Lompat ke isi

Bediding

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 18 Januari 2022 10.54 oleh RXerself (bicara | kontrib) (anekdot)

Bediding (bahasa Jawa: ꦧꦼꦣꦶꦣꦶꦁ bedhidhing)[1] adalah istilah untuk menyebut perubahan suhu yang mencolok khususnya di awal musim kemarau. Suhu udara menjadi sangat dingin menjelang malam hingga pagi, sementara di siang hari suhu melonjak hingga panas menyengat. Perubahan suhu yang demikian terjadi selama tiga hingga empat bulan dan selalu pada pertengahan tahun antara bulan Juni sampai Agustus.[2] Bediding juga dikenal sebagai musim bediding yang merupakan musim peralihan dari musim hujan ke musim kemarau.[3]

Perubahan suhu

Lapisan es di permukaan daun pada saat periode bediding di Dataran Tinggi Dieng

Daerah tropis memiliki suhu hangat yang biasanya mempunyai suhu diatas 22 °C. Namun, pada musim bediding, suhu udara di beberapa tempat di Pulau Jawa bisa turun drastis. Misalnya suhu di Kota Malang pada tahun 2013 mencapai 17,5 °C di pagi hari.[4] Di Kota Bandung, suhu menyentuh angka 15 °C pada Juli 2018,[5] suhu di Kota Yogyakarta juga turun menjadi sekitar 17 °C pada dini hari,[6] sedangkan di Kota Kebumen, Jawa Tengah pada dini hari Juni 2010 suhunya tembus 15 °C.[6] Bahkan, di Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah serta Dataran Tinggi Tengger, Probolinggo, Jawa Timur suhu udara pada musim bediding tahun 2018 mencapai -4 °C,[7][8] sehingga sesekali terdapat hamparan salju tipis saat pagi hari karena embun yang membeku.[9] Karena bediding terjadi pada musim kemarau, hampir dipastikan tidak ada hujan selama periode ini.

Waktu dan proses terjadi

Pergerakan semu matahari

Periode bediding terjadi sekitar bulan Juli hingga Agustus.[10] Musim Bediding terjadi karena pada bulan-bulan tersebut, posisi matahari berada pada posisi terjauh di sebelah utara garis khatulistiwa sehingga menyebabkan belahan bumi sebelah utara menjadi panas dan belahan bumi selatan menjadi dingin. Letak pulau Jawa yang berada di sebelah selatan garis khatulistiwa menyebabkan pulau Jawa menjadi lebih dingin daripada biasanya. Angin musim dingin dari Australia juga turut andil menjadikan pulau Jawa menjadi lebih dingin.

Praktisi Cuaca dan Kelautan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Maritim Tanjung Perak Surabaya, Eko Prasetyo, menjelaskan, saat posisi pergerakan semu matahari tepat di 23,5° Lintang Utara (LU), belahan bumi selatan khususnya Australia memasuki musim dingin. Angin yang bertiup dari Benua Australia atau angin dari Timur dan Tenggara juga memengaruhi suhu udara sebagian besar wilayah di Indonesia. Berdasarkan catatan data base BMG Maritim, suhu minimum yang pernah dicapai tujuh tahun terakhir (sebelum tahun 2007) adalah 19 °C pada tanggal 1 Juni 2004.[11]

Pelepasan kalor ke luar angkasa

Menurut Subekti, Kepala Stasiun Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Karangploso, Malang, suhu udara dingin ini dipengaruhi siklus musim kemarau yang menyebabkan terjadinya pelepasan energi bumi langsung ke daerah yang lebih tinggi, sedangkan pada musim penghujan, panas bumi tertahan awan sehingga dipantulkan kembali ke bumi dan suhu udara menjadi lebih panas dibandingkan musim kemarau.[4] Puguh D., prakirawan BMG Juanda, menjelaskan bahwa fenomena dingin yang dirasakan di sebagian wilayah Indonesia juga dipengaruhi jumlah awan di langit akibat musim kemarau. Karena hampir tidak ada awan saat malam hari, radiasi matahari yang diserap bumi saat siang hari akan kembali ke atas tanpa ada halangan awan sehingga suhu menjadi dingin.[11]

Dampak bediding terhadap pertanian dan peternakan

Pranata mangsa

Menurut Pranata mangsa, suhu menurun dan terasa dingin (bediding) terjadi pada periode Mareng-Terang (antara 12 Mei hingga 21 Juni) yang panjangnya adalah 41 hari. Periode ini adalah saat yang tepat untuk menanam palawija; nila, kapas, serta menggarap tegalan untuk menanam jagung.[12]

Peternakan

Menurut Prof Kamiso HN, wabah penyakit pada perikanan sering muncul berhubungan dengan musim. Pada saat musim kemarau, sekitar Juli sampai September, sering muncul berbagai penyakit yang bersifat endemik dan oportunistik. Contohnya Aeromonas hydrophila (MAS), Pseudomonas sp. (BHS), Mycobacterium sp (Mycobacteriosis), dan Ichthyophthirius multifiliis (Ich). Hal tersebut disebabkan keterbatasan persediaan air sehingga kualitas air menurun, bersamaan dengan suhu air yang menjadi rendah. Di belahan bumi selatan Indonesia, musim kemarau bersamaan dengan musim “dingin” (bediding). Penurunan suhu udara akan menurunkan suhu air sehingga ikan menjadi stres, nafsu makan dan daya tahan tubuh menurun.[13]

Perubahan suhu kolam lele yang drastis antara siang dan malam hari selama periode bediding akan menyebabkan penyakit whitespot yang dapat mengakibatkan kematian pada lele. Selain itu, lele mudah terserang banyak penyakit ketika suhu kolam kurang dari 25 °C.[14]

Lihat pula

Referensi

Pranala luar