juga sepupu yang menjadi pengawalnya. Dia pun langsung pulang ke rumah.
Syekh Salman Jalil
Sedangkan al-Alim al-Allamah Salman Jalil adalah pakar ilmu falak dan ilmu faraid. (Pada masa itu, hanya ada dua orang pakar ilmu falak yang diakui ketinggian dan kedalamannya yaitu dia dan almarhum K.H. Hanafiah Gobet). Selain itu, Salman Jalil juga adalah Qadi Qudhat Kalimantan dan salah seorang tokoh pendiri IAIN Antasari Banjarmasin. Salman Jalil ini pada masa tuanya kembali berguru kepada Guru Sekumpul sendiri. Peristiwa ini yang ia contohkan kepada generasi sekarang agar jangan sombong, dan lihatlah betapa seorang guru yang alim besar tidak pernah sombong di hadapan kebesaran ilmu pengetahuan, meski yang sekarang sedang menyampaikannya adalah muridnya sendiri.[9]
Guru khusus
Selain itu, di antara guru-guru Guru Sekumpul lagi selanjutnya:
Kedua tokoh ini biasa disebut Guru Khusus dia, atau meminjam perkataan dia sendiri adalah Guru Suluk (Tarbiyah al-Shufiyah).
Dari beberapa guru dia lagi adalah:
- Kyai Falak (Bogor)
- Syaikh Yasin bin Isa Padang (Makkah)
- Syaikh Hasan Masyath
- Syaikh Ismail al-Yamani
- Syaikh Abdul Kadir al-Bar
Dakwah, ketokohan, dan pengaruh
Petuah
Salah satu pesan Guru Sekumpul adalah tentang karamah, yaitu agar kita jangan sampai tertipu dengan segala keanehan dan keunikan. Karena bagaimanapun juga karamah adalah anugerah, murni pemberian, bukan suatu keahlian atau kemahiran. Karena itu jangan pernah berpikir atau berniat untuk mendapatkan karamah dengan melakukan ibadah atau wiridan-wiridan. Karamah yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah istikamah di jalan Allah itu sendiri. Kalau ada orang mengaku sendiri punya karamah tetapi salatnya tidak karuan, maka itu bukan karamah, tetapi bakarmi (orang yang keluar sesuatu dari duburnya). Pada setiap 5 Rajab, kota Martapura, Kalimantan Selatan dikunjungi jutaan orang untuk memperingati Haul Guru Sekumpul.
Guru Sekumpul juga sempat memberikan beberapa pesan kepada seluruh masyarakat Islam, yaitu:
- Menghormati ulama dan orang tua
- Baik sangka terhadap muslimin
- Murah harta
- Manis muka
- Jangan menyakiti orang lain
- Mengampunkan kesalahan orang lain
- Jangan bermusuh-musuhan
- Jangan tamak atau serakah
- Berpegang kepada Allah, pada kabul segala hajat
- Yakin keselamatan itu pada kebenaran.
Karya tulis
Karya tulisnya adalah sebagai berikut:
- Risalah Mubaraqah.
- Manaqib Asy-Syekh As-Sayyid Muhammad bin Abdul Karim Al-Qadiri Al-Hasani As-Samman Al-Madani.
- Ar-Risalatun Nuraniyah fi Syarhit Tawassulatis Sammaniyah.
- Nubdzatun fi Manaqibil Imamil Masyhur bil Ustadzil a’zham Muhammad bin Ali Ba’alawy.
Meninggal dunia
Kronologis
- Guru Sekumpul sempat dirawat di Rumah Sakit Mount Elizabeth, Singapura, selama 10 hari.
- 9 Agustus 2005, (Selasa malam) sekitar pukul 20.30, Guru Sekumpul tiba di Bandar Udara Syamsuddin Noor, Banjarbaru, dengan menggunakan pesawat carter F-28.
- 10 Agustus 2005 (Rabu pagi) pukul 05.10, Guru Sekumpul mengembuskan napas terakhir dan berpulang ke rahmatullah pada usia 63 tahun di kediamannya sekaligus kompleks pengajian, Sekumpul Martapura. Guru Sekumpul meninggal karena komplikasi akibat gagal ginjal.
- Rabu sore pukul 16.00, salat jenazah dilaksanakan di Musala Ar-Raudhah
Begitu mendengar kabar meninggalnya Guru Sekumpul lewat pengeras suara di masjid-masjid selepas salat subuh, ratusan ribu masyarakat dan murid dari berbagai daerah di Kalimantan berdatangan ke Sekumpul Martapura untuk memberikan penghormatan terakhir pada almarhum.
Pasar Martapura yang biasanya sangat ramai pada pagi hari, Rabu pagi itu sepi karena hampir semua kios dan toko-toko tutup. Suasana yang sama juga terlihat di beberapa kantor dinas, termasuk Kantor Bupati Banjar. Sebagian besar karyawan datang ke Sekumpul untuk memberikan penghormatan terakhir.
Sebelum dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga di dekat Musala Ar Raudhah, Rabu sore sekitar pukul 16.00, warga masyarakat yang datang diberikan kesempatan untuk melakukan salat jenazah secara bergantian. Kegiatan ibadah ini berpusat di Musala Ar Raudhah, Sekumpul, yang selama ini dijadikan tempat pengajian oleh Guru Sekumpul.[6][10]
Kekerabatan
Jalur silsilah | |||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
{{familytree| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | {{familytree| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | HSA | | | | | {{familytree| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | HSA | | | | | | {{familytree| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | HSA | | | | | {{familytree| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | HSA | | | | | | {{familytree| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | HSA | | | | | {{familytree| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | HSA | | | | | | | | {{familytree| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | HSA | | | | | | | {{familytree| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | HSA | | | | | | | | | | |HSA= ♂ Imam 'Ub {{familytree| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | HSA | | | | | | | | {{familytree| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | HSA | | | | | | | | | | |MTW= ♂ {{familytree| | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | HSA | | | | | | | | | | |MTW= {{familytree| | | | | | | | MTW | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | HSA | | | | | | | | | | AAF | | ||MTW=♂ Saudagar Mangkubumi {{familytree| | | | MTU |y| MTW | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | RSD | | HSA | | JAA | | | | | | JAH | | |MTU=RAJA NEGARA DIPA {{familytree| | | | MTW |y| MTU | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | RSD | | HSA | | SGA | | AAI | | SGJ | | |MTW=Pangeran NEGARA DAHA {{familytree| | | | | | MTW | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | | RSD | | HSA | | MHA | | AAI | | MHB | | |MTW=SULTAN BANJAR I 1500-1546 {{familytree| | | | MTW | | | | | | | | | | PDD | | DPT | | | | | | | | DJG | | | | RSD | | HSA | | AMA | | AAI | | AMB | | | | | | | | | |DPT=MANGKUBUMI BANJAR
|
Referensi
- ^ Rodovid (site) (3 Desember 2011). "Muhammad Zaini (Qusyairi)".
- ^ a b c d Nashih Nasrullah (11 Maret 2014). "KH. M. Zaini Abdul Ghani Membentengi Spiritualitas Muslim Banjar".
- ^ Muhammad Zaini (Qusyairi)
- ^ Muhammad Zaini (Qusyairi)
- ^ Muhammad Zaini (Qusyairi)
- ^ a b c Angga Kusumah (18 Mei 2013). "Profil Syaikh Zaini Abdul Ghani". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-01-27. Diakses tanggal 2015-01-24.
- ^ Muhammad Zaini (Qusyairi)
- ^ Muhammad Zaini (Qusyairi)
- ^ [Fajar Islami] (2003-10-28). "Syeikh Salman Jalil al-Banjari". Periksa nilai
|author-link1=
(bantuan) - ^ Tokoh Indonesia - Ulama Karismatik dari Sekumpul
- ^ https://silsilahabdurrasyid.wordpress.com/
- ^ a b Willem Adriaan Rees (1867). De bandjermasinsche krijg van 1859-1863: nader toegelicht (dalam bahasa Belanda). Dutch East Indies: D.A. Thieme. hlm. 22.