Lompat ke isi

Pembingkaian

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dalam ilmu sosial, framing atau "pembingkaian" terdiri atas serangkaian sudut pandang konsep dan teoretis tentang bagaimana individu, kelompok, dan organisasi masyarakat melihat dan menyampaikan kenyataan.

Framing dapat terwujud dalam komunikasi atau pikiran antarpribadi. Frame-frame dalam pikiran terdiri atas penggambaran, interpretasi, dan penyederhanaan kenyataan. Frame-frame dalam komunikasi terdiri atas penyampaian rancangan di antara para pelaku yang berbeda.[1] Framing adalah komponen kunci sosiologi, kajian tentang interaksi sosial di antara para manusia. Framing adalah bagian utuh dari pemrosesan dan penyampaian data dalam keseharian. Teknik-teknik sukses framing dapat digunakan untuk mengurangi ambiguitas topik-topik yang tidak dapat dipahami dengan menghubungkan informasi sedemikian rupa sehingga para penerimanya dapat terhubung dengan apa yang sudah mereka ketahui.

Dalam teori sosial, framing adalah skema interpretasi, sekumpulan anekdot dan stereotipe yang diandalkan oleh para individu untuk memahami dan merespons sebuah peristiwa.[2] Dengan kata lain, orang-orang membangun "filter-filter" serangkaian kejiwaan melalui pengaruh kebudayaan dan biologis. Kemudian, mereka menggunakan filter-filter ini untuk memahami dunia. Pilihan-pilihan yang kemudian mereka buat dipengaruhi oleh penciptaan frame mereka.

Framing melibatkan konstruksi sosial dari fenomena sosial – oleh sumber-sumber media massa, pergerakan-pergerakan sosial atau politik, para pemimpin politik, atau organisasi dan para pelaku lainnya. Keterlibatan dalam komunitas bahasa tentunya memengaruhi persepsi individu mengenai makna yang dikaitkan dengan kata atau frasa. Secara politik, komunitas-komunitas bahasa periklanan, agama, dan media massa banyak diperebutkan, sedangkan framing dalam komunitas bahasa yang kurang dipertahankan mungkin berkembang[butuh rujukan]tanpa terasa dan secara alami melalui kerangka-kerangka waktu kultural, dengan lebih sedikit bentuk-bentuk perdebatan terbuka.

Seseorang dapat memandang framing dalam komunikasi sebagai hal positif atau negatif tergantung pada hadirin dan jenis informasi yang disajikan. Framing dapat berada dalam bentuk emphasis frames, di mana dua atau lebih alternatif ekuivalen secara logis digambarkan dalam cara-cara (lihat framing effect) atau emphasis frames berbeda yang menyederhanakan kenyataan dengan berfokus pada himpunan bagian aspek-aspek relevan dari suatu situasi atau permasalahan.[1] Dalam kasus equivalence frames, informasi yang dihadirkan berdasarkan fakta-fakta yang sama, tetapi kerangka yang tempat ia disajikan berubah sehingga menciptakan persepsi yang bergantung pada referensi.

Dampak framing dapat terlihat dalam jurnalisme: "frame" yang mengelilingi permasalahan dapat mengubah persepsi pembaca tanpa perlu mengubah fakta sebenarnya karena informasi yang sama digunakan sebagai dasarnya. Ini dilakukan melalui pilihan gambar-gambar dan kata-kata tertentu media untuk menutupi sebuah cerita (misalnya penggunaan kata fetus vs. kata bayi).[3] Dalam konteks politik atau komunikasi media-massa, frame menjelaskan pengemasan elemen retorik sedemikian rupa seperti untuk mendorong tafsiran tertentu dan untuk mengecilkan hati orang lain. Untuk tujuan politik, framing sering menyajikan fakta-fakta sedemikian rupa yang mengimplikasikan masalah yang memerlukan solusi. Para anggota partai politik berupaya untuk membingkai permasalahan sedemikian rupa sehingga membuat solusi untuk mendukung kecenderungan politik mereka sebagai tindakan yang paling tepat untuk situasi yang dihadapi.[4]

Sebagai contoh: Saat kita ingin menjelaskan suatu peristiwa, pemahaman kita sering berdasarkan pada tafsiran (frame). Jika seseorang membuka dan menutup mata dengan cepat, kita menanggapi secara berbeda tergantung pada apakah kita menafsirkannya sebagai "physical frame" (mereka mengerjapkan mata) atau "social frame" (mereka berkedip). Mereka mengerjapkan mata mungkin karena butiran debu (menghasilkan ketidaksengajaan dan bukan reaksi berarti lainnya). Mereka berkedip mungkin dapat berarti tindakan sukarela dan penuh arti (misalnya untuk menyampaikan humor hingga persekongkolan).

Para pengamat akan membaca peristiwa-peristiwa yang dilihat sebagai murni fisik atau dalam bingkai "alam" berbeda dari yang dilihat terjadi dengan frame-frame sosial. Namun, kita tidak melihat sebuah peristiwa dan menerapkan frame kepada peristiwa tersebut. Sebaliknya, para individu terus-menerus memproyeksikan frame interpretatif ke dunia sekitar mereka yang memungkinkan mereka untuk memahaminya; kita hanya menggeser frame-frame (atau menyadari kalau kita telah menerapkan frame secara kebiasaan) saat keganjilan membutuhkan pergeseran frame. Dengan kata lain, kita hanya menyadari frame-frame yang telah kita gunakan saat sesuatu memaksa kita untuk mengganti suatu frame dengan frame lainnya.[5][6]

Meskipun beberapa menganggap framing sama dengan agenda setting, para ilmuwan lain menyatakan adanya perbedaan. Menurut artikel yang ditulis Donald H. Weaver, framing menyeleksi aspek-aspek tertentu dari permasalahan dan membuatnya lebih menonjol untuk memperoleh interpretasi tertentu dan penilaian-penilaian masalah, sedangkan agenda setting mengenalkan topik masalah untuk meningkatkan arti penting dan keterkaitannya.[7]

Efek-efek framing dalam penelitian komunikasi

Dalam komunikasi, framing menggambarkan bagaimana media berita membentuk opini publik.

Tulisan Richard E. Vatz tentang penciptaan makna retoris secara langsung mengarah kepada framing, walaupun beliau hanya sedikit merujuknya. Intinya, pengaruh-pengaruh framing mengacu pada strategi-strategi sikap atau perilaku dan/untuk hasil yang ada tergantung bagaimana potongan informasi yang diberikan dibingkai dalam wacana publik. Dewasa ini, banyak volume jurnal-jurnal komunikasi ternama berisi naskah-naskah tentang frame media dan pengaruh-pengaruh framing.[8] Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam naskah-naskah tersebut secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok: kajian framing sebagai variabel bebas dan kajian framing sebagai variabel terikat.[9] Awalnya biasanya berurusan dengan frame building (yaitu bagaimana frame-frame menciptakan wacana masyarakat mengenai sebuah masalah dan bagaimana frame-frame yang berbeda diangkat oleh para jurnalis) dan kemudian mengulas frame setting (yaitu bagaimana media framing memengaruhi pemirsa).

Frame building

Penelitian frame-building biasanya mengenali setidaknya tiga rangkaian utama dampak-dampak yang dapat memengaruhi cara jurnalis membingkai suatu masalah:

  • Sistemik (misalnya karakteristik media atau sistem politik dalam latar studi tertentu).
  • Organisatoris (misalnya fitur organisasi media seperti orientasi politik, rutinitas profesional, hubungan dengan pemerintah dan para elit, dan sebagainya).
  • Temporal-kontekstual (misalnya berlalunya waktu setelah peristiwa menggemparkan).[10]

Erving Goffman menekankan peran konteks budaya sebagai pembentuk frame-frame saat beliau mengemukakan bahwa maksud frame mengandung akar-akar budaya.[2]Ketergantungan konteks frame-frame media ini telah digambarkan sebagai 'resonansi budaya'[11] atau 'kesetiaan naratif'.[12] Sebagai contoh, kebanyakan orang mungkin tidak menyadari frame dalam kisah-kisah tentang pemisahan gereja dan negara karena umumnya media tidak membingkai kisah-kisah tersebut dari sudut pandang agama.[13]

Frame setting

When people are exposed to a novel news frame, they will accept the constructs made applicable to an issue, but they are significantly more likely to do so when they have existing schema for those constructs. This is called the applicability effect. That is, when new frames invite people to apply their existing schema to an issue, the implication of that application depends, in part, on what is in that schema. Therefore, generally, the more the audiences know about issues, the more effective are frames.

There are a number of levels and types of framing effects that have been examined. For example, scholars have focused on attitudinal and behavioral changes, the degrees of perceived importance of the issue, voting decisions, and opinion formations. Others are interested in psychological processes other than applicability. For instance, Iyengar[14] suggested that news about social problems can influence attributions of causal and treatment responsibility, an effect observed in both cognitive responses and evaluations of political leaders, or other scholars looked at the framing effects on receivers' evaluative processing style and the complexity of audience members' thoughts about issues. Frame setting studies also address how frames can affect how someone thinks about an issue (cognitive) or feels about an issue (affective).[15]


  1. ^ a b Druckman, J.N. (2001). "The Implications of Framing Effects for Citizen Competence". Political Behavior. 23 (3): 225–56. doi:10.1023/A:1015006907312. 
  2. ^ a b Goffman, E. (1974). Frame analysis: An essay on the organization of experience. Cambridge, MA: Harvard University Press.
  3. ^ Bryant, J., Thompson, S., & Finklea, B. W. (2013) (May 3, 2012). Fundamentals of media effects. Waveland Press, Inc. ISBN 9781478608196. 
  4. ^ van der Pas, D. (2014). "Making Hay While the Sun Shines: Do Parties Only Respond to Media Attention When The Framing is Right?". Journal of Press/Politics. 19 (1): 42–65. doi:10.1177/1940161213508207. 
  5. ^ This example borrowed from Clifford Geertz: Local Knowledge: Further Essays in Interpretive Anthropology (1983), Basic Books 2000 paperback: ISBN 0-465-04162-0
  6. ^ Goffman offers the example of the woman bidding on a mirror at an auction who first examines the frame and surface for imperfections, and then "checks" herself in the mirror and adjusts her hat. See Goffman, Erving. Frame Analysis: An essay on the organization of experience. Boston: Northeastern University Press, 1986. ISBN 0-930350-91-X, p. 39. In each case the mirror represents more than simply a physical object.
  7. ^ Weaver, David H. (2007). "Thoughts on Agenda Setting, Framing, and Priming". Journal of Communication. 57: 142. doi:10.1111/j.1460-2466.2006.00333.x. 
  8. ^ Scheufele, Dietram A.; Iyengar, Shanto (2014). "The State of Framing Research: A Call for New Directions". Dalam Kenski, Kate; Jamieson, Kathleen Hall. The Oxford Handbook of Political Communication (edisi ke-Online). Oxford University Press. doi:10.1093/oxfordhb/9780199793471.013.47. 
  9. ^ Scheufele, Dietram A.; Tewksbury, David H. (2009). "News framing theory and research". Dalam Bryant, Jennings; Oliver, Mary Beth. Media Effects: Advances in Theory and Research (edisi ke-3rd). Erlbaum. hlm. 17–33. ISBN 9780203877111. 
  10. ^ Rodelo, F. V. (2020). "Antecedents of strategic game and issue framing of local electoral campaigns in the Mexican context". Comunicación y Sociedad. 14 (1): 1. doi:10.32870/cys.v2020.7643. 
  11. ^ Gamson, W. A.; Modigliani, A. (1987). "The changing culture of affirmative action". Dalam Braungart, Richard G.; Braungart, Margaret M. Research in Political Sociology (dalam bahasa Inggris). 3. Greenwich, Conn.; London: JAI Press. hlm. 137–77. ISBN 978-0-89232-752-2. OCLC 495235993. 
  12. ^ Snow, D. A., & Benford, R. D. (1988). Ideology, frame resonance, and participant mobilization. In B. Klandermans, H. Kriesi, & S. Tarrow (Eds.), International social movement research. Vol. 1, From structure on action: Comparing social movement research across cultures (pp. 197–217). Greenwich, CT: JAI Press.
  13. ^ Bryant, J., Thompson, S., & Finklea, B. W. (May 3, 2012). Fundamentals of media effects. Waveland Press, Inc. ISBN 9781478608196. 
  14. ^ Iyengar, S. (1991). Is anyone responsible? How television frames political issues. Chicago: University of Chicago Press.
  15. ^ Bryant, J., Thompson, S., & Finklea, B. W. (May 3, 2012). Fundamentals of media effects. Waveland Press, Inc. ISBN 9781478608196.