Lompat ke isi

Rasionalisme

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 30 November 2021 23.33 oleh Saiful Arvandy (bicara | kontrib) (menambahkan isi artikel)

Rasionalisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa segala sumber pengetahuan berasal dari akal pikiran atau harus bersifat rasional. Pemikir utama yang menganut aliran rasionalisme adalah René Descartes (1596-–1650), Baruch de Spinoza (1632−1677), Gottfried Leibniz (1666−1716).[1] Kebenaran haruslah ditentukan atau didapatkan melalui pembuktian, logika, dan analisis yang berdasarkan fakta, bukan berasal dari pengalaman inderawi. Rasionalisme menentang paham empirisme, karena kaum rasionalis berpendapat bahwa ada kebenaran yang secara langsung dapat dipahami. Dengan kata lain, orang-orang yang menganut paham rasionalis ini menegaskan bahwa beberapa prinsip rasional yang ada dalam logika, matematika, etika, dan metafisika pada dasarnya benar.

[2]

Rasionalisme ada dua macam: dalam bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama rasionalisme adalah lawan autoritas, dalam bidang filsafat rasionalisme adalah lawan empirisme. Rasionalisme dalam bidang agama biasanya digunakan untuk mengritik ajaran agama, rasionalisme dalam bidang filsafat terutama berguna sebagai teori pengetahuan. Sebagai lawan empirisme, rasionalisme berpendapat bahwa sebagian dan bagian penting pengetahuan datang dari penemuan akal. Contoh paling jelas ialah pemahaman kita tentang logika dan matematika. Penemuan-penemuan logika dan matematika begitu pasti. Kita tidak hanya melihatnya sebagai benar, tetapi lebih dari itu kita melihatnya sebagai kebenaran yang tidak mungkin salah, kebenarannya universal.[3]

Rasionalisme mempunyai kemiripan dari segi ideologi dan tujuan dengan humanisme dan atheisme, dalam hal bahwa mereka bertujuan untuk menyediakan sebuah wahana bagi diskursus sosial dan filsafat di luar kepercayaan keagamaan atau takhayul. Meskipun begitu, ada perbedaan dengan kedua bentuk tersebut:

  • Humanisme dipusatkan pada masyarakat manusia dan keberhasilannya. Rasionalisme tidak mengklaim bahwa manusia lebih penting daripada hewan atau elemen alamiah lainnya. Ada rasionalis-rasionalis yang dengan tegas menentang filosofi humanisme yang antroposentrik.
  • Atheisme adalah suatu keadaan tanpa kepercayaan akan adanya Tuhan atau dewa-dewa; rasionalisme tidak menyatakan pernyataan apapun mengenai adanya dewa-dewi meski ia menolak kepercayaan apapun yang hanya berdasarkan iman. Meski ada pengaruh atheisme yang kuat dalam rasionalisme modern, tidak seluruh rasionalis adalah atheis.

Di luar diskusi keagamaan, rasionalisme dapat diterapkan secara lebih umum, misalnya kepada masalah-masalah politik atau sosial. Dalam kasus-kasus seperti ini, yang menjadi ciri-ciri penting dari perpektif para rasionalis adalah penolakan terhadap perasaan (emosi), adat-istiadat atau kepercayaan yang sedang populer.

Pada pertengahan abad ke-20, ada tradisi kuat rasionalisme yang terencana, yang dipengaruhi secara besar oleh para pemikir bebas dan kaum intelektual.

Rasionalisme modern hanya mempunyai sedikit kesamaan dengan rasionalisme kontinental yang diterangkan René Descartes. Perbedaan paling jelas terlihat pada ketergantungan rasionalisme modern terhadap sains yang mengandalkan percobaan dan pengamatan, suatu hal yang ditentang rasionalisme kontinental sama sekali.

Sudut pandang

Rasionalisme muncul di dunia Barat dan dunia Islam dengan sudut pandang yeng berbeda. Para rasionalis di dunia Barat bersumber dari pandangan yang menjadikan akal sebagai sumber pengetahuan segala hal. Sementara rasionalis di dunia Islam menganggap bahwa akal mempunyai keterbatasan.[4]

Rasionalis

Pranala luar

Referensi

  1. ^ Suaedi (2016). Januarini, Nia, ed. Pengantar Filsafat Ilmu (PDF). Bogor: PT Penerbit IPB Press. hlm. 97. ISBN 978-979-493-888-1. 
  2. ^ Stanford Encyclopedia of Philosophy, Rationalism vs. Empiricism Pertama terbit 19 Agustus 2004; revisi substantif 31 Maret 2013 yang dikutip pada 14 Desember 2017.
  3. ^ Ahmad Tafsir, Filsafat Umum: Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra, Bandung: Remaja Rosdakarya, 127.
  4. ^ Soelaiman, Darwis A. (2019). Putra, Rahmad Syah, ed. Filsafat Ilmu Pengetahuan: Perspektif Barat dan Islam (PDF). Banda Aceh: Penerbit Bandar Publishing. hlm. 125. ISBN 978-623-7499-37-4.