Lompat ke isi

Pabrik Gula Banjaratma

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 17 Agustus 2021 18.18 oleh Zul muhaimin hmn (bicara | kontrib) (membuat artikel pabrik gula bandjaratma)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Pabrik Gula Banjaratma atau Suikerfabriek Bandjaratma merupakan perusahaan industri gula yang pernah berdiri di wilayah Kabupaten Brebes. Lokasi Pabrik Gula Banjaratma ini terletak di desa Banjaratma, Bulakamba, Brebes atau yang sekarang ini telah menjadi Rest Area KM 260B Banjaratma.

Bangunan Pabrik Gula Banjaratma yang kini menjadi Rest Area KM 260 Banjaratma
Pabrik Gula Banjaratma pada tahun 1926-1927.

Sejarah

Beberapa surat yang ditunjukkan ke Pabrik Gula Adiwerna, Banjaratma, Kemantran, dan Dukuhwringin pada tahun 1926.

SF Bandjaratma dibangun pada tahun 1908 oleh perusahaan perkebunan Belanda Handelsvereniging Amsterdam (HVA), HVA kemudian mendirikan N.V. Cultuurmaatschappij Bandjaratma yang bertujuan untuk menjalankan pengoperasian pada perusahaan industri gula Banjaratma. Pabrik gula yang dibangun pada tahun 1908 ini merupakan pabrik gula paling muda yang ada di Kabupaten Brebes. Namun Pabrik Gula Banjaratma ini baru memulai beroperasi pada tahun 1913.

Pabrik Gula Banjaratma ini dibangun lengkap dengan rumah karyawan pabrik, jalur kereta lori untuk mengangkut tebu, dan beberapa fasilitas lainnya. Jalur kereta lori nya sendiri terhubung juga dengan Pabrik Gula Jatibarang dan Pabrik Gula Ketanggungan Barat.

Terdapat juga jalur kereta api yang digunakan untuk membawa hasil distribusi gula PG Banjaratma, jalur kereta api ini dibangun dari hasil kerja sama dengan perusahaan kereta api Hindia Belanda Semarang–Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS). Jalur kereta api ini berasal dari jalur KA Cirebon Prujakan-Tegal yang memiliki percabangan didaerah Klampok yang kemudian menuju ke arah selatan melewati desa Siasem, Sigentong, dan berakhir di Pabrik Gula Banjaratma. Bekas jalur kereta api yang bercabang menuju PG Banjaratma saat ini menjadi Jalan Pabrik Gula Banjaratma.

Keberadaan Pabrik Gula Banjaratma ini termuat dalam berbagai peta, buku, dan surat kabar Belanda serta beberapa sumber lain. Berita penerbitan saham baru untuk pendirian Pabrik Gula Banjaratma terdata pada surat kabar Belanda di tahun 1914.

Dalam surat kabar De Locomotief yang diterbitkan pada tanggal 19 Mei 1917 terdapat sebuah iklan lowongan pekerjaan sebagai pegawai timbangan tebu di Pabrik Gula Banjaratma.

Surat kabar De Indische Courant yang diterbitkan pada tanggal 11 Agustus 1925 menyebutkan bahwa Tuan Hommes yang merupakan seorang kepala teknisi PG Banjaratma itu tewas karena tersengat listrik. Kemudian surat kabar De Indische Courant yang diterbikan pada tanggal 8 September 1926 mengatakan bahwa Mr. Levert yang saat itu menjabat sebagai Administratur PG Banjaratma akan dipindahkan tugasnya ke Pabrik Gula Medari di Jogjakarta, di sana Mr. akan menjadi lagi sebagai Administratur di PG Medari. Beberapa tahun kemudian Administratur dijabat oleh Jacobus Simon Sanger.

Pada tahun 1932 Pabrik Gula Banjaratma berhenti beroperasi karena mengalami kekurangan modal, hal ini diakibatkan oleh dampak dari Krisis Malaise yang terjadi sekitar tahun 1930-an. Pada saat itu ekonomi dunia mengalami kekacauan yang mengakibatkan beberapa perusahaan mengalami gulung tikar. Beberapa tahun kemudian perusahaan industri gula Banjaratma ini kembali bangkit dan mencoba untuk beroperasi kembali.

Dalam surat kabar De Indische Courant yang terbit pada hari Senin 13 Juni 1938 menyebutkan bahwa telah terjadi kecelakan pada kereta api yang mengangkut hasil distribusi gula dari PG Banjaratma; "Pada hari Jumat tanggal 10 Juni 1938 sekitar pukul setengh delapan pagi telah terjadi sebuah kecelakaan, sembilan gerbong kereta berisi gula dan tetes tebu dari PG Banjaratma tergelincir ketika kereta api sedang berjalan disekitar kawasan Banjaratma sampai Klampok. Kondektur Soewardjo dari Tegal tewas dalam peristiwa itu, ia terjebak diantara dua gerbong kereta. Seorang juru rem mengalami luka di bagian tumit. Belum diketahui penyebab dari peristiwa kecelakaan tersebut". Kemudian dalam surat kabar De Locomotief yang diterbitkan pada tanggal 8 November 1938 mengatakan bahwa gudang ampas di Pabrik Gula Banjaratma mengalami kebakaran. Api berhasil dipadamkan dengan bantuan petugas pabrik.

Menjelang kedatangan pasukan Jepang membuat Pabrik Gula Banjaratma ini seringkali mengalami pencurian, pada saat itu banyak masyarakat sekitar yang bersikap anti Belanda, sekitar 30 karung pupuk senilai 300 gulden berhasil dicuri. Tersangka kasus ini ternyata adalah seorang masyarakat sekitar yang bekerja sebagai mandor dan petugas keamanan pabrik. Hal ini termuat pada surat kabar De Indische Courant yang diterbitkan pada 18 Februari 1942. Pada masa pendudukan Jepang Pabrik Gula Banjaratma ditutup, hal ini membuat perusahaan industri gula ini berhenti beropersi pada tahun 1942-1945.

Setelah masa Kemerdekaan Indonesia, Belanda saat itu kembali lagi ke negeri ini berusaha untuk menancapkan koloninya lagi, Belanda melancarkan serangannya itu berhasil menduduki wilayah Indonesia. Hasil Perundingan Linggarjati pada tanggal 25 Maret 1947 membuat wilayah RI semakin berkurang dan banyak wilayah yang berhasil dikuasai oleh Belanda, termasuk juga wilayah Brebes dan sekitarnya berhasil dikuasai Belanda. Di tahun 1947 inilah kontrol perusahaan pabrik gula Banjaratma diperoleh kembali Belanda. Namun beberapa serangan dari pihak Republik masih kerap terjadi di sekitar area Pabrik Gula Banjaratma.

Serangan bukan hanya dari pihak Republik Indonesia saja, terdapat juga serangan dari pihak sayap kiri dan kelompok Darul Islam. Pemberontakan Darul Islam yang dipimpin oleh Amir Fatah membuat terjadinya pemberontakan di Jawa Tengah. Pada saat itu Darul Islam kerap kali melancarkan serangan pada perusahaan milik Belanda disekitar Tegal dan Brebes. Termasuk juga PG Banjaratma yang saat itu seringkali mengalami penjarahan dan pengrusakan dari Darul Islam.

Pada 15 November 1950, Administratur Pabrik Gula Banjaratma yaitu Jacobus Simon Sanger tewas dibunuh bersama sopirnya dalam peristiwa serangan disekitar PG Banjaratma yang diduga dilakukan oleh Darul Islam. Keduanya tewas di mobil jip mereka yang terparkir di area pabrik sekitar pukul 9 pagi. serangan masih kerap terjadi sampai beberapa tahun berikutnya. Peristiwa ini tercatat dalam beberapa surat kabar Belanda.

Kemudian pada 16 Agustus 1952 telah terjadi penjarah disejumlah pabrik gula didaerah Tegal dan Brebes. Pabrik Gula Banjaratma sendiri mengalami penjarahan besar-besaran, rumah-rumah karyawan dan seluruh area pabrik berhasil diduduki oleh para pemberontak. Hal ini termuat pada surat kabar De Vrije pers : ochtendbulletin yang diterbitkan ditahun 1952.

Pada tahun 1957, perusahaan industri gula Banjaratma ini dinasionalisasi oleh pemerintah Indonesia, hal tersebut menandakan berakhirnya kepemilikan Pabrik Gula Banjaratma dari tangan Belanda yang diserahkan kepada pemerintah Indonesia.

Di tahun 1960-an Perusahaan Pabrik Gula Banjaratma kemudian mengelola dua pabrik gula lain yaitu Pabrik Gula Petarukan dan Pagongan. Hal ini termuat Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1963, Sisa Pabrik Gula Petarukan dan Pagongan diserahkan kepada Perusahaan Perkebunan Gula Negara "Banjaratma", termasuk dalam Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1963. Pabrik Gula Petarukan pada saat itu masih beroperasi dibawa kendali PPGN Banjaratma. Sedangkan Pabrik Gula Pagongan pada saat itu tidak beroperasi sejak lama, sayangnya ditahun 1970-an PG Pagongan akhirnya dibongkar dan area pabrik menjadi pangkalan militer Kodim 0712 Pagongan.

SK Pemerintah Nomor 1 Tahun 1963

Berakhirnya Pabrik Gula Banjaratma dan Kondisi Saat ini

Pada tahun 1997 Pabrik Gula Banjaratma berhenti beroperasi karena kerugian terjadi secara terus menerus, biaya operasional tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh. Beberapa bagian mesin yang masih dapat digunakan dipindahkan ke pabrik gula lain seperti Pabrik Gula Jatibarang untuk menggantikan kerusakan mesin di pabrik gula tersebut.

Selama 20 tahun kompleks pabrik gula ini terbengkalai dan membuat kesan angker. Pada Mei 2018, Kementrian BUMN memerintahkan PT PP Propetri untuk merevitalisasi pabrik gula ini menjadi rest area di ruas jalan Tol Trans-Jawa.

Tak banyak yang tersisa dari bangunan utama Pabrik Gula Banjaratma kecuali tembok-tembok utama dengan gaya bata ekspos dan struktur fondasi ketel uap serta penyangga mesin-mesin giling didalamnya. Seluruh mesin dan peralatan produksi PG Banjaratma itu sudah lama hilang atau dipindahkan ke pabrik gula lain. Bahkan sebuah lokomotif uap pengangkut tebu didatangkan dari PG Jatibarang untuk dipajang di Rest Area Banjaratma ini.

KIni bangunan utama pabrik ini diperbaiki dan dipercantik tanpa mengubah struktur bentuk aslinya. Namun saat ini Pabrik Gula Banjaratma telah beralih fungsi menjadi Rest Area Kilometer 260 Banjaratma di ruas Tol Pejagan-Pemalang. Rest area yang digunakan untuk lokasi istirahat ini dilengkapi Masjid, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), serta berbagai macam pedagang makanan. Area yang luas memungkinkan pemudik ataupun pelancong singgah untuk berkeliling menikati suasana di bekas pabrik gula ini.