Lompat ke isi

Tommy Soeharto

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 24 November 2021 06.33 oleh Dzaky Faisa (bicara | kontrib) (Menghapus satu kalimat yang ditulis tanpa bukti valid dan bersumber dari pendapat pribadi.)
Tommy Soeharto
Ketua Umum Partai Berkarya ke-2
Masa jabatan
11 Maret 2018 – 12 Juli 2020
Anggota MPR RI Fraksi Golkar
Masa jabatan
1 Oktober 1992 – 21 Mei 1998
Informasi pribadi
Lahir
Hutomo Mandala Putra

15 Juli 1962 (umur 62)
Jakarta
KebangsaanIndonesia
Partai politikPartai Berkarya (2016–sekarang)
Afiliasi politik
lainnya
Golkar (1988-98; 2008–16)
Suami/istri
Ardhia Pramesti Regita Cahyani
(m. 1997; c. 2006)
AnakDharma Mangkuluhur
Gayanti Hutami
Fajri Fitrah H
Orang tuaSoeharto (bapak)
Siti Hartinah (ibu)
KerabatSiti Hardijanti Rukmana (kakak)
Sigit Harjojudanto (kakak)
Bambang Trihatmodjo (kakak)
Siti Hediati Hariyadi (kakak)
Siti Hutami Endang Adiningsih (adik)
PekerjaanPolitisi
Dikenal karenaBLBI
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Tommy Soeharto
Gugatan kejahatanPembunuhan, kepemilikan senjata api ilegal, menghindari penahanan
Hukuman kriminal15 tahun (dikurangi menjadi 4 tahun setelah remisi dan potongan masa hukuman)
Status kriminalDibebaskan pada 30 Oktober 2006[2]

Hutomo Mandala Putra (lahir 15 Juli 1962),[3] atau yang lebih dikenal dengan nama Tommy Soeharto, adalah merupakan putra dari mantan Presiden Republik Indonesia ke-2 Soeharto. Ia juga adalah Ketua Umum Partai Berkarya yang menjabat sejak 11 Maret 2018.[4] Sebelumnya, ia pernah menjabat sebagai anggota Fraksi Karya Pembangunan DPR RI pada 1 Oktober 1992 hingga 21 Mei 1998.

Kehidupan awal

Tommy lahir di Jakarta tanggal 15 Juli 1962 sebagai anak kelima dari Mayor Jenderal TNI Soeharto dan Siti Hartinah, biasa dipanggil Ibu Tien. Kakak-adiknya adalah Siti Hardijanti Rukmana (Tutut), Sigit Harjojudanto (Sigit), Bambang Trihatmodjo (Bambang), Siti Hediati Hariyadi (Titiek), dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek).

Nama tengahnya diambil dari nama operasi militer Indonesia, Komando Mandala Pembebasan Irian Barat, yang dibentuk bulan Januari 1962 dan dipimpin oleh Mayor Jenderal TNI Soeharto untuk mengusir Belanda dari wilayah Nugini Belanda (Papua Barat). Dalam autobiografinya, Soeharto menulis bahwa nama tengah Tommy merupakan pengingat operasi Mandala.[5]

Pada tanggal 27 September 1965, saat masih berusia tiga tahun, Tommy mengalami luka bakar di wajah dan tubuhnya. Sebelumnya ia bermain dengan adiknya, Mamiek, di rumah keluarga di Jalan Haji Agus Salim, Jakarta Pusat. Ia kemudian menabrak ibunya yang sedang membawa panci berisi sop buntut panas ke ruang makan. Ibunya segera mengoleskan minyak hati ikan kod ke kulit Tommy yang melepuh.[6] Ia dilarikan ke RSPAD Gatot Subroto di Senen.[7] Soeharto menjenguk Tommy selama tiga malam berturut-turut. Ini salah satu momen bersejarah di Indonesia karena pada malam hari tanggal 30 September 1965, sejumlah elemen militer melaksanakan rencana kudeta dan menembak mati enam jenderal sekitar pukul 04:00 tanggal 1 Oktober. Sebelum pembunuhan terjadi, Soeharto masih berada di rumah sakit. Pada tengah malam, Tien meminta Soeharto pulang untuk menjaga Mamiek yang ditinggal sendiri bersama seorang pembantu. Ia pulang sekitar pukul 00:15 dan tidur. Ia dibangunkan sekitar pukul 04:30 dan menerima kabar penembakan tersebut. Tommy bersama ibunya meninggalkan rumah sakit pada 1 Oktober malam ditemani adik ipar Soeharto, Probosutedjo, dan ajudannya, Wahyudi. Tommy beserta kakak-adiknya dipindahkan ke rumah Wahyudi di Kebayoran Baru karena lebih aman.[8]

Setelah lulus SMP di Jakarta, Tommy masuk Akademi Penerbangan Sipil. Ia kemudian kuliah pertanian di Amerika Serikat, tetapi tidak selesai. Ia pulang ke Indonesia untuk merintis karier bisnisnya.[9]

Tommy sering dianggap sebagai putra favorit orang tuanya.[10] Biografi resmi Tien tahun 1992 menyatakan, “Hal yang membedakan Tommy dengan kakaknya, Sigit dan Bambang, adalah ia cenderung lebih gesit. Tommy, dengan kumisnya, selalu memakai kacamata RayBan-nya. Pada usia 28 tahun, ia tampak seperti kembaran bapaknya. Jauh di lubuk hatinya, ia sangat menyukai ibunya.”[11]

Semasa muda, Tommy dikenal menggemari aktris, klub malam, dan kasino. Majalah Time tahun 1999 mencantumkan bahwa Tommy senang berjudi dan mudah sekali menghabiskan $1 juta dalam sekali putaran.[12]

Tindak pidana

Pada April 1999, Tommy bersama rekan bisnisnya, Ricardo Gelael, disidang atas penipuan lahan senilai $11 juta.[13] Mereka dinyatakan tidak bersalah pada Oktober 1999 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pada September 2000, panel tiga Hakim Agung yang dipimpin Syafiuddin Kartasasmita membatalkan putusan tersebut dan menjatuhkan hukuman penjara selama 18 bulan kepada Tommy dan Gelael atas tindak pidana korupsi. Tommy menolak dipenjara dan bersembunyi.[14] Istri Kartasasmita kemudian menduga bahwa suaminya menolak suap sebesar $20.000 dari Tommy.[15]

Pada Juli 2001, Tommy membayar Rp100 juta kepada dua pembunuh bayaran untuk membunuh Kartasasmita. Kartasasmita ditembak mati di tengah perjalanan ke kantor.[16] Mahkamah Agung Indonesia yang dikenal sangat korup[17] menanggapi kasus pembunuhan ini dengan membatalkan putusan korupsi Tommy pada Oktober 2001. Tindakan ini dinilai sebagai bagian dari kesepakatan agar ia keluar dari persembunyian. The Jakarta Post menulis bahwa putusan tersebut "melenyapkan remah-remah kredibilitas yang tersisa dari penegak hukum tertinggi di negara ini".[18]

Pada tanggal 26 Juli 2002, Tommy dihukum 15 tahun penjara atas pembunuhan, kepemilikan senjata api ilegal, dan menghindari penahanan. Kasus pembunuhan sebenarnya diganjar hukuman mati, tetapi jaksa hanya menuntut kurungan 15 tahun.[19] Tommy jarang menghadiri sidang, mengaku sakit, dan absen saat putusannya dibacakan. Para pendukung bayarannya hadir di luar ruang sidang.[20]

Ia menjalani tiga pekan pertamanya di sel mewah Blok H di Lapas Cipinang, Jatinegara, Jakarta Timur, lalu dipindahkan ke Pulau Nusa Kambangan di lepas pantai selatan Jawa Tengah. Sel mewahnya yang berukuran 8 x 3 meter dilapisi karpet dan dilengkapi sofa, lemari, televisi, kulkas, alat makan, pendingin udara, penyaring air, komputer jinjing, dan dua telepon genggam.[21] Ia sering diizinkan bepergian ke Jakarta dengan alasan kesehatan dan diketahui mengunjungi sebuah lapangan golf eksklusif.[22] Pada April 2006, ia dipindahkan kembali ke Cipinang.[23] Masa kurungannya dikurangi menjadi 10 tahun dengan banding. Ia dibebaskan bersyarat pada tanggal 30 Oktober 2006.[24] Ia menghabiskan empat tahun di dalam penjara. Para kritikus mengatakan bahwa Tommy dibebaskan karena ia kaya dan keluarganya masih memiliki pengaruh di Indonesia.[25]

Bisnis dan nepotisme

Salah satu anak Suharto, Tommy, diuntungkan oleh nepotisme sehingga ia dapat menimbun kekayaan dalam jumlah besar.[26] Tahun 1984, pada usia 22 tahun, ia mendirikan Humpuss Group yang sukses bukan karena keterampilan atau profesionalisme, melainkan hubungan keluarga.[27] Sepuluh minggu setelah didirikan, Humpuss Group memiliki 20 anak perusahaan yang kelak bertambah menjadi 60 perusahaan.

Adam Schwarz menulis dalam bukunya yang berjudul A Nation in Waiting (1994):

Brash, aggressive and cocky, Tommy is the most public of the Soeharto children and, as such, the most dangerous to his father. According to numerous government officials, Tommy is the least squeamish of all the Soeharto children in using his name to get what he wants. He is fond of telling potential foreign investors he spends more time with his father than his siblings. The army shares the business community view that Tommy has done more than the other crony businessmen in making nepotism and corruption a serious political liability for Soeharto. Kasar, agresif, dan angkuh, Tommy adalah anak Soeharto yang paling terbuka. Karena itu, ia juga anak yang paling berbahaya bagi bapaknya. Menurut berbagai pejabat pemerintahan, Tommy adalah anak yang paling berani menggunakan namanya untuk mendapatkan apapun yang diinginkannya. Ia suka memberitahu calon investor asing bahwa ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama bapaknya daripada kakak-kakaknya. ABRI sepakat dengan pandangan para pebisnis bahwa bila dibandingkan dengan pebisnis kroni lainnya, Tommy-lah yang menjadikan nepotisme dan korupsi sebagai beban politik terbesar bagi Soeharto.[28]

Minyak

Tahun 1985, Tommy membeli 65% saham Perta Oil Marketing, anak perusahaan Pertamina. Dengan akuisisi ini, Tommy menjadi broker dan transporter minyak mentah dan menerima komisi sebesar $0,30-0,35 per barel.[29] Laba Perta mencapai $1 juta per bulan.[30]

Tommy dan kakaknya, Bambang Trihatmodjo, juga dituduh melambungkan nilai (markup) ekspor dan impor minyak dan meraup $200 juta per tahun pada 1980-an. Berbagai pihak mengklaim, "Mereka memerah Pertamina layaknya sapi."[29]

Sempati Air

Tahun 1989, Tommy dan kroni Suharto, Bob Hasan, membeli PT Sempati Air Transport dari sebuah perusahaan militer.[31] Pada tahun 1990-an, Sempati Air menerbangkan orang-orang kaya Indonesia ke sebuah resor judi terkenal di Pulau Christmas, Australia. Investor utama di resor tersebut, Robby Sumanpow, juga merupakan direktur pemasaran monopoli cengkih Tommy.[32] Sempati Air bangkrut tahun 1998 setelah Suharto mundur. Ketika Suharto didakwa melakukan korupsi pada tahun 2000 atas penyalahgunaan dana yayasan amal, surat dakwaannya mencantumkan bahwa Sempati Air menerima Rp17,91 miliar dari Yayasan Dakab, Rp13,17 miliar dari Yayasan Supersemar, dan Rp11,168 miliar dari Yayasan Dharmais.[33]

Jalan Tol Merak

Pada tahun 1987, Suharto mengeluarkan ketetapan presiden yang mengizinkan perusahaan jalan tol milik pemerintah, Jasa Marga, mengizinkan investor swasta nasional dan asing menanamkan modal di proyek-proyek jalan tol. Tahun 1989, Tommy mendirikan sebuah konsorsium bernama Marga Mandala Sakti (MMS). MMS dikalahkan oleh perusahaan milik kakaknya, Tutut, dalam tender pembangunan jalan tol pelabuhan utara Jakarta, Jalan Tol Tanjung Priok-Cawang. MMS diberi kontrak perpanjangan jalan tol Jakarta-Tangerang sejauh 73 km ke Pelabuhan Merak. Humpuss membangun jalan tol ini tahun 1992 sampai 1996. Konsesi Tommy kemudian diperpanjang selama 10 tahun hingga 2011. Pada akhir 1996 atau awal 1997, sebuah konsorsium investor asing membeli mayoritas saham MMS senilai Rp425 miliar ($181 juta).[34]

Monopoli cengkih

Pada Desember 1990, Tommy mendirikan monopoli dagang cengkih, Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkih (BPPC), meski ditentang habis-habisan oleh para produsen rokok cengkih.[35] Sesuai peraturan Kementerian Perdagangan, semua produsen rokok lokal dipaksa membeli cengkih dari BPPC yang juga menguasai impor cengkih dari luar negeri.[36] Penyelidikan kepolisian menemukan bahwa Tommy memaksa petani menjual cengkih dengan harga yang sangat murah, lalu menjualnya ke pabrik rokok dengan harga yang mahal. Tommy meraup untung besar dan banyak petani cengkih yang bangkrut.[37] Monopoli cengkih menjadi simbol nepotisme dan penipuan negara yang menghancurkan ekonomi Indonesia dan menumbangkan rezim Suharto pada tahun 1998.[38] Monopoli ini dihapus pada tahun 1998 sebagai bagian dari paket talangan ekonomi Indonesia oleh Dana Moneter Internasional (IMF).[39] Pada Juli 2007, Tommy disebut sebagai tersangka kasus korupsi senilai Rp175 miliar yang melibatkan BPPC. Jaksa Umum Hendarman Supandji mengatakan bahwa Tommy menyelewengkan pinjaman untuk membeli cengkih dari petani.[40] Tommy menepis tuduhan tersebut.[41] Tahun 2008, Jaksa Umum menghentikan kasus ini karena Tommy sudah mengembalikan uangnya.[42]

Skandal Golden Key

Pada awal 1990-an, Tommy membeli saham salah satu pabrik yang diusulkan oleh Golden Key, perusahaan milik Eddy Tansil yang berpusat di Jakarta. Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo) dipaksa memberikan 16 pinjaman bernilai total $430 juta kepada Tansil untuk proyek pembangunan pabrik, padahal ia tidak punya pengalaman di bidang petrokimia dan tidak memberi jaminan. Bapindo tidak memeriksa catatan kredit Tansil. Ketiga pabrik yang diusulkan tidak pernah dibangun dan Rencana Bapindo tidak pernah direalisasikan dan Bapindo hanya meninggalkan hutang yang banyak.[43] Menurut artikel Far Eastern Economic Review bulan Juni 1994, Tommy diduga sebagai perantara yang memperkenalkan Tansil dengan pejabat-pejabat Bapindo.[44] Sebelum skandal ini terkuak tahun 1994, Tommy sudah menjual kembali sahamnya ke pemegang saham yang lain pada tahun 1993. Tommy tidak dipanggil sebagai saksi dalam sidang Tansil. Pada Agustus 1994, Tansil divonis 17 tahun penjara, lalu "kabur" tahun 1996 dan meninggalkan Indonesia. Ada fakta yang tidak diangkat dalam sidang Tansil dan Bapindo, yaitu Tommy merupakan salah satu pemilik perusahaan yang menerima pinjaman tersebut dan Tommy menjual sahamnya setelah pinjaman tersebut dicairkan.[45]

Lamborghini

Pada tahun 1994, perusahaan milik Tommy yang terdaftar di Bermuda dan juga dimiliki Mycom Setdco asal Malaysia, Megatech, membeli produsen mobil sport Italia, Lamborghini, dari Chrysler Corp. dengan nilai $40 juta.[46] Megatech menjual Lamborghini ke Audi AG dengan nilai $110 juta saat krisis keuangan Indonesia tahun 1998.[47]

Mobil Nasional Timor

Liputan Australian Broadcasting Corporation tahun 1996 tentang pengecualian pajak khusus untuk kontrak mobil nasional Tommy Suharto.

Pada Februari 1996, Suharto mengumumkan kebijakan Mobil Nasional Indonesia. Perusahaan yang ingin memproduksi mobil nasional akan dibebaskan dari kewajiban pajak, pajak barang mewah, dan tarif impor suku cadang. Satu-satunya perusahaan yang diuntungkan oleh kebijakan tersebut adalah perusahaan yang baru didirikan oleh Tommy, PT Timor Putra Nasional. Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa mengajukan keluhan kepada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) karena Indonesia melanggar aturan WTO tentang perlakuan non-diskriminatif. Tommy diizinkan mengimpor 45.000 mobil Kia dari Korea Selatan, lalu mengganti mereknya menjadi Timor. Dalam buku tentang Liem Sioe Liong tahun 2013, Richard Borsuk dan Nancy Chung menulis bahwa "skandal ini mendongkrak ketidakpuasan masyarakat terhadap Suharto dan keluarganya".[48]

Pada Juli 1997, pemerintah meminta bank-bank pemerintah dan swasta meminjamkan $650 juta kepada Tommy untuk membangun pabrik mobil nasional. Pada tanggal 23 September 1997, sebagai tanggapan atas krisis keuangan Asia yang menerpa ekonomi Indonesia, Menteri Keuangan Mar’ie Muhammad menghentikan lima belas megaproyek, tetapi proyek mobil nasional Timor bukan salah satunya[49] sehingga muncul selentingan klaim bahwa proyek tersebut "tidak bisa disentuh". Pada Januari 1998, Suharto mengakhiri status bebas pajak Timor sesuai syarat reformasi ekonomi IMF.[27] Dealer mobil Timor menjadi target kerusuhan 13–15 Mei 1998 menjelang mundurnya Suharto.[50]

Pada 28 Agustus 2008, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa Bank Mandiri diminta untuk mentransfer Rp1,23 triliun (US$134 juta) dari Timor Putra Nasional ke rekening pemerintah.

Kementerian Keuangan membuka kasus suap dan menuding Tommy menjual aset dari Timor secara ilegal ke lima perusahaan miliknya. Tommy menanggapinya dengan menggugat balik Kementerian Keuangan dengan ganti rugi US$21,8 juta. Ia memenangi kasus korupsi sipil senilai US$61 juta pada Februari 2008 dan memenangi gugatan balik senilai US$550.000.[51][52][53]

Krisis keuangan 1997–1998 dan utang

Usai krisis keuangan Asia 1997–1998, Indonesian Bank Restructuring Agency (IBRA) menyatakan bahwa Humpuss Group merupakan pemegang pinjaman tak terbatalkan (irrecoverable loan) terbesar ketiga dari bank dalam negeri (sebagian besar merupakan bank pemerintah) dengan total utang Rp5,7 triliun per 2001. Jumlah ini 2,5 kali lebih tinggi daripada pendapatan tahunan Humpuss Group tahun 1996. Dari semua utang tak terbatalkan ini, lebih dari separuhnya dipinjam oleh PT Timor Putra Nasional.[54] Separuh utang tersebut dilunasi ke IBRA dalam bentuk aset, sedangkan sisanya dilunasi lewat skema restrukturisasi utang dan penukaran utang-ke-saham.[55]

Mangkuluhur City

Salah satu proyek bisnis terbaru Tommy adalah Mangkuluhur City. Ia mengembangkan proyek properti ini bersama Harry Gunawan.[56] Proyek ini terdiri atas empat pencakar langit dan satu gedung tinggi di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta. Menara tertinggi memiliki 80 lantai. Dua menara difungsikan untuk perkantoran dan dua lainnya untuk hunian dan apartemen berlayanan. Hotel Crowne Plaza Jakarta adalah bagian dari proyek ini.

Kasus

Skandal lahan Bali

Pada tahun 1996, perusahaan milik Tommy, PT Pecatu Graha, mengusir penduduk sebuah desa dari tanahnya di Bali untuk membangun resor seluas 650 hektar di Pulau Serangan. Pengusiran brutal ini dibantu oleh tentara dan polisi yang menggunakan gas air mata.[57] Pemilik tanah diberi kompensasi Rp2,5 juta saja per 100 meter persegi, jauh di bawah harga pasaran Rp20 juta sampai Rp30 juta per 100 meter persegi.[58] Majalah Time melaporkan bahwa penduduk yang menolak menjual tanahnya diintimidasi, dipukuli, dan direndam seleher. Dua orang penduduk bahkan diadili dan ditahan selama enam bulan.[59] Proyek ini mangkrak usai krisis keuangan Asia 1998.

Tuntutan hukum Garuda Indonesia

Pada Mei 2011, Tommy memenangkan gugatan hukum melawan Garuda Indonesia dengan ganti rugi sebesar Rp12,51 miliar ($1,46 juta). Gugatan ini diajukan atas sebuah artikel iklan berjudul "A New Destination to Enjoy in Bali" dalam majalah pesawat Garuda edisi Desember 2009. Artikel tersebut seharusnya mengiklankan resor Tommy di Pecatu, tetapi catatan kaki di penghujung artikel (ditambahkan oleh penerjemah) mencantumkan bahwa Tommy adalah tersangka kasus pembunuhan.[60] Ketua Majelis Hakim, Tahsin, menyatakan bahwa artikel tersebut merusak reputasi Tommy sebagai "pebisnis nasional dan internasional". Ia mengatakan bahwa masa lalu Tommy seharusnya tidak dicantumkan karena ia sudah menyelesaikan masa hukumannya.[61]

Kasus penyuapan Rolls-Royce

Tahun 2012, mantan karyawan Rolls-Royce, Dick Taylor, menuding bahwa perusahaannya memberikan suap sebesar $20 juta dan satu mobil Rolls–Royce biru kepada Tommy pada awal 1990-an untuk membujuk Garuda Indonesia agar membeli mesin Rolls Trent 700 untuk pesawat Airbus A330.[62] Tahun 2013, pengacara Tommy mengeluarkan pernyataan yang membantah bahwa Tommy menerima uang atau mobil atau menyarankan mesin Rolls-Royce kepada Garuda.[63]

Tahun 2017, Serious Fraud Office (SFO) Britania Raya menandatangani Deferred Prosecution Agreement (DPA) dengan Rolls-Royce atas skandal penyuapan dan korupsi ini. Rolls-Royce diwajibkan membayar denda £671 juta atas tindak pidananya dalam berbagai kesepakatan gelap di Indonesia, Thailand, India, Rusia, Nigeria, Tiongkok, dan Malaysia. Laporan SFO menyatakan bahwa Rolls-Royce menyuap dua orang perantara di Indonesia.[64]

Pada Oktober 2017, pengacara Tommy, Erwin Kallo, kembali menepis keterlibatan Tommy dalam kasus tersebut.[65] Ia khawatir media massa ditipu oleh berita palsu tanpa memeriksa sumbernya terlebih dahulu. Ia menyalahkan Wikipedia bahasa Indonesia karena tetap mengaitkan Tommy dengan kasus Rolls-Royce meski sudah ditepis.[66]

Karier politik

Pada 11 Maret 1988, Tommy (saat itu berusia 25 tahun) dan kakak-kakaknya untuk pertama kali menghadiri upacara pelantikan bapaknya sebagai presiden dalam masa jabatan kelima. Kehadiran mereka menimbulkan spekulasi bahwa mereka sedang dipersiapkan untuk menduduki jabatan politik.[11] Tommy, Tutut, dan Bambang kemudian bergabung dengan Golkar, partai politik terbesar dalam rezim Suharto. Pada tahun 1992, mereka diangkat sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).[67] Usai mundurnya Suharto bulan Mei 1998, Golkar mengumumkan pada bulan Juli bahwa partainya menarik Tommy, Tutut, dan Bambang (dan istri Bambang, Halimah) dari MPR.[68] Tahun 2008, pejabat-pejabat Golkar mengatakan bahwa mereka mengizinkan anak-anak Suharto bergabung kembali dengan partai asalkan tidak terlibat masalah hukum.[69]

Tahun 2009, Tommy maju sebagai calon ketua partai Golkar dalam musyawarah nasional partai di Riau. Anggota tim kampanyenya, Saurip Kadi, mengatakan bahwa Tommy berjanji akan memberi Rp50 miliar (setara dengan $5 juta) kepada setiap DPD II Golkar apabila terpilih.[70] Namun, Aburizal Bakrie menjanjikan Rp1 triliun dan akhirnya terpilih sebagai ketua.[71]

Bulan Mei 2016, Tommy mengumumkan akan mencalonkan diri sebagai ketua partai Golkar, tetapi ia membatalkannya dan tidak mendaftarkan diri.[72] Pada bulan itu juga, Tommy diangkat sebagai anggota Dewan Pembina Partai Golkar.[73]

Pada Juli 2016, Tommy mendirikan Partai Berkarya dengan menggabungkan Partai Beringin Karya dengan Partai Nasional Republik.[74] Partai baru ini mendapat izin pemerintah pada Oktober 2016. Partai Berkarya juga menggunakan logo pohon beringin dan warna kuning khas Golkar.

Pada Maret 2017, Partai Berkarya dan Swara Rakyat Indonesia (Parsindo) mengumumkan bahwa mereka mendukung Tommy maju sebagai calon presiden dalam pemilihan umum Indonesia 2019. Sekretaris Jenderal Parsindo, Ahmad Hadari, memprediksi bahwa pilpres 2019 "akan menjadi perang" antara dinasti Sukarno dan dinasti Suharto.[75] Pada bulan Mei 2017, Tommy mengatakan bahwa ia prihatin dengan kondisi Indonesia saat ini karena korupsi tumbuh subur di DPR.[76] Pada September 2017, Tommy mengatakan bahwa ia tidak berminat maju dalam pilpres tahun 2019.[77] Pada Oktober 2017, pengacaranya membantah bahwa Tommy berencana maju sebagai calon presiden tahun 2019. Ia mengatakan bahwa akun-akun palsu di media sosial mengklaim bahwa ia didukung oleh berbagai organisasi massa.[78] Pada tanggal 11 Maret 2018, Tommy diangkat sebagai ketua Partai Berkarya.[79] Tanggal itu bertepatan dengan peringatan ke-52 Supersemar, surat yang ditandatangani oleh Sukarno tanggal 11 Maret 1966 yang menyerahkan kekuasaan kepada Menteri Panglima Angkatan Darat, Suharto. Dalam upacara pengangkatannya sebagai ketua partai, Tommy mengatakan bahwa pemilihan tanggal acara itu tidak disengaja.[80]

Kritik terhadap Jokowi

Pada Februari 2018, Tommy mengkritik pemerintahan Presiden Joko "Jokowi" Widodo karena membiarkan utang negara membengkak hingga $340 miliar. Ia mengatakan bahwa utang negara era Suharto hanya $54 miliar. Ia mengkritik kebijakan pembangunan infrastruktur Jokowi karena menjadi penyebab utama meningkatnya utang luar negeri. Ia berpendapat bahwa pembangunan infrastruktur harus dibarengi dengan penurunan biaya transportasi komoditas, bukan mengutamakan proyek semata.[81]

Karier balap

Tommy sempat berkarier sebagai pembalap mobil dan mengikuti lomba Rally Indonesia tahun 1997 melawan sejumlah pembalap top dari World Rally Championship. Ia juga mendanai pembangunan Sirkuit Internasional Sentul. Tommy menjabat sebagai ketua Ikatan Motor Indonesia pada tahun 1991–1995.[82] Usai dibebaskan tahun 2006, Tommy ikut serta dalam Kejuaraan Nasional Reli SS-12 di Pecatu, Bali. Tommy mengendarai Subaru Impreza WRX, tetapi mobilnya terguling sehingga tidak bisa melanjutkan lomba.[83] Ia merupakan anggota pengurus IMI periode 2016–2020.[84] Putranya, Darma Mangkuluhur Hutomo, juga merupakan pembalap mobil.

Kehidupan pribadi

Pada awal 1990-an, Tommy menjalin hubungan dengan penyanyi Maya Rumantir dan muncul dugaan bahwa mereka akan menikah.[85] Ibu Tommy kabarnya tidak menyetujui hubungan tersebut karena Maya orang Kristen keturunan Tionghoa-Manado, sedangkan Tommy orang Jawa Muslim. Jadi, orang tuanya menginginkan Tommy menikahi keturunan ningrat Jawa.[86][87] Pada tahun 2001, polisi memeriksa Maya di tengah pencarian Tommy yang masih buronan. Ia membantah menyembunyikan Tommy.[88]

Tanggal 28 April 1996, ibu Tommy meninggal dunia akibat serangan jantung usai makan malam keluarga. Rumor yang berkembang di Jakarta menduga bahwa Tommy dan kakaknya, Bambang, berseteru soal kebijakan mobil nasional dan salah satu dari mereka melepaskan tembakan yang mengenai ibunya. Kabar miring ini ditepis oleh Kepala Kepolisian RI, Sutanto (ajudan presiden tahun 1996), dalam buku Pak Harto The Untold Stories (2011).[89] Bambang juga mencap rumor ini sebagai "fitnah komunis".[90]

Pada usia 34 tahun, Tommy menikahi Ardhia Pramesti Regita Cahyani (22 tahun) atau 'Tata' pada tanggal 30 April 1997 di Masjid At-Tin di Taman Mini Indonesia Indah. Tata merupakan canggah Mangkunegara V.[91] Mereka memiliki dua anak, Dharma Mangkuluhur dan Radhyana Gayanti Hutami. Pada 15 Mei 2006, Tata meminta bercerai dan pindah ke Singapura. Mereka bercerai bulan September 2006.[92] Pada tahun 2017, salah satu pengacara Tommy, Salim Muhammad, mengatakan bahwa sebelum dipenjara, Tommy memberi Rp100 miliar kepada Tata untuk membesarkan kedua anaknya. Ia mengklaim bahwa uang tersebut dilarikan oleh Tata tanpa sepengetahuan Tommy.[93]

Selama masa pelarian tahun 2001, Tommy menghabiskan waktunya bersama mantan model bernama Lani Banjaranti.[94] Tahun 2003, Lani mengatakan bahwa ia memiliki seorang putra berusia 13 tahun dari Tommy bernama Syalif Putrawan.[95]

Ketika Tommy ditahan di Pulau Nusakambangan atas kasus pembunuhan, ia sering dijenguk oleh kekasihnya, Sandy Harun, pada malam hari. Ia kemudian melahirkan seorang putri bernama Marimbi Djodi Putri yang juga merupakan anak Tommy.[96]

Riwayat pekerjaan

  • Pemilik Humpuss Grup (1984–2016)
  • Anggota MPR RI (1992–1998)

Riwayat organisasi

  • Bendahara DPP Satkar Ulama Indonesia Partai Golkar (1990–1995)
  • Ketua Umum PP IMI (1991–1995)
  • Anggota Dewan Pembina DPP Partai Golkar (2016)
  • Ketua Dewan Pembina DPP Partai Berkarya (2016–)
  • Ketua Umum DPP Partai Berkarya (2018–)

Lihat juga

Catatan kaki

  1. ^ "Tommy Soeharto". Merdeka. 
  2. ^ Liputan6.com. "Hari Ini Tommy Soeharto Bebas". 
  3. ^ Tanggal lahir tidak pasti; ada yang menyebut 12 Agustus namun ada pula sumber yang menyebut 15 Juli
  4. ^ Ul Haq, Muhammad Fida (11 November 2016). "'Jual' Nama Tommy Soeharto, Partai Berkarya Kejar 3 Besar Pemilu 2019". Detik. Diakses tanggal 22 April 2017. 
  5. ^ Soeharto (1989). Soeharto, My Thoughts, Words, and Deeds: An Autobiography (edisi ke-First). Citra Lamtoro Gung Persada. hlm. 89. ISBN 9798085019. 
  6. ^ Gafur, Abdul (1992). Siti Hartinah Soeharto, first lady of Indonesia (edisi ke-First). Citra Lamtoro Gung Persada. hlm. 202. ISBN 9798085124. 
  7. ^ Probosutedjo (H.); Alberthiene Endah (2010). Saya dan Mas Harto: memoar romantika Probosutedjo. Gramedia Pustaka Utama. hlm. 250. ISBN 978-979-22-5749-6. 
  8. ^ Gafur, Abdul (1992). Siti Hartinah Soeharto, first lady of Indonesia (edisi ke-First). Citra Lamtoro Gung Persada. hlm. 209. ISBN 9798085124. 
  9. ^ Robert Edward Elson (13 November 2001). Suharto: A Political Biography. Cambridge University Press. hlm. 248–. ISBN 978-0-521-77326-3. 
  10. ^ "FACTBOX-Five facts on Suharto's son Tommy". Reuters. 19 January 2007. Diakses tanggal 12 August 2017. 
  11. ^ a b Gafur, Abdul (1992). Siti Hartinah Soeharto, first lady of Indonesia (edisi ke-First). Citra Lamtoro Gung Persada. hlm. 491. ISBN 9798085124. 
  12. ^ "Suharto Inc". CNN.com. Time Magazine. 24 May 1999. Diakses tanggal 5 August 2017. 
  13. ^ "Hari-hari Penting Tommy Soeharto". Tempo. 28 November 2001. Diakses tanggal 24 July 2017. [pranala nonaktif permanen]
  14. ^ "Tommy Suharto's Brazen Libel Verdict". Asia Sentinel. 25 May 2011. Diakses tanggal 24 July 2017. 
  15. ^ "Slain judge's wife accuses Suharto son". CNN. 17 April 2002. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  16. ^ "Tommy Suharto guilty of murder". BBC News. 26 July 2002. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  17. ^ "Money Can't Buy Him Love". Asia Sentinel. 31 May 2011. Diakses tanggal 26 July 2017. [pranala nonaktif permanen]
  18. ^ "Tommy Suharto 'still sought for murder'". BBC News. 3 October 2001. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  19. ^ "Tommy Suharto jailed for 15 years". ABC Radio Australia. 27 July 2002. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  20. ^ "Soeharto sick in cell as judge reads verdict". The Sydney Morning Herald. 27 July 2002. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  21. ^ "Kisah Sel Mewah 3 Pesohor Lapas Cipinang: Tommy, Ricardo, Freddy". Tempo.co. 15 July 2017. Diakses tanggal 10 August 2017. 
  22. ^ Hamish McDonald (6 January 2015). Demokrasi:: Indonesia in the 21st Century. St. Martin's Press. ISBN 978-1-4668-7926-3. 
  23. ^ "Tommy Soeharto Pindah ke LP Cipinang". detikcom. 4 April 2006. Diakses tanggal 5 August 2017. 
  24. ^ "Tommy Suharto freed from prison". 30 October 2006 – via news.bbc.co.uk. 
  25. ^ The Economist "Lucky Tommy," The Economist 2 November 2006.
  26. ^ Stefan Eklöf (1999). Indonesian Politics in Crisis: The Long Fall of Suharto, 1996–1998. NIAS Press. hlm. 99–. ISBN 978-87-87062-69-5. 
  27. ^ a b Donald K. Emmerson (20 May 2015). Indonesia Beyond Suharto. Routledge. hlm. 152–. ISBN 978-1-317-46808-0. 
  28. ^ Adam Schwarz (12 February 2018). A Nation In Waiting: Indonesia's Search For Stability. Taylor & Francis. hlm. 143. ISBN 978-0-429-97511-0. 
  29. ^ a b Colmey, John (24 May 1999). "The Family Firm". Time. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  30. ^ Jeffrey A. Winters (18 April 2011). Oligarchy. Cambridge University Press. hlm. 167–. ISBN 978-1-139-49564-6. 
  31. ^ Pisani, Elizabeth (9 April 1991). "PRESIDENT'S SON BRINGS EFFICIENCY TO INDONESIAN SKIES". Reuter. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-02-25. Diakses tanggal 5 August 2017. 
  32. ^ Murdoch, Lindsay (18 November 1993). "Indonesians Gamble on Christmas Casino". The Age. Diakses tanggal 5 August 2017. 
  33. ^ "Dana Yayasan Mengalir ke Perusahaan Cendana". hukumonline.com. Diakses tanggal 5 August 2017. 
  34. ^ Jamie S. Davidson (22 January 2015). Indonesia's Changing Political Economy: Governing the Roads. Cambridge University Press. hlm. 72–. ISBN 978-1-107-08688-3. 
  35. ^ Pisani, Elizabeth (31 December 1990). "Indonesia Establishes a Controversial Clove Monopoly". Reuter. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2005-11-01. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  36. ^ Thomas B. Pepinsky (17 August 2009). Economic Crises and the Breakdown of Authoritarian Regimes: Indonesia and Malaysia in Comparative Perspective. Cambridge University Press. hlm. 89–. ISBN 978-0-521-76793-4. 
  37. ^ Aglionby, John (20 July 2007). "Suharto's son is named in clove corruption case". Financial Times. Diakses tanggal 26 July 2017. [pranala nonaktif permanen]
  38. ^ Farley, Maggie (21 March 1998). "A Familiar Scent of Monopoly". Los Angeles Times. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  39. ^ Vedi Hadiz; Richard Robison (31 July 2004). Reorganising Power in Indonesia: The Politics of Oligarchy in an Age of Markets. Routledge. hlm. 200–. ISBN 978-1-134-32028-8. 
  40. ^ "Suharto son named suspect in graft case". The Sydney Morning Herald. Reuters. 19 July 2007. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  41. ^ "Suharto's son denies corruption". Los Angeles Times. 17 August 2007. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  42. ^ Kuswandini, Dian (8 November 2008). "Tommy cleared in one graft case, two more to go". The Jakarta Post. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  43. ^ Borsuk, Richard. Liem Sioe Liong's Salim Group: The Business Pillar of Suharto's Indonesia (edisi ke-Fourth Reprint 2016). ISEAS Publishing. hlm. 330. ISBN 978-981-4459-57-0. Diakses tanggal 6 August 2017. 
  44. ^ Walter Hatch; Kozo Yamamura (28 June 1996). Asia in Japan's Embrace: Building a Regional Production Alliance. Cambridge University Press. hlm. 229–. ISBN 978-0-521-56515-8. 
  45. ^ David Cole; David C. Cole; Betty F. Slade (13 January 1999). Building a Modern Financial System: The Indonesian Experience. Cambridge University Press. hlm. 138–. ISBN 978-0-521-65088-5. 
  46. ^ Neher, Jacques (9 February 1994). "Toy or Supercar for Asia?". The New York Times. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  47. ^ Lamm, John (19 April 2013). "A Long Way From Tractors". The New York Times. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  48. ^ Borsuk, Richard. Liem Sioe Liong's Salim Group: The Business Pillar of Suharto's Indonesia (edisi ke-Fourth Reprint 2016). ISEAS Publishing. hlm. 343. ISBN 978-981-4459-57-0. Diakses tanggal 5 August 2017. 
  49. ^ Shalendra D. Sharma (19 July 2013). The Asian Financial Crisis: Crisis, Reform and Recovery. Manchester University Press. hlm. 142. ISBN 978-1-84779-057-6. 
  50. ^ Chalmers, Ian. "Tommy's toys trashed" (Edition 56: Oct–Dec 1998). Inside Indonesia. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  51. ^ afp.google.com, Indonesia seizes 134 million dollars from Suharto son: report Diarsipkan 2 September 2008 di Wayback Machine.
  52. ^ "Indonesia: Indonesia Recovers $133M From Suharto's Son". www.mysinchew.com. 
  53. ^ "Indonesian court seizes assets linked to Suharto family". www.radioaustralia.net.au. 
  54. ^ Yasutami Shimomura; Institute of Southeast Asian Studies (2003). The Role of Governance in Asia. Institute of Southeast Asian Studies. hlm. 120–. ISBN 978-981-230-197-0. 
  55. ^ Lubis, Anggi (15 November 2014). "Humpuss pays debt with stake in shipping arm". The Jakarta Post. Diakses tanggal 12 August 2017. 
  56. ^ Alexander, Hilda B (9 September 2016). "Mangkuluhur City, Perkawinan Bisnis Tommy dan Harry". Kompas Cyber Media. Diakses tanggal 24 July 2017. 
  57. ^ England, Vaudine (8 August 2001). "Bali monuments to a man's greed". South China Morning Post. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  58. ^ Henk Schulte Nordholt (2007). Bali: An Open Fortress, 1995–2005 : Regional Autonomy, Electoral Democracy and Entrenched Identities. NUS Press. hlm. 85–. ISBN 978-9971-69-375-6. 
  59. ^ Colmey, John (24 May 1999). "The Family Firm". Time. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  60. ^ Post, The Jakarta. "Tommy wins Rp 12.51b lawsuit against Garuda". 
  61. ^ "Tommy Suharto's Brazen Libel Verdict". Asia Sentinel. 25 May 2011. 
  62. ^ Milmo, Dan (9 December 2012). "Rolls-Royce faces bribery claim inquiry". The Guardian. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  63. ^ Osborne, Alistair (25 November 2013). "Tommy Suharto denies he took $20m Rolls-Royce bribe". The Telegraph. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  64. ^ "SFO Case Information Rolls-Royce PLC". Serious Fraud Office. Diakses tanggal 26 July 2017. 
  65. ^ "Tommy Soeharto Merasa Dirugikan Akun Palsu di Medsos". SINDOnews.com. 5 October 2017. Diakses tanggal 8 October 2017. 
  66. ^ Sitompul, Juven Martua (5 October 2017). "Tommy Soeharto Menepis Tudingan". Metrotvnews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-10-08. Diakses tanggal 8 October 2017. 
  67. ^ Azhar, M. "Kebangkitan Politik Keluarga Cendana". Unisosdem. Diarsipkan dari versi asli tanggal 12 August 2017. Diakses tanggal 12 August 2017. 
  68. ^ "Suharto's relatives recalled from people's assembly". 17 July 1998. 
  69. ^ "Golkar Siap Tampung Tutut". 8 February 2008. 
  70. ^ "Tommy Janjikan Tiap DPD II Dapat Rp 50 M". detikcom. 5 October 2009. Diakses tanggal 13 August 2017. 
  71. ^ "Kader Golkar Tagih Janji Aburizal Dana Rp 1 T". Tempo.co. 3 November 2014. Diakses tanggal 13 August 2017. 
  72. ^ Ihsanuddin (13 May 2016). "Tommy Ungkap Alasannya Batal Jadi Calon Ketua Umum Partai Golkar". Kompas. Diakses tanggal 11 August 2017. 
  73. ^ Paat, Yustinus (31 May 2016). "Tommy Suharto Among High Profile Members Announced in Golkar Structure". Jakarta Globe. Diakses tanggal 13 August 2017. 
  74. ^ "Tommy Jadi Wanbin Partai Bau Kencur". Rakyat Merdeka Online. 31 July 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-08-12. Diakses tanggal 11 August 2017. 
  75. ^ "Small parties throw support behind Tommy Soeharto". The Jakarta Post. 13 March 2017. Diakses tanggal 11 August 2017. 
  76. ^ Andriansyah, Moch. (10 May 2017). "Tommy Soeharto: Korupsi e-KTP ini menyedihkan dan menyakitkan". Merdeka.com. Diakses tanggal 13 August 2017. 
  77. ^ Safutra, Ilham (2 September 2017). "Di Jalanan, Tommy Soeharto Tegaskan Tak Minat Jadi Capres". JawaPos.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-09-09. Diakses tanggal 9 September 2017. 
  78. ^ Gabrillin, Abba (5 October 2017). "Tommy Soeharto Tidak Akan Maju pada Pilpres 2019". Kompas.com. Diakses tanggal 8 October 2017. 
  79. ^ "Tommy Soeharto to Lead Berkarya Party". Tempo.co. 12 March 2018. Diakses tanggal 12 March 2018. 
  80. ^ Sunaryo, Arie (12 March 2018). "Sejarah 'Supersemar' dan kukuhnya Tommy Soeharto jadi Ketum Partai Berkarya". Merdeka.com. Diakses tanggal 13 March 2018. 
  81. ^ Amelia, Zara (20 February 2018). "Tommy Soeharto Kritik Pemerintahan Jokowi soal Utang Membengkak". Tempo.co. Diakses tanggal 23 February 2018. 
  82. ^ "Ketua Umum". Ikatan Motor Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-03-15. Diakses tanggal 12 August 2017. 
  83. ^ "Tommy: Masih Perlu Belajar Lagi". detikcom. detikSport. 17 December 2006. Diakses tanggal 6 August 2017. 
  84. ^ "Susunan Pengurus IMI Pusat" (PDF). Ikatan Motor Indonesia. Diakses tanggal 12 August 2017. 
  85. ^ John Richard Bowen (29 May 2003). Islam, Law, and Equality in Indonesia: An Anthropology of Public Reasoning. Cambridge University Press. hlm. 244. ISBN 978-0-521-53189-4. 
  86. ^ Dewi, Andi Rosita (16 May 2016). "8 Artis ini pernah menjalin cinta dengan keluarga Cendana, siapa saja?". Brilio.net. Diakses tanggal 10 August 2017. 
  87. ^ Wisonggeni, Durjono. "Mantan Selingkuhan Tommy Soeharto Calonkan Diri Gubernur Sulut". Kompasiana. Diakses tanggal 10 August 2017. 
  88. ^ "Maya Rumantir Sudah 9 Tahun Tidak Berhubungan dengan Tommy". Tempo.co. 20 August 2001. Diakses tanggal 10 August 2017. 
  89. ^ "Benarkah Ibu Tien Soeharto Meninggal Diterjang Peluru?". TRIBUNnews.com. 10 June 2011. Diakses tanggal 5 August 2017. 
  90. ^ Mulyana, Ade (26 April 2015). "Bambang Trihatmodjo: Ibu Tien Soeharto Meninggal Bukan Karena Pertengkaran Saya dan Tommy". Rakyat Merdeka Online. Diakses tanggal 12 August 2017. 
  91. ^ "Tata returns to Jakarta to walk the runway". The Jakarta Post. 30 April 2011. 
  92. ^ Matanasi, Petrik (9 November 2017). "Ketika Soeharto Menikahkan Anaknya". tirto.id. Diakses tanggal 12 November 2017. 
  93. ^ "Mantan Istri Tommy Soeharto Geluti Bisnis Baru Bernilai Fantastis di Singapura". TRIBUNnews.com. 4 March 2018. Diakses tanggal 13 March 2018. 
  94. ^ Indra, Sigit (4 December 2001). "Wanita Penjaga Rahasia Tommy". Gatra. Diakses tanggal 24 July 2017. 
  95. ^ "Anak Tommy Soeharto dari Lani Banjaranti". Liputan6. 1 April 2003. Diakses tanggal 24 July 2017. 
  96. ^ "Shandy Harun Pertanyakan Status Anak ke Tommy". Liputan6. 31 October 2006. Diakses tanggal 24 July 2017. 

Pranala luar