Jalan Raya Pos, Jalan Daendels
Jalan Raya Pos, Jalan Daendels adalah buku terbaru karya Pramoedya Ananta Toer(Pram) yang terbit pada Oktober 2005.
Buku ini bisa dikatakan dapat mengisi kekosongan literatur Jalan Raya Pos dalam khazanah buku-buku berlatar belakang sejarah dewasa ini. Walau Jalan Raya Pos dikenal dan selalu diajarkan di bangku-bangku sekolah namun bisa dikatkan tak ada buku yang secara khusus mengungkap sejarah pembuatan dan sisi-sisi kelam dibalik pembuatan Jalan Raya Pos. Walau buku ini bukan merupakan buku sejarah resmi, namun buku yang ditulis Pram dimasa tuanya ini (1995) dapat dijadikan sebuah buku yang mengungkap dan memberi kesaksian tentang peristiwa kemanusiaan yang mengerikan dibalik pembangunan Jalan Raya Pos.
Jalan Raya Pos, Jalan Daendels diselesaikan oleh Pramoedya pada tahun 1995, entah apa yang membuat buku ini harus menuggu 10 tahun untuk diterbitkan, tak ada penjelasan dari penerbit Lentera Dipantara mengenai mengapa baru sekarang buku ini diterbitkan, padahal beberapa tahun setelah karya ini diselesaikan era reformasi memungkinkan diterbitkannya karya-karya Pram secara bebas. Namun walau bisa ditakan terlambat diterbitkan, buku ini merupakan sebuah buku kesaksian tentang peristiwa genosida kemanusiaan paling mengerikan dibalik pembangunan sebuah jalan sepanjang 1000 km yang dibangun beraspalkan darah dan air mata manusia-manusia pribumi yang dipaksa untuk membangunnya.
Sinopsis
Buku ini ditulis dengan mengalir, tanpa pembagian bab. Pada halaman-halaman awal Pram mengurai awal ketertarikannya pada Jalan Raya Pos yang memakan banyak korban jiwa para pekerja paksa yang ia golongkan sebagai genosida, pembunuhan besar-besaran ia juga menyinggung beberapa genosida yang awalnya dilakukan oleh Jan Pietersz Coen (1621) di Bandaneira, Daendels dengan Jalan Raya Posnya (1808), Cuulturstelsel alias tanam paksa, genosida pada jaman Jepang di Kalimantan, genocida oleh Westerling (1947) hingga genosida terbesar dalam sejarah bangsa Indoenesia di awal-awal pemerintahan Orde Baru.
Di halaman-halaman selanjutnya setelah mengurai sejarah tercetusnya ide pembuatan Jalan Raya Pos di benak Daendels, Pram membagi bukunya ini berdasarkan kota-kota yang dilewati dan berada disepanjang Jalan Raya Pos. Pram mencatat dan mengurai 39 kota yang berada dalam jalur Jalan Raya Pos, baik kota-kota besar seperti Batavia, Bandung, Semarang, Surabaya, maupun kota-kota kecil yang namanya jarang terdengar bagi masyarakat umum seperti Juwana, Porong, Bagil dan lain-lain.
Secara rinci Pram mengungkap sejarah terbentuknya kota-kota tersebut, dampak sosial saat dibangunnya Jalan Raya Pos, hingga keadaan kota-kota tersebut pada masa kini. Dengan sendirinya masa-masa kelam ketika Jalan Raya Pos dikerjakan akan terungkap di buku ini.
Ketika Jalan Raya Pos sampai di kota Sumedang dimana pembangunan jalan harus melalui daerah yang sangat berat ditembus, di daerah Ciherang Sumedang, yang kini dikenal dengan nama Cadas Pangeran. Para pekerja paksa harus memetak pegunungan dengan peralatan sederhana, seperti kampak, dan lain-lain. Dengan medan yang demikian beratnya inilah untuk pertama kalinya ada angka jumlah korban yang jatuh mencapai 5000 orang.
Ketika pembangunan jalan sampai di daerah Semarang, Daendels mencoba menghubungkan Semarang dengan Demak. Kembali medan yang sulit menghadang. Bukan hanya karena tanahnya tertutup oleh rawa-rawa pantai, juga karena sebagian daripadanya adalah laut pedalaman atau teluk-teluk dangkal. Untuk itu kerja pengerukan rawa menjadi hal utama. Walau angka-angka korban di daerah ini tidak pernah dilaporkan, mudah diduga betapa banyaknya kerja paksa yang kelelahan dan lapar itu menjadi makanan empuk malaria yang ganas (hal 94).
Sumber Inggris melaporkan seluruh korban yang tewas akibat pembangunan Jalan raya Pos sebanyak 12.000 orang. Itu yang tercatat, diyakini jumlah korban lebih dari itu. Tak pernah ada komisi resmi yang menyelidiki.
Selain mengungkap sisi-sisi kelam dibalik pembangunan Jalan Raya Pos, Pram juga senantiasa menyelipkan penggalan kenangan-kenangan masa muda dirinya pada kota-kota disepanjang Jalan Raya Pos yang pernah ia singgahi. Ada kenangan yang pahit, mengesankan, dan lucu yang pernah dialaminya di berbagai kota yang ditulisnya di buku ini. Sebut saja pengalaman lucu ketika Pram muda yang sedang dalam tugas ketentaraannya bertugas di daerah Cirebon, dalam kegelapan malam secara tak disengaja ia pernah buang hajat disebuh tungku dapur yang disangkanya kakus, padahal tungku itu masih berisi sisa singkong rebus untuk rangsum para laskar rakyat.(hal 79)
Buku ini diutup dengan bab "Dan Siapa Daendels" yang ditulis oleh Koesalah Soebagyo Toer. Dalam bab ini diuraikan biografi singkat Daendels. Selain itu bagian daftar pustaka yang menyajikan sumber-sumber pustaka yang digunakan Pram untuk menyusun buku ini mencakup buku-buku yang terbit dipertengahan abad ke 19 hingga akhir abad ke 20. Tak heran jika membaca karya ini pembaca akan mendapatkan hal-hal yang detail mengenai sejarah kota yang dilalui oleh Jalan Raya Pos.
Yang patut disayangan pada buku ini adalah tidak adanya peta yang secara jelas menggambarkan rute-rute Jalan Raya Pos. Buku ini hanya menyijikan reproduksi dari peta kuno yang diambil dari Rijks Museum Amsterdam (hal 129). Peta yang tak mnggambarkan Pulau Jawa secara utuh dan huruf yang tak terlihat pada peta tersebut tentu saja menyulitkan pembaca untuk memperoleh gambaran akan sebuah jalan yang dibuat Daendels sepanjang Anyer hingga Panarukan ini.