Lompat ke isi

Psilosibin

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Struktur kimia Psilocybin
Struktur kimia Psilocybin

Psilosibin adalah senyawa bakal obat psikedelik alami yang diproduksi oleh lebih dari 200 spesies jamur. Produsen paling poten untuk senyawa ini adalah anggota dari genus Psilocybe, seperti P. azurescens, P. semilanceata, dan P. cyanescens tetapi psilosibin juga dapat diisolasi dari sekitar selusin genera lain. Sebagai suatu prodrug (bakal obat), psilosibin dengan cepat diubah oleh tubuh menjadi psilosin, yang memiliki efek memengaruhi mental mirip dengan LSD, meskalin, dan DMT. Secara umum, psilosobin menghasilkan efek antara lain euforia, halusinasi visual dan mental, perubahan persepsi, persepsi waktu yang terdistorsi, dan pengalaman spiritual selain efek samping seperti mual dan serangan panik.

Ilustrasi pada mural dan lukisan batu pra-aksara, yang ditemukan di Spanyol dan Algeria, menunjukkan bahwa manusia sudah lama menggunakan jamur penghasil psilosibin. Di Mesoamerika, jamur-jamur sihir tersebut sudah lama dikonsumsi dalam upacara spiritual dan peramalan sebelum pencatat sejarah bangsa Spanyol mulai mendokumentasikan penggunaannya pada abad ke-16. Pada tahun 1959, kimiawan Swiss Albert Hofmann mengisolasi psilosibin awal yang aktif dari jamur Psilocybe mexicana. Atasan Hoffman, Sandoz, memasarkan psilosibin murni kepada dokter dan psikiater seluruh dunia sebagai bahan psikoterapi psikedelik. Pada akhir 1960-an, aturan hukum tentang obat semakin membatasi penelitian ilmiah tentang efek psilosibin dan halusinogen lain tetapi popularitasnya sebagai enteogen, bahan yang meningkatkan spiritualitas, bertambah pada dekade berikutnya karena meluasnya informasi tentang pembudidayaan jamur psilosibin.

Intensitas dan durasi efek psilosibin beragam, bergantung pada spesies atau kultivar jamur, dosis, faal individu, dan keadaan mental serta lingkungan fisik maupun sosial pengguna, sebagaimana ditunjukkan oleh sejumlah percobaan yang dipimpin oleh Timothy Leary di Universitas Harvard pada awal 1960-an. Setelah ditelan, psilosibin dengan cepat dimetabolisme menjadi psilosin yang memicu aksi pada reseptor serotonin di otak. Efek memengaruhi mental biasanya berlangsung selama 2-6 jam walau pengguna merasa durasi efek jauh lebih lama karena perubahan persepsi waktu. Kepemilikan atas jamur yang mengandung psilosibin dianggap sebagai tindak kriminal di banyak negara dan psilosibin termasuk dalam kategori obat terlarang dalam banyak aturan hukum tentang obat pada tingkat nasional berbagai negara.

Pengalaman mistis

Jamur psilosibin (biasa juga disebut jamur sihir) telah dan masih digunakan dalam berbagai budaya asli di Dunia Baru (Benua-Benua Amerika) baik pada latar keagamaan, peramalan, atau kerohanian. Karena arti kata entheogen ("dewa dalam diri"), jamur sihir dihargai sebagai sakramen kerohanian kuat yang membuka akses ke dunia roh. Jamur ini biasa digunakan dalam komunitas dengan kelompok kecil sebagai perekat kohesi kelompok dan reafirmasi nilai tradisional.[1] Terence McKenna mencatat praktik penggunaan jamur psilosibin di seluruh dunia sebagai etos budaya yang menghubungkan dirinya dengan Bumi dan misteri alam. McKenna berpendapat bahwa jamur memperbesar kesadaran diri dan rasa dekat dengan "Yang Lebih Tinggi" - dalam kata lain, pemahaman yang lebih dalam akan terhubungnya manusia dengan alam.[2]

Obat psikedelik dapat menyebabkan terjadinya keadaan kesadaran yang kemudian meninggalkan makna personal dan kerohanian jangka panjang bagi individu yang religius atau condong kepada hal kerohanian; keadaan ini disebut sebagai pengalaman mistis. Sejumlah ilmuwan berpendapat bahwa banyak sifat pengalaman mistis akibat penggunaan obat tidak dapat dibedakan dari pengalaman mistis yang diperoleh melalui cara yang tidak mengandalkan obat, seperti meditasi atau olah napas holotropik.[3][4] Pada 1960-an Walter Pahnke dan kawan-kawan mengevaluasi pengalaman mistis (yang mereka sebut "kesadaran mistis") secara sistematis dengan membuat kategori ciri umum. Kategori ini, menurut Pahnke, "mendeskripsikan inti pengalaman psikologis yang universal, bebas dari interpretasi teologi atau filsafat yang tergantung pada budaya", dan membantu peneliti menilai pengalaman mistis dalam skala numerik kualitatif.[5]

Pada Percobaan Marsh Chapel tahun 1962, yang diadakan oleh Pahnke di Harvard Divinity School di bawah pengawasan Timothy Leary, hampir semua sukarelawan mahasiswa seminari untuk gelar master yang diberi psilosibin melaporkan pengalaman religius yang dalam.[6] Salah satu partisipan percobaan yakni cendekiawan keagamaan Huston Smith, penulis sejumlah buku cetak tentang perbandingan agama; ia kemudian menggambarkan pengalamannya sebagai "peristiwa kembali ke rumah kosmik paling kuat yang pernah saya alami."[7] Pada penindaklanjutan percobaan setelah 25 tahun, semua subjek penelitian yang diberi psilosibin menggambarkan bahwa mereka mengalami unsur "mistis sesungguhnya dan mendefinisikannya sebagai salah satu titik puncak kehidupan spiritual mereka". Peneliti psikedelik Rick Doblin menganggap penelitian tersebut memiliki bagian yang cacat karena implementasi prosedur double-blind yang tidak benar dan sejumlah pertanyaan tidak presisi pada kuesioner tentang pengalaman mistis. Namun, ia mengatakan bahwa penelitian ini memunculkan "keraguan yang signifikan atas pernyataan bahwa pengalaman mistis dengan katalis obat bersifat inferior dibandingkan pengalaman mistis tanpa obat dalam hal baik isinya secara langsung maupun efek jangka panjangnya". Sentimen ini diulangi kembali oleh psikiater William A. Richards, yang pada tinjauan 2007 menyatakan "penggunaan jamur [psikedelik] dapat menjadi salah satu teknologi yang mendorong terjadinya pengalaman kewahyuan [penyingkapan] yang sekurang-kurangnya serupa dengan pengalaman yang terjadi melalui apa yang disebut sebagai perubahan kimiawi otak secara spontan."[8]

Kelompok peneliti dari Johns Hopkins University School of Medicine yang dipimpin oleh Griffiths mengadakan studi untuk menilai efek psikologis jangka pendek dan panjang pengalaman penggunaan psilosibin. Mereka menggunakan kuesioner tentang pengalaman mistis dan prosedur double-blind yang ketat dalam versi yang telah dimodifikasi.[9] Bersangkutan dengan kemiripan penelitiannya dengan studi oleh Leary, Griffith menjelaskan perbedaan keduanya: "Kami mengadakan penelitian sistematis yang ketat menggunakan psilosibin di bawah kondisi yang dimonitor secara saksama, alur yang Dr. Leary abaikan pada awal 1960-an."[10] Penelitian tersebut didanai oleh Institut Penyalahgunaan Obat Nasional Amerika Serikat (National Institue on Drug Abuse, NIDA), terbit pada 2006, dan disanjung oleh para pakar karena kekuatan desain percobaannya. Pada penelitian tersebut, 36 sukarelawan yang belum pernah menggunakan halusinogen diberikan psilosobin dan metilfenidat (Ritalin) pada sesi yang berbeda; sesi metilfenidat berfungsi sebagai kontrol dan plasebo psikoaktif. Tingkat pengalaman mistis diukur dengan kuesioner yang dibuat oleh Ralph W. Hood;[11] 61% subjek melaporkan "pengalaman mistis total" setelah sesi psilosibin sementara hanya 13% melaporkan hasil serupa setelah sesi metilfenidat. Dua bulan setelah diberi psilosibin, 79% partisipan melaporkan peningkatan kepuasan hidup dan rasa sejahtera yang sedang hingga besar. Sekitar 36% partisipan juga mengalami "pengalaman rasa takut" atau disforia yang kuat hingga ekstrem pada sesi psilosibin, hal ini tidak dilaporkan oleh satupun partisipan pada sesi metilfenidat; sekitar sepertiga dari mereka yang melaporkan disforia (13%) memberitahu bahwa rasa takut ini mendominasi seluruh sesi. Efek negatif ini dilaporkan dapat dengan mudah ditangani oleh peneliti dan tidak memberikan efek negatif jangka panjang pada rasa sejahtera subjek.[12]

Studi lanjutan yang diadakan 14 bulan setelah sesi psilosibin awal mengonfirmasi bahwa partisipan secara lanjut memaknai pengalaman tersebut secara personal dan mendalam. Hampir sepertiga subjek melaporkan bahwa pengalaman tersebut adalah satu-satunya peristiwa paling berarti atau signifikan secara spiritual dalam hidup mereka; lebih dari dua per tiga subjek melaporkan peristiwa tersebut termasuk dalam lima peristiwa paling signifikan secara spiritual dalam hidup mereka. Sekitar dua per tiga subjek mengindikasikan bahwa pengalaman tersebut meningkatkan rasa sejahtera atau kepuasan hidup.[6] Bahkan setelah 14 bulan, mereka yang melaporkan pengalaman mistis mendapatkan nilai dengan rerata 4% lebih tinggi pada personality trait keterbukaan kepada pengalaman; biasanya personality trait bersifat stabil sepanjang umur orang dewasa. Hal yang serupa terjadi pada penelitian (2010) dengan kuesioner berbasis internet yang dirancang untuk meneliti persepsi pengguna terhadap manfaat dan bahaya penggunaan obat halusinogen: 60% dari 503 pengguna psilosibin melaporkan bahwa penggunaan psilosibin memiliki pengaruh positif jangka panjang pada rasa sejahtera.[13][14]

Walau banyak penelitian pada abad ke-21 menyimpulkan bahwa psilosibin dapat menyebabkan pengalaman mistis dengan arti personal dan berpengaruh secara spiritual, tidak semua anggota komunitas kesehatan setuju. Paul R. McHugh, mantan direktur Departemen Psikiatri dan Ilmu Perilaku Johns Hopkins, menanggapi dalam tinjauan buku: "Fakta yang tidak disebutkan dalam The Harvard Psychedelic Club ialah bahwa LSD, psilosibin, meskalin, dan bahan serupa tidak menghasilkan "kesadaran yang lebih tinggi" melainkan sebuah "kesadaran yang lebih rendah" tertentu yang dengan baik dikenal oleh para psikiater dan ahli saraf—yaitu, "delirium toksik"."[15] Menanggapi penolakan McHugh terhadap pandangan bahwa pengalaman mistis menghasilkan pandangan baru, Michael Pollan merujuk kepada Roland Griffiths, peneliti dari Johns Hopkins dan penulis banyak penelitian yang mendapati bahwa banyak partisipan sesungguhnya mengalami hal yang memberikan arti personal yang besar dan berkelanjutan yang menghasilkan perubahan positif berkelanjutan dalam fungsi psikologis.[16][9] Menurut Pollan, Griffiths mengakui bahwa mereka yang menggunakan psilosibin dapat mengalami psikosis sementara tetapi merincikan bahwa pasien yang McHugh gambarkan kemungkinan tidak melaporkan pengalaman mereka bertahun-tahun kemudian: "Waw, itu pengalaman paling hebat dan berarti dalam hidupku."[17] Respons demikian dalam kata lain ialah bahwa menyamakan pengalaman karena psilosibin menghasilkan pandangan menakjubkan secara otomatis dengan pengalaman pasien psikiatrik yang serupa secara dangkal (delirium toksik semata) adalah tidak pantas karena hanya "pandangan baru" yang didapatkan dari pengalaman dengan psilosibin yang dilaporkan sering menghasilkan perubahan berkelanjutan dan bermanfaat yang besar dalam hidup seseorang.

Bentuk sediaan

Walau psilosibin dapat dibuat secara sintetik, bahan yang digunakan di luar penelitian biasanya tidak demikian. Psilosibin terkandung dalam spesies jamur tertentu dan dapat dikonsumsi dengan berbagai cara: dengan konsumsi langsung bagian buah segar atau kering, dengan bentuk teh herbal, atau dengan mencampurkannya ke makanan lain untuk menutup rasa pahit.[18] Pada kasus yang jarang, ekstrak jamur disuntikkan langsung secara intravena.[14]

Efek merugikan

Sebagian besar kejadian penggunaan jamur psikedelik fatal, yang relatif sedikit, yang dilaporkan dalam pustaka melibatkan penggunaan obat lain secara bersamaan, terutama alkohol. Kebanyakan penyebab kebutuhan penanganan medis atas penggunaan jamur psikedelik mungkin termasuk disforia atau reaksi panik, yang memengaruhi individu yang menjadi cemas, bingung, gelisah, atau terdisorientasi secara ekstrem. Kecelakaan, kegiatan menyakiti diri, atau percobaan bunuh diri dapat terjadi pada kasus serius episode psikosis akut.[14] Walau tidak ada penelitian yang menemukan hubungan antara psilosibin dan kecacatan lahir,[19] perempuan hamil dianjurkan agar menghindari penggunaan psilosibin.[20]

Toksisitas

Data toksisitas psilosibin tidak banyak ditemui tetapi pada 2010-an kejadian overdosis jamur psilosibin semakin banyak tercatat. Sebuah analisis jamur, yang digunakan oleh mereka yang harus ditangani oleh tenaga kesehatan karena keracunan psilosibin, menemukan kadar fenetilamin (phenethylamine, PEA) yang tinggi. Hal yang sama ditemukan pada urin mereka yang menggunakan jamur psilosibin. Maka dari itu, terdapat hipotesis bahwa PEA dapat meningkatkan intensitas efek keracunan psilosibin.[21]

Median dosis letal (LD50) pada tikus jika psilosibin diberikan secara oral (ditelan) adalah 280 miligram per kilogram (mg/kg), sekitar 1,5 kali lipat LD50 kafein. Jika psilosibin diberikan secara intravena kepada kelinci, LD50 mendekati 12,5 mg/kg.[22] Jamur Psilocybe cubensis mengandung psilosibin sebanyak sekitar 1% menurut bobot sehingga sekitar 1,7 kg jamur kering, atau 17 kg jamur segar, menyebabkan manusia dengan berat badan 60 kg mengalami hal yang sama seperti tikus yang memiliki LD50 psilosibin sebanyak 280 mg/kg.[14] Berdasarkan penelitian pada hewan, dosis letal (mematikan) psilosibin diperhitungkan menurut ekstrapolasi berjumlah 6 gram, 1000 kali lebih besar daripada dosis efektif 6 mg.[23] Pendaftaran Efek Toksik Bahan Kimia menetapkan bahwa psilosibin memiliki indeks terapi yang relatif tinggi, yaitu 641 (semakin tinggi nilai indeks terapi maka profil keamanannya semakin baik); sebagai perbandingan, indeks terapi aspirin adalah 199 sedangkan nikotin adalah 21.[24] Dosis letal psilosibin pada penggunaan sebagai medikasi atau bahan rekreasi tunggal belum pernah terdokumentasi—hingga 2011, hanya ada dua laporan resmi atas kasus overdosis jamur halusinogen (tanpa penggunaan bahan lain) pada pustaka ilmiah dan mungkin kasus-kasus tersebut melibatkan faktor lain di samping psilosibin.[14]

Psikiatri

Serangan panik dapat terjadi karena konsumsi jamur yang mengandung psilosibin, terutama jika jamur tertelan secara tidak disengaja atau tidak terduga. Reaksi tersebut bercirikan perilaku kekerasan, pemikiran ingin bunuh diri,[25] psikosis seperti pada skizofrenia,[26][27] dan kejang[28] sesuai berbagai pustaka ilmiah. Sebuah survei diadakan di Inggris pada tahun 2005; penelitian tersebut menemukan bahwa hampir seperempat dari mereka yang pernah menggunakan psilosibin dalam jangka waktu satu tahun mengalami serangan panik.[14] Efek merugikan lain yang tidak begitu banyak dilaporkan antara lain paranoia, kebingungan, derealisasi (hilangnya koneksi dengan kenyataan) jangka panjang, dan mania.[13] Penggunaan psilosibin dapat memicu episode gangguan depersonalisasi secara sementara.[29] Penggunaannya oleh mereka yang mengidap skizofrenia dapat memicu episode psikosis akut yang membutuhkan penanganan medis.[30]

Kemiripan gejala yang dipicu oleh psilosibin dengan gejala pada skizofrenia menjadikan senyawa ini sebagai alat penelitian dalam studi perilaku dan pencitraan saraf pada gangguan psikosis skizofrenia.[31][32][33] Pada kedua kasus, gejala psikosis dianggap muncul karena "pembatasan yang kurang terhadap informasi kognitif dan indra" dalam otak yang pada akhirnya memicu "fragmentasi kognitif dan psikosis".[32] Flashback (berulangnya pengalaman sebelumnya dengan psilosibin secara spontan) dapat terjadi lama setelah penggunaan jamur psilosibin. Hallucinogen persisting perception disorder (HPPD) bercirikan adanya gangguan visual berkelanjutan yang mirip dengan gangguan yang muncul karena bahan psikedelik. Flashback maupun HPPD secara umum berhubungan dengan penggunaan psilosibin.[14]

Toleransi dan ketergantungan

Toleransi terhadap psilosibin muncul dan menghilang dengan cepat; konsumsi psilosibin lebih dari satu kali sepekan dapat membuat hilangnya efek psilosibin. Toleransi menghilang setelah beberapa hari sehingga pemberiannya dapat dilakukan dengan jeda beberapa hari agar efek terhindarkan.[34] Toleransi silang dapat terjadi antara psilosibin dan LSD dengan ciri farmakologi yang mirip[35] serta antara psilosibin dan fenetilamin seperti meskalin dan DOM.[36]

Penggunaan berulang psilosibin tidak menyebabkan ketergantungan fisik.[37] Penelitian pada 2008 menyimpulkan bahwa, berdasarkan data Amerika Serikat pada 2000-2002, onset remaja (usia 11-17 tahun) dalam menggunakan obat halusinogen (termasuk psilosibin) tidak meningkatkan risiko ketergantungan obat pada masa dewasa. Hal ini diterangkan dalam perbandingan dengan penggunaan remaja atas ganja, kokain, inhalansia, obat penenang, dan stimulan, yang semuanya berhubungan dengan "risiko besar mengalami gejala klinis ketergantungan obat di kemudian hari".[38] Penelitian di Belanda pada tahun 2010 memeringkatkan bahaya relatif jamur psilosibin dibandingkan dengan 19 obat rekreasi, antara lain alkohol (minuman keras), ganja, kokain, ekstasi, heroin, dan tembakau (bahan rokok). Dalam studi tersebut, jamur psilosibin menempati peringkat obat ilegal dengan bahaya paling rendah,[39] menguatkan kesimpulan yang telah dibuat oleh kelompok pakar dari Inggris.[40]

Farmakologi

Farmakodinamik

Psilosibin dengan cepat mengalami defosforilasi dalam tubuh menjadi psilosin, yang merupakan agonis sejumlah reseptor serotonin, yang juga dikenal sebagai reseptor 5-hidroksitriptamin (5-HT). Pada tikus, psilosin memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor 5-HT2A dan afinitas yang rendah terhadap reseptor 5-HT1, termasuk reseptor 5-HT1A dan 5-HT1D; efek psilosin juga dimediasi oleh reseptor 5-HT2C.[37] Efek psikotomimetik (serupa psikosis) karena psilosin dapat dihentikan dengan mekanisme bergantung-dosis oleh ketanserin, obat antagonis 5-HT2A.[26] Sejumlah bukti menunjukkan bahwa interaksi psilosin dengan reseptor non-5-HT2 juga berperan dalam efek obat secara subjektif dan dalam hal perilaku.[36] Contohnya, psilosin secara tidak langsung meningkatkan kadar neurotransmiter dopamin di basal ganglia dan sebagian gejala psikotomimetik karena psilosin dapat dikurangi oleh haloperidol, antagonis reseptor dopamin nonselektif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat peran dopaminergik tidak langsung dalam munculnya efek psikotomimetik karena psilosin.[41] Psilosibin dan psilosin tidak memiliki afinitas terhadap reseptor D2 dopamin, tidak seperti agonis reseptor 5-HT lain, yaitu LSD.[37] Psilosin berperan sebagai antagonis reseptor H1 dengan afinitas sedang sementara LSD memiliki afinitas lebih rendah. Reseptor serotonin terdapat di banyak bagian otak, antara lain korteks otak besar, dan berperan dalam banyak fungsi, antara lain regulasi suasana hati, motivasi, suhu tubuh, nafsu makan, dan libido.[42] Psilosibin juga menginduksi perubahan glutamat tergantung-region yang dapat menyebabkan pengalaman subjektif disolusi-ego.[43]

Farmakokinetik

Efek obat mulai terjadi pada 10–40 menit setelah psilosibin masuk ke saluran cerna; efek berlangsung selama 2–6 jam tergantung dosis psilosibin, spesies jamur, dan metabolisme individu.[44] Waktu paruh psilosibin yakni 163 ± 64 jika dikonsumsi secara oral (lewat saluran cerna) atau 74.1 ± 19.6 menit jika disuntikkan secara intravena.[37]

Psilosibin dimetamolisme terutama di hati. Dengan dikonversinya psilosibin menjadi psilosin, bahan ini mengalami efek first-pass sehingga kadarnya berkurang sangat banyak sebelum sampai ke sirkulasi sistemik. Psilosin dipecah oleh enzim monoamine oxidase (MAO) menghasilkan sejumlah metabolit yang dapat beredar dalam plasma darah, antara lain 4-hydroxyindole-3-acetaldehyde, 4-hydroxytryptophol, dan 4-hydroxyindole-3-acetic acid.[37] Sebagian psilosin tidak dipecah oleh enzim, mereka kemudian diubah menjadi glukuronida; mekanisme biokimia ini digunakan oleh hewan untuk mengeliminasi zat beracun melalui pengikatannya dengan asam glukuronat dan ekskresi melalui urine.[45][46] Psilosin mengalami glukuronasi dengan enzim glukuronosiltransferase UGT1A9 di hati dan dengan UGT1A10 di usus halus.[47] Berdasarkan penelitian pada hewan, sejumlah 50% psilosibin yang tertelan diabsorbsi melalui lambung dan usus halus. Dalam waktu 24 jam, sekitar 65% psilosibin yang terabsorbsi diekskresi melalui urine dan 15-20% sisanya diekskresi melalui empedu dan tinja. Walaupun sebagian besar sisa obat dieliminasi dengan cara demikian dalam waktu 8 jam, psilosibin masih terdeteksi dalam urine setelah 7 hari.[48] Uji klinis menunjukkan bahwa kadar psilosin dalam plasma darah orang dewasa berjumlah rata-rata 8 µg/liter dalam waktu 2 jam setelah masuknya dosis tunggal oral 15 mg psilosibin;[49] efek psikologis terjadi jika kadar psilosin dalam plasma berjumlah 4–6 µg/liter.[37] Psilosibin bersifat 100 kali kurang poten daripada LSD menurut perbandingan bobot per bobot, efek psikologisnya juga berlangsung separuh waktu dari LSD.[50]

Inhibitor MAO diketahui memperpanjang dan memperbesar efek dimetiltriptamin (DMT), sebuah penelitian menunjukkan bahwa efek psilosibin serupa karena sifat strukturnya yang analog terhadap DMT.[51] Konsumsi alkohol (minuman keras) dapat memperbesar efek psilosibin karena asetaldehida, salah satu metabolit utama dari alkohol, bereaksi dengan amina biogenik yang ada dalam tubuh, menghasilkan inhibitor MAO yang mirip dengan tetrahidroisokuinolin dan β-karbolin.[14] Pengisap rokok juga dapat mengalami efek psilosibin yang lebih besar[14] karena paparan asap tembakau mengurangi aktivitas MAO dalam otak dan organ perifer.[52]

Referensi

  1. ^ Psychedelic medicine : new evidence for hallucinogenic substances as treatments. Michael Winkelman, Thomas B. Roberts. Westport, Conn.: Praeger Publishers. 2007. ISBN 978-0-275-99023-7. OCLC 85813998. 
  2. ^ McKenna, Terence K. (1993). Food of the gods : the search for the original tree of knowledge : a radical history of plants, drugs, and human evolution (edisi ke-Bantam trade pbk ed). New York: Bantam Books. ISBN 0-553-37130-4. OCLC 45078669. 
  3. ^ James, William (1997). The varieties of religious experience : a study in human nature (edisi ke-1st Touchstone ed). New York: Simon & Schuster. ISBN 0-684-84297-1. OCLC 37818928. 
  4. ^ R, Metzner (1998-10). "Hallucinogenic drugs and plants in psychotherapy and shamanism". Journal of psychoactive drugs (dalam bahasa Inggris). 30 (4). doi:10.1080/02791072.1998.10399709. ISSN 0279-1072. PMID 9924839. 
  5. ^ Wn, Pahnke; Wa, Richards (1966 Jul). "Implications of LSD and experimental mysticism". Journal of religion and health (dalam bahasa Inggris). 5 (3). doi:10.1007/BF01532646. ISSN 0022-4197. PMID 24424798. 
  6. ^ a b R, Griffiths; W, Richards; M, Johnson; U, McCann; R, Jesse (2008 Aug). "Mystical-type experiences occasioned by psilocybin mediate the attribution of personal meaning and spiritual significance 14 months later". Journal of psychopharmacology (Oxford, England) (dalam bahasa Inggris). 22 (6). doi:10.1177/0269881108094300. ISSN 0269-8811. PMC 3050654alt=Dapat diakses gratis. PMID 18593735. 
  7. ^ Smith, Huston (2000). Cleansing the doors of perception : the religious significance of entheogenic plants and chemicals. New York: Jeremy P. Tarcher/Putnam. ISBN 1-58542-034-4. OCLC 43286677. 
  8. ^ Richards, William A. (2008-01). "The Phenomenology and Potential Religious Import of States of Consciousness Facilitated by Psilocybin". Archive for the Psychology of Religion (dalam bahasa Inggris). 30 (1): 189–200. doi:10.1163/157361208X317196. ISSN 0084-6724. 
  9. ^ a b Griffiths, R. R.; Richards, W. A.; McCann, U.; Jesse, R. (2006-08). "Psilocybin can occasion mystical-type experiences having substantial and sustained personal meaning and spiritual significance". Psychopharmacology. 187 (3): 268–283; discussion 284–292. doi:10.1007/s00213-006-0457-5. ISSN 0033-3158. PMID 16826400. 
  10. ^ Simpkins, Beth. "Griffiths psilocybin". www.hopkinsmedicine.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2022-01-05. 
  11. ^ Hood, Ralph W. (1975-03). "The Construction and Preliminary Validation of a Measure of Reported Mystical Experience". Journal for the Scientific Study of Religion. 14 (1): 29. doi:10.2307/1384454. 
  12. ^ "Medical News: Psilocybin Viewed as Therapy or Research Tool - in Psychiatry, Addictions from MedPage Today". web.archive.org. 2008-10-05. Diakses tanggal 2022-01-05. 
  13. ^ a b Carhart-Harris, R. L.; Nutt, D. J. (2010-08). "User perceptions of the benefits and harms of hallucinogenic drug use: A web-based questionnaire study". Journal of Substance Use (dalam bahasa Inggris). 15 (4): 283–300. doi:10.3109/14659890903271624. ISSN 1465-9891. 
  14. ^ a b c d e f g h i Amsterdam, Jan van; Opperhuizen, Antoon; Brink, Wim van den (2011-04). "Harm potential of magic mushroom use: A review". Regulatory Toxicology and Pharmacology (dalam bahasa Inggris). 59 (3): 423–429. doi:10.1016/j.yrtph.2011.01.006. 
  15. ^ "The Harvard Psychedelic Club, by Don Lattin - Commentary". web.archive.org. 2019-04-10. Diakses tanggal 2022-01-05. 
  16. ^ Griffiths, Roland R.; Johnson, Matthew W.; Richards, William A.; Richards, Brian D.; Jesse, Robert; MacLean, Katherine A.; Barrett, Frederick S.; Cosimano, Mary P.; Klinedinst, Maggie A. (2018-01). "Psilocybin-occasioned mystical-type experience in combination with meditation and other spiritual practices produces enduring positive changes in psychological functioning and in trait measures of prosocial attitudes and behaviors". Journal of Psychopharmacology (Oxford, England). 32 (1): 49–69. doi:10.1177/0269881117731279. ISSN 1461-7285. PMC 5772431alt=Dapat diakses gratis. PMID 29020861. 
  17. ^ "How to Change Your Mind | Annotated Summary — Trippingly.Net". web.archive.org. 2019-11-01. Diakses tanggal 2022-01-05. 
  18. ^ Hallucinogenic mushrooms : an emerging trend case study : EMCDDA Thematic papers. Roumen Sedefov, Deborah Olszewski, Jennifer Hillebrand, European Monitoring Centre for Drugs and Drug Addiction. Lisbon: EMCDDA. 2006. ISBN 92-9168-249-7. OCLC 1044322885. 
  19. ^ Pagliaro, Louis A. (2012). Handbook of child and adolescent drug and substance abuse : pharmacological, developmental, and clinical considerations. Ann M. Pagliaro. Hoboken, N.J.: John Wiley and Sons. ISBN 978-0-470-63906-1. OCLC 707710851. 
  20. ^ Drugs during pregnancy and lactation : handbook of prescription drugs and comparative risk assessment : with updated information on recreational drugs, diagnostic procedures, vaccinations, poisoning, workplace and environmental contaminants, and breastfeeding during infectious disease. Christof Schaefer (edisi ke-1st ed). Amsterdam: Elsevier. 2001. ISBN 978-0-444-50763-1. OCLC 53325604. 
  21. ^ Reinert, Justin P.; Colunga, Kayla; Etuk, Alexandria; Richardson, Victoria; Dunn, Rebecca L. (2020-08). "Management of overdoses of salvia, kratom, and psilocybin mushrooms: a literature review". Expert Review of Clinical Pharmacology. 13 (8): 847–856. doi:10.1080/17512433.2020.1794811. ISSN 1751-2441. PMID 32648791. 
  22. ^ The Merck index : an encyclopedia of chemicals, drugs, and biologicals. Maryadele J. O'Neil (edisi ke-13th ed). Whitehouse Station, N.J.: Merck. 2001. ISBN 0-911910-13-1. OCLC 52301949. 
  23. ^ Gable, Robert S. (2004-06). "Comparison of acute lethal toxicity of commonly abused psychoactive substances". Addiction (Abingdon, England). 99 (6): 686–696. doi:10.1111/j.1360-0443.2004.00744.x. ISSN 0965-2140. PMID 15139867. 
  24. ^ Inner paths to outer space : journeys to alien worlds through psychedelics and other spiritual technologies. Rick Strassman. Rochester, Vt.: Park Street Press. 2008. ISBN 978-1-59477-224-5. OCLC 190872398. 
  25. ^ Peden, N. R.; Pringle, S. D.; Crooks, J. (1982-10). "The problem of psilocybin mushroom abuse". Human Toxicology. 1 (4): 417–424. doi:10.1177/096032718200100408. ISSN 0144-5952. PMID 7173927. 
  26. ^ a b Vollenweider, F. X.; Vollenweider-Scherpenhuyzen, M. F.; Bäbler, A.; Vogel, H.; Hell, D. (1998-12-01). "Psilocybin induces schizophrenia-like psychosis in humans via a serotonin-2 agonist action". Neuroreport. 9 (17): 3897–3902. doi:10.1097/00001756-199812010-00024. ISSN 0959-4965. PMID 9875725. 
  27. ^ Hyde, C.; Glancy, G.; Omerod, P.; Hall, D.; Taylor, G. S. (1978-06). "Abuse of indigenous psilocybin mushrooms: a new fashion and some psychiatric complications". The British Journal of Psychiatry: The Journal of Mental Science. 132: 602–604. doi:10.1192/bjp.132.6.602. ISSN 0007-1250. PMID 566144. 
  28. ^ Mack, R. B. (1983-10). "Phenomenally phunny phungi--psilocybin toxicity". North Carolina Medical Journal. 44 (10): 639–640. ISSN 0029-2559. PMID 6580536. 
  29. ^ Simeon, Daphne (2004). "Depersonalisation disorder: a contemporary overview". CNS drugs. 18 (6): 343–354. doi:10.2165/00023210-200418060-00002. ISSN 1172-7047. PMID 15089102. 
  30. ^ Nielen, Roman J.; van der Heijden, Frank M. M. A.; Tuinier, Siegfried; Verhoeven, Willem M. A. (2004-01). "Khat and mushrooms associated with psychosis". The World Journal of Biological Psychiatry: The Official Journal of the World Federation of Societies of Biological Psychiatry. 5 (1): 49–53. doi:10.1080/15622970410029908. ISSN 1562-2975. PMID 15048636. 
  31. ^ Geyer, M. A. (1998-07). "Behavioral studies of hallucinogenic drugs in animals: implications for schizophrenia research". Pharmacopsychiatry. 31 Suppl 2: 73–79. doi:10.1055/s-2007-979350. ISSN 0176-3679. PMID 9754837. 
  32. ^ a b Vollenweider, F. X.; Geyer, M. A. (2001-11-15). "A systems model of altered consciousness: integrating natural and drug-induced psychoses". Brain Research Bulletin. 56 (5): 495–507. doi:10.1016/s0361-9230(01)00646-3. ISSN 0361-9230. PMID 11750795. 
  33. ^ Geyer, Mark A.; Vollenweider, Franz X. (2008-09). "Serotonin research: contributions to understanding psychoses". Trends in Pharmacological Sciences. 29 (9): 445–453. doi:10.1016/j.tips.2008.06.006. ISSN 0165-6147. PMID 19086254. 
  34. ^ Nicholas, L. G. (2006). Psilocybin mushroom handbook : easy indoor & outdoor cultivation. Kerry Ogamé. [Oakland, Calif.]: Quick American. ISBN 0-932551-71-8. OCLC 68626880. 
  35. ^ Passie, Torsten; Halpern, John H.; Stichtenoth, Dirk O.; Emrich, Hinderk M.; Hintzen, Annelie (2008). "The pharmacology of lysergic acid diethylamide: a review". CNS neuroscience & therapeutics. 14 (4): 295–314. doi:10.1111/j.1755-5949.2008.00059.x. ISSN 1755-5949. PMC 6494066alt=Dapat diakses gratis. PMID 19040555. 
  36. ^ a b Halberstadt, Adam L.; Geyer, Mark A. (2011-09). "Multiple receptors contribute to the behavioral effects of indoleamine hallucinogens". Neuropharmacology. 61 (3): 364–381. doi:10.1016/j.neuropharm.2011.01.017. ISSN 1873-7064. PMC 3110631alt=Dapat diakses gratis. PMID 21256140. 
  37. ^ a b c d e f Passie, Torsten; Seifert, Juergen; Schneider, Udo; Emrich, Hinderk M. (2002-10). "The pharmacology of psilocybin". Addiction Biology. 7 (4): 357–364. doi:10.1080/1355621021000005937. ISSN 1355-6215. PMID 14578010. 
  38. ^ Chen, Chuan-Yu; Storr, Carla L.; Anthony, James C. (2009-03). "Early-onset drug use and risk for drug dependence problems". Addictive Behaviors. 34 (3): 319–322. doi:10.1016/j.addbeh.2008.10.021. ISSN 1873-6327. PMC 2677076alt=Dapat diakses gratis. PMID 19022584. 
  39. ^ van Amsterdam, Jan; Opperhuizen, Antoon; Koeter, Maarten; van den Brink, Wim (2010). "Ranking the harm of alcohol, tobacco and illicit drugs for the individual and the population". European Addiction Research. 16 (4): 202–207. doi:10.1159/000317249. ISSN 1421-9891. PMID 20606445. 
  40. ^ Nutt, David J.; King, Leslie A.; Phillips, Lawrence D.; Independent Scientific Committee on Drugs (2010-11-06). "Drug harms in the UK: a multicriteria decision analysis". Lancet (London, England). 376 (9752): 1558–1565. doi:10.1016/S0140-6736(10)61462-6. ISSN 1474-547X. PMID 21036393. 
  41. ^ Coull, Jennifer T; Cheng, Ruey-Kuang; Meck, Warren H (2011-01). "Neuroanatomical and Neurochemical Substrates of Timing". Neuropsychopharmacology (dalam bahasa Inggris). 36 (1): 3–25. doi:10.1038/npp.2010.113. ISSN 0893-133X. PMC 3055517alt=Dapat diakses gratis. PMID 20668434. 
  42. ^ Jr, J. D. Adams. "Chemical Interactions with Pyramidal Neurons in Layer 5 of the Cerebral Cortex: Control of Pain and Anxiety". Current Medicinal Chemistry (dalam bahasa Inggris). 16 (27): 3476–3479. doi:10.2174/092986709789057626. 
  43. ^ Mason, N. L.; Kuypers, K. P. C.; Müller, F.; Reckweg, J.; Tse, D. H. Y.; Toennes, S. W.; Hutten, N. R. P. W.; Jansen, J. F. A.; Stiers, P. (2020-11). "Me, myself, bye: regional alterations in glutamate and the experience of ego dissolution with psilocybin". Neuropsychopharmacology (dalam bahasa Inggris). 45 (12): 2003–2011. doi:10.1038/s41386-020-0718-8. ISSN 0893-133X. PMC 7547711alt=Dapat diakses gratis. PMID 32446245. 
  44. ^ Stamets, Paul (1996). Psilocybin mushrooms of the world : an identification guide. Berkeley, Calif.: Ten Speed Press. ISBN 0-89815-839-7. OCLC 34514700. 
  45. ^ Grieshaber, Alison F.; Moore, Karla A.; Levine, Barry (2001-05-01). "The Detection of Psilocin in Human Urine". Journal of Forensic Sciences (dalam bahasa Inggris). 46 (3): 15014J. doi:10.1520/JFS15014J. 
  46. ^ Hasler, Felix; Bourquin, Daniel; Brenneisen, Rudolf; Vollenweider, Franz X (2002-09). "Renal excretion profiles of psilocin following oral administration of psilocybin: a controlled study in man". Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis (dalam bahasa Inggris). 30 (2): 331–339. doi:10.1016/S0731-7085(02)00278-9. 
  47. ^ Meyer, Markus R; Maurer, Hans H (2011-02). "Absorption, distribution, metabolism and excretion pharmacogenomics of drugs of abuse". Pharmacogenomics (dalam bahasa Inggris). 12 (2): 215–233. doi:10.2217/pgs.10.171. ISSN 1462-2416. 
  48. ^ Matsushima, Yoshihiro; Eguchi, Fumio; Kikukawa, Tadahiro; Matsuda, Takahide (2009). "Historical overview of psychoactive mushrooms". Inflammation and Regeneration. 29 (1): 47–58. doi:10.2492/inflammregen.29.47. ISSN 1880-9693. 
  49. ^ Baselt, Randall C. (2008). Disposition of toxic drugs and chemicals in man (edisi ke-8th ed). Foster City, Ca: Biomedical Publications. hlm. 1346–1348. ISBN 978-0-9626523-7-0. OCLC 243548756. 
  50. ^ Cole, Spencer M. (2006). New Research on Street Drugs (dalam bahasa Inggris). Nova Publishers. hlm. 167–186. ISBN 978-1-59454-961-8. 
  51. ^ Beck, Olof; Helander, Anders; Karlson-Stiber, Christine; Stephansson, Nikolai (1998-01-01). "Presence of Phenylethylamine in Hallucinogenic Psilocybe Mushroom: Possible Role in Adverse Reactions". Journal of Analytical Toxicology (dalam bahasa Inggris). 22 (1): 45–49. doi:10.1093/jat/22.1.45. ISSN 1945-2403. 
  52. ^ Amsterdam, Jan van; Talhout, Reinskje; Vleeming, Wim; Opperhuizen, Antoon (2006-10). "Contribution of monoamine oxidase (MAO) inhibition to tobacco and alcohol addiction". Life Sciences (dalam bahasa Inggris). 79 (21): 1969–1973. doi:10.1016/j.lfs.2006.06.010.