Lompat ke isi

Mao Zedong

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 18 Oktober 2021 11.52 oleh FenyMufyd (bicara | kontrib) (+templat update & terjemah inggris; banyak kalimat terjemahan yang terasa aneh dalam bahasa Indonesia, mungkin saya juga ikut kembangkan nanti)
Ketua
Mao Zedong
毛泽东
Mao pada tahun 1963
Ketua Partai Komunis Tiongkok
Masa jabatan
20 Maret 1943 – 9 September 1976
WakilLiu Shaoqi
Lin Biao
Zhou Enlai
Hua Guofeng
Sebelum
Pendahulu
Zhang Wentian (sebagai Sekretaris Jenderal)
Pengganti
Hua Guofeng
Sebelum
Presiden Republik Rakyat Tiongkok
Masa jabatan
27 September 1954 – 27 April 1959
Perdana MenteriZhou Enlai
WakilZhu De
Pengganti
Liu Shaoqi
Sebelum
Ketua Komisi Militer Pusat
Masa jabatan
8 September 1954 – 9 September 1976
WakilZhu De
Lin Biao
Ye Jianying
Pengganti
Hua Guofeng
Sebelum
Chairman of the Central People's Government
Masa jabatan
1 Oktober 1949 – 27 September 1954
Perdana MenteriZhou Enlai
Informasi pribadi
Lahir(1893-12-26)26 Desember 1893
Dinasti Qing Shaoshan, Hunan, Dinasti Qing
Meninggal9 September 1976(1976-09-09) (umur 82)
Tiongkok Beijing, Republik Rakyat Tiongkok
Sebab kematianserangan jantung
MakamChairman Mao Memorial Hall, Beijing, Republik Rakyat Tiongkok
Partai politik Partai Komunis Tiongkok
Afiliasi politik
lainnya
Kuomintang (1925–1926)
Suami/istriLuo Yixiu (1907–1910)
Yang Kaihui (1920–1930)
He Zizhen (1930–1937)
Jiang Qing (1939–1976)
Anak10 anak, diantaranya:
Mao Anying
Mao Anqing
Mao Anlong
Yang Yuehua
Li Min
Li Na
Orang tua
AlmamaterHunan First Normal University
Tanda tangan

IMDB: nm0544552 Musicbrainz: 13cc0c36-3bc5-4452-8bb2-085ff9ca62d1 Find a Grave: 1391 Modifica els identificadors a Wikidata

Central institution membership

Other offices held
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini
Mao Zedong

"Mao Zedong" dalam aksara Han Sederhana (atas) dan Tradisional (bawah)
Hanzi sederhana: 毛泽东
Hanzi tradisional: 毛澤東
Nama kehormatan
Hanzi sederhana: 润之
Hanzi tradisional: 潤之

Mao Zedong (Hanzi sederhana: 毛泽东; Hanzi tradisional: 毛澤東; Pinyin: Máo Zédōng; Wade–Giles: Mao² Tsê²-tung¹; 26 Desember 1893 – 9 September 1976), adalah seorang tokoh filsuf dan pendiri negara Republik Rakyat Tiongkok. Ia memimpin sebagai Ketua Partai Komunis Tiongkok dari berdirinya negara tersebut pada tahun 1949 sampai kematiannya pada tahun 1976. Teori Marxis-Leninis, strategi militer, dan kebijakan politiknya secara kolektif dikenal sebagai Marxisme-Leninisme-Maoisme atau Pemikiran Mao Zedong. Ia adalah salah satu tokoh terpenting dalam sejarah modern Tiongkok.[1]

Lahir dari anak seorang petani kaya di Shaoshan, Hunan, Mao mengadopsi seorang nasionalis Tiongkok dan prospek anti-imperialis pada masa mudanya, hal ini dipengaruhi oleh peristiwa Revolusi Xinhai 1911 dan Gerakan Keempat bulan Mei (May Fourth Movement) pada 1919. Mao dikonversi ke Marxisme-Leninisme saat bekerja di Universitas Peking dan menjadi anggota pendiri Partai Komunis Tiongkok (PKT). Ia memimpin Autumn Harvest Uprising pada tahun 1927. Selama Perang Saudara Tiongkok antara Kuomintang (KMT) dan PKT, Mao membantu menemukan Tentara Merah, dipimpin kebijakan tanah radikal Jiangxi Soviet dan akhirnya menjadi kepala PKT selama Pawai Panjang (Long March). Meskipun PKT sementara sedang bersekutu dengan KMT di bawah United Front selama Perang Sino-Jepang Kedua (1937-1945), setelah kekalahan Jepang, Perang Saudara Tiongkok kembali dan pada tahun 1949 pasukan Mao mengalahkan Nasionalis yang melarikan diri ke Taiwan.

Masa kecil

Mao Zedong pada tahun 1936

Lahir di sebuah keluarga petani miskin, sejak kecil Mao harus bekerja keras dan hidup prihatin. Meskipun di kemudian hari keadaan ekonomi keluarganya meningkat, tetapi kesengsaraan pada masa kecil itu banyak memengaruhi kehidupannya kelak.[2]

Ketika kecil, Mao dikirim untuk belajar di sekolah dasar. Pendidikannya sewaktu kecil juga mencakup ajaran-ajaran klasik Konfusianisme. Tetapi pada usia 13 tahun, ayahnya menyuruhnya berhenti bersekolah dan menyuruhnya bekerja di ladang-ladang. Mao memberontak dan bertekad ingin menyelesaikan pendidikannya sehingga ia nekat kabur dari rumah dan melanjutkan pendidikannya di tempat lain. Pada tahun 1905, ia mengikuti ujian negara yang pada saat itu mulai menghapus paham-paham konfusianisme lama; digantikan oleh pendidikan gaya Barat. Hal ini menandakan permulaan ketidakpastian intelektual di Tiongkok.

Pada tahun 1911, Mao terlibat dalam Revolusi Xinhai yang merupakan revolusi melawan Dinasti Qing yang berakibat kepada runtuhnya kekaisaran Tiongkok yang sudah berkuasa lebih dari 2000 tahun sejak tahun 221 SM. Tahun 1912, Republik Tiongkok diproklamasikan oleh Sun Yat-sen dan Tiongkok dengan resmi masuk ke zaman republik. Mao lalu melanjutkan sekolahnya dan mempelajari banyak hal antara lain budaya barat. Pada tahun 1918 ia lulus dan lalu kuliah di Universitas Beijing. Di sana ia akan berjumpa dengan para pendiri PKT yang berhaluan Marxis.

Mao dan Partainya

Partai Mao didirikan pada tahun 1921 dan Mao semakin hari semakin vokal. Antara tahun 19341935 ia memegang peran utama dan memimpin Tentara Merah Tiongkok menjalani “Mars Panjang”. Lalu semenjak tahun 1937 ia ikut menolong memerangi Tentara Dai Nippon yang menduduki banyak wilayah Tiongkok. Akhirnya Perang Dunia II berakhir dan perang saudara berkobar lagi. Dalam perang yang melawan kaum nasionalis ini, Mao menjadi pemimpin kaum Merah dan akhirnya ia menangkan pada tahun 1949. Pada tanggal 1 Oktober tahun 1949, Republik Rakyat Tiongkok diproklamasikan dan pemimpin Tiongkok nasionalis; Chiang Kai Shek melarikan diri ke Taiwan.

Mao sebenarnya bukan seorang filsuf yang orisinil. Gagasan-gagasannya berdasarkan bapak-bapak sosialisme lainnya seperti Karl Marx, Friedrich Engels, Lenin dan Stalin. Tetapi ia banyak berpikir tentang materialisme dialektik yang menjadi dasar sosialisme dan penerapan gagasan-gagasan ini dalam praktik seperti dikerjakan Mao bisa dikatakan orisinil. Mao bisa pula dikatakan seorang filsuf Tiongkok yang pengaruhnya paling besar dalam Abad ke 20 ini.

Konsep falsafah Mao yang terpenting adalah konflik. Menurutnya: “Konflik bersifat semesta dan absolut, hal ini ada dalam proses perkembangan semua barang dan merasuki semua proses dari mula sampai akhir.” Model sejarah Karl Marx juga berdasarkan prinsip konflik: kelas yang menindas dan kelas yang tertindas, kapital dan pekerjaan berada dalam sebuah konflik kekal. Pada suatu saat hal ini akan menjurus pada sebuah krisis dan kaum pekerja akan menang. Pada akhirnya situasi baru ini akan menjurus kepada sebuah krisis lagi, tetapi secara logis semua proses akhirnya menurut Mao, akan membawa kita kepada sebuah keseimbangan yang stabil dan harmonis. Mao jadi berpendapat bahwa semua konflik bersifat semesta dan absolut, jadi dengan kata lain bersifat abadi. Konsep konflik Mao ini ada kemiripannya dengan konsep falsafi yin-yang. Semuanya terdengar seperti sebuah dogma kepercayaan. Di bawah ini disajikan sebuah cuplikan tentang pemikirannya tentang konflik.

Dalam ilmu pengetahuan semuanya dibagi berdasarkan konflik-konflik tertentu yang melekat kepada objek-objek penelitian masing-masing. Konflik jadi merupakan dasar daripada sesuatu bentuk disiplin ilmu pengetahuan. Di sini bisa disajikan beberapa contoh: bilangan negatif dan positif dalam matematika, aksi dan reaksi dalam ilmu mekanika, aliran listrik positif dan negatif dalam ilmu fisika, daya tarik dan daya tolak dalam ilmu kimia, konflik kelas dalam ilmu sosial, penyerangan dan pertahanan dalam ilmu perang, idealisme dan materialisme serta perspektif metafisika dan dialektik dalam ilmu filsafat dan seterusnya. Ini semua objek penelitian disiplin-disiplin ilmu pengetahuan yang berbeda-beda karena setiap disiplin memiliki konfliknya yang spesifik dan esensi atau intisarinya masing-masing.

Contoh-contoh yang diberikan oleh Mao Zedong mengenai 'konflik' dalam disiplin yang berbeda-beda diambilnya dari Lenin. Beberapa analogi memang pas tetapi yang lain-lain tidak. Bilangan-bilangan negatif dan positif merupakan sebuah contoh yang buruk mengenai dialektika marxisme karena perbedaan mereka tidak dinamis: hanya ada bilangan-bilangan negatif dan positif baru yang bermunculan. Pendapat Mao menjadi meragukan lagi apabila ia mengatakan bahwa 'konflik'-'konflik' ini merupakan 'intisari' daripada disiplin ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Bilangan negatif dan positif bukanlah intisari ilmu matematika, begitu pula metafisika dan dialektika bukanlah intisari dari filsafat. Mao adalah seseorang yang terpelajar dan pengertian-pengertiannya yang salah bisa diterangkan dari sebab ia sangat terobsesi dengan konsep konflik ini. Obsesi ini juga memengaruhi keputusan-keputusan politiknya seperti akan dipaparkan di bawah nanti.

Konsep Yin Yang memengaruhi pandangan falsafi Mao Zedong.

Konsep Mao kedua yang penting adalah konsepnya mengenai pengetahuan yang juga ia ambil dari paham Marxisme. Mao berpendapat bahwa pengetahuan merupakan lanjutan dari pengalaman di alam fisik dan bahwa pengalaman itu sama dengan keterlibatan.

Jika engkau mencari pengetahuan maka engkau harus terlibat dengan keadaan situasi yang berubah. Jika kau ingin mengetahui bagaimana sebuah jambu rasanya, maka jambu itu harus diubah dengan cara memakannya. Jika engkau ingin mengetahui sebuah struktur atom, maka engkau harus melakukan eksperimen-eksperimen fisika dan kimia untuk mengubah status atom ini. Jika engkau ingin mengetahui teori dan metode revolusi, maka engkau harus mengikutinya. Semua pengetahuan sejati muncul dari pengalaman langsung.

Hanya setelah seseorang mendapatkan pengalaman, maka ia baru bisa melompat ke depan. Setelah itu pengathuan dipraktikkan kembali yang membuat seseorang mendapatkan pengalaman lagi dan seterusnya. Di sini diperlihatkan bahwa Mao tidak saja mengenal paham Marxisme tetapi juga paham neokonfusianisme seperti dikemukakan oleh Wang Yangmin yang hidup pada abad ke 15 sampai ke abad ke 16.

Mao dan Kebijakan Politiknya

Mao membedakan dua jenis konflik; konflik antagonis dan konflik non-antagonis. Konflik antagonis menurutnya hanya bisa dipecahkan dengan sebuah pertempuran saja sedangkan konflik non-antagonis bisa dipecahkan dengan sebuah diskusi. Menurut Mao konflik antara para buruh dan pekerja dengan kaum kapitalis adalah sebuah konflik antagonis sedangkan konflik antara rakyat Tiongkok dengan Partai adalah sebuah konflik non-antagonis.

Pada tahun 1956 Mao memperkenalkan sebuah kebijakan politik baru di mana kaum intelektual boleh mengeluarkan pendapat mereka sebagai kompromis terhadap Partai yang menekannya karena ingin menghindari penindasan kejam disertai dengan motto: “Biarkan seratus bunga berkembang dan seratus pikiran yang berbeda-beda bersaing.” Tetapi ironisnya kebijakan politik ini gagal: kaum intelektual merasa tidak puas dan banyak mengeluarkan kritik. Mao sendiri berpendapat bahwa ia telah dikhianati oleh mereka dan ia membalas dendam. Sekitar 700.000 anggota kaum intelektual ditangkapinya dan disuruh bekerja paksa di daerah pedesaan.

Mao percaya akan sebuah revolusi yang kekal sifatnya. Ia juga percaya bahwa setiap revolusi pasti menghasilkan kaum kontra-revolusioner. Oleh karena itu secara teratur ia memberantas dan menangkapi apa yang ia anggap lawan-lawan politiknya dan para pengkhianat atau kaum kontra-revolusioner. Peristiwa yang paling dramatis dan mengenaskan hati ialah peristiwa Revolusi Kebudayaan yang terjadi pada tahun 1966. Tahun 1960an merupakan musimnya mahasiswa di seluruh dunia memberontak terhadap apa yang mereka anggap The Establishment atau kaum yang memerintah. Begitu pula di Tiongkok. Bedanya di Tiongkok mereka didukung oleh para dosen-dosen mereka dan pembesar-pembesar Partai termasuk Mao sendiri. Para mahasiswa dan dosen mendirikan apa yang disebut Garda Merah, yaitu sebuah unit paramiliter. Dibekali dengan Buku Merah Mao, mereka menyerang antek-antek kapitalisme dan pengaruh-pengaruh Barat serta kaum kontra-revolusioner lainnya. Sebagai contoh fanatisme mereka, mereka antara lain menolak berhenti di jalan raya apabila lampu merah menyala karena mereka berpendapat bahwa warna merah, yang merupakan simbol sosialisme tidak mungkin mengartikan sesuatu yang berhenti. Maka para anggota Garda Merah ini pada tahun 1966 sangat membabi buta dalam memberantas kaum kontra revolusioner sehingga negara Tiongkok dalam keadaan amat genting dan hampir hancur; ekonominyapun tak jalan. Akhirnya Mao terpaksa menurunkan Tentara Pembebasan Rakyat untuk menanggulangi mereka dan membendung fanatisme mereka. Hasilnya adalah perang saudara yang baru berakhir pada tahun 1968.

Kegagalan Mao

Pada tahun 1958 Mao meluncurkan apa yang ia sebut Lompatan Jauh ke Depan di mana daerah pedesaan direorganisasi secara total. Di mana-mana didirikan perkumpulan-perkumpulan desa (komune). Secara ekonomis ternyata ini semua gagal. Komune-komune ini menjadi satuan-satuan yang terlalu besar dan tak bisa terurusi. Diperkirakan kurang lebih hampir 20 juta jiwa penduduk Tiongkok kala itu tewas secara sia-sia.[3]

Mao Zedong dan PBB

Republik Rakyat Tiongkok semenjak diproklamasikan oleh Mao pada tahun 1949 tidak diakui oleh Amerika Serikat. Amerika Serikat tetap mengakui Republik Nasionalis Tiongkok yang semenjak tahun 1949 hanya menguasai pulau Formosa atau Taiwan dan sekitarnya. Tiongkok yang sejak didirikannya PBB pada tahun 1945 sudah menjadi anggota Dewan Keamanan secara tetap bersama dengan Amerika Serikat, Britania Raya, Prancis dan Uni Soviet (Rusia) sebagai pemenang Perang Dunia II, tetap diwakili pula. Hanya saja yang mewakili adalah pemerintah nasionalis yang sekarang hanya memerintah Taiwan saja. Hal ini menjadi aneh sebab Tiongkok daratan yang kala itu berpenduduk kurang lebih 800 juta jiwa tidak diwakili di PBB; yang mewakili hanya Taiwan saja yang kala itu berpenduduk mungkin tidak lebih dari 10 juta jiwa.

Maka pada akhir tahun 1960-an presiden Amerika Serikat, Richard Nixon, mulai mendekati Republik Rakyat Tiongkok dan akhirnya dengan persetujuan Uni Soviet RRT menjadi anggota Dewan Keamanan PBB mulai tahun 1972 dan menggantikan Taiwan.

Warisan Mao dan Republik Rakyat Tiongkok saat ini

Pada tahun 1976 Mao Zedong meninggal dunia. Setelah itu Republik Rakyat Tiongkok menjadi semakin terbuka. Normalisasi hubungan diplomatik dengan Indonesia juga terwujud pada tahun 1992. Pada saat ini Tiongkok tampil sebagai sebuah raksasa yang baru bangun dari tidurnya dan pertumbuhan ekonomi sangat pesat. Bahkan Tiongkok bisa melampaui Rusia dalam perkembangannya. Hal yang dipertentangkan sekarang ialah apakah ini semua bisa diraih berkat jasa-jasa Mao atau karena pengaruhnya sudah tipis.

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ "Mao Zedong". The Oxford Companion to Politics of the World. Diakses tanggal August 23, 2008. 
  2. ^ "(中文简体)湖南在线-母亲"文素勤"的名字将第一次写进韶山毛泽东纪念馆". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-02. Diakses tanggal 2011-01-12. 
  3. ^ 《1959-1961年中国的人口死亡及其成因》,上海交通大学,曹树基教授,载《中国人口科学》2005年第1期。

Pranala luar


Didahului oleh:
Presiden Republik Rakyat Tiongkok
1949–1959
Diteruskan oleh:
Liu Shaoqi
Didahului oleh:
Ketua Partai Komunis Tiongkok
1945–1976
Diteruskan oleh:
Hua Guofeng