Kadipatèn Mangkunagaran
Kadipatèn Mangkunagaran ꦟꦒꦫꦶꦑꦢꦶꦥꦠꦺꦤ꧀ꦩꦁꦏꦸꦤꦒꦫꦤ꧀ Nagari Kadipatèn Mangkunagaran | |||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1800–1817 | |||||||||||
Wilayah Mangkunegaran 1800 di sebelah selatan dan arah utara. | |||||||||||
Ibu kota | Kabupaten Kota Mangkunegaran | ||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Jawa | ||||||||||
Agama | |||||||||||
Pemerintahan | Monarki | ||||||||||
Adipati | |||||||||||
• 1757-1795 | Mangkunegara I | ||||||||||
• 1795-1835 | Mangkunegara II | ||||||||||
• 1916-1944 | Mangkunegara VII | ||||||||||
• 1944-1987
(1946 status diturunkan) | Mangkunegara VIII | ||||||||||
• 1987-2021 | Mangkunegara IX | ||||||||||
• 2022-sekarang | Mangkunegara X | ||||||||||
Sejarah | |||||||||||
1800 | |||||||||||
• Pengundangan Penetapan Pemerintah No. 16/SD Tahun 1946 (pembekuan) | 1817 | ||||||||||
Situs web resmi www | |||||||||||
| |||||||||||
Sekarang bagian dari | Kota Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia | ||||||||||
Kadipaten Mangkunagaran (bahasa Jawa: ꦑꦢꦶꦥꦠꦺꦤ꧀ꦩꦁꦏꦸꦤꦒꦫꦤ꧀, translit. Kadipatèn Mangkunagaran) adalah sebuah kadipaten otonom yang pernah berkuasa di wilayah Surakarta sejak 1757 sampai dengan 1946. Penguasanya adalah merupakan bagian dari Wangsa Mataram, yang dimulai dari Mangkunagara I (Raden Mas Said). Meskipun berstatus otonom yang sama dengan tiga kerajaan pecahan Mataram lainnya, penguasa Mangkunegaran tidak memiliki otoritas yang sama tinggi dengan Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Penguasanya tidak berhak menyandang gelar Susuhunan ataupun Sultan melainkan Adipati.
Pendirian dan wilayah
Satuan politik ini dibentuk berdasarkan Perjanjian Salatiga yang ditandatangani pada tanggal 17 Maret 1757 di Salatiga sebagai solusi atas perlawanan yang dilakukan Raden Mas Said terhadap Sunan Pakubuwana III, penguasa Kasunanan Surakarta yang telah terpecah akibat Perjanjian Giyanti, dua tahun sebelumnya.[1]
Berdasarkan Perjanjian Salatiga, Raden Mas Said diberi hak untuk menguasai wilayah timur dan selatan sisa wilayah Mataram sebelah timur. Jumlah wilayah ini secara relatif adalah 49% wilayah Kasunanan Surakarta setelah tahun 1830, yaitu pada saat berakhirnya Perang Diponegoro atau Perang Jawa. Wilayah itu kini mencakup bagian utara Kota Surakarta (Kecamatan Banjarsari, Surakarta), seluruh wilayah Kabupaten Karanganyar, seluruh wilayah Kabupaten Wonogiri, dan sebagian dari wilayah Kecamatan Ngawen dan Semin di Kabupaten Gunung Kidul[butuh rujukan].
Kekuasaan politik
Secara tradisional penguasanya disebut Mangkunegara. Raden Mas Said merupakan Mangkunegara I. Penguasa Mangkunegaran berkedudukan di Pura Mangkunegaran, yang terletak di Kota Surakarta. Penguasa Mangkunegaran, berdasarkan perjanjian pembentukannya, berhak menyandang gelar Adipati (secara formal disebut Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara Senopati Ing Ayudha Sudibyaningprang) tetapi tidak berhak menyandang gelar Sunan ataupun Sultan. Mangkunegaran merupakan Kadipaten, sehingga posisinya lebih rendah daripada Kasunanan dan Kasultanan. Status yang berbeda ini tercermin dalam beberapa tradisi yang masih berlaku hingga sekarang, seperti jumlah penari bedaya yang tujuh, bukan sembilan seperti pada Kasunanan Surakarta. Namun, berbeda dari Kadipaten pada masa-masa sebelumnya, Mangkunegaran memiliki otonomi yang sangat luas karena berhak memiliki tentara sendiri yang independen dari Kasunanan.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Mangkunegara VIII (penguasa pada waktu itu) menyatakan bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia pada September 1946. Setelah terjadi revolusi sosial di Surakarta (1945-1946), Mangkunegaran kehilangan kedaulatannya sebagai satuan politik. Walaupun demikian Pura Mangkunegaran dan Mangkunegara masih tetap menjalankan fungsinya sebagai penjaga budaya. Setelah Mangkunegara VIII mangkat, karena putra pertamanya RM. Raditya telah mendahului wafat ia digantikan oleh putra ke duanya RM. Sudjiwa Kusuma yang bergelar Mangkunegara IX.
Para penguasa Mangkunegaran tidak berhak dimakamkan di Astana Imogiri melainkan di Astana Mangadeg dan Astana Girilayu, yang terletak di lereng Gunung Lawu. Perkecualian adalah lokasi makam Mangkunegara VI, yang dimakamkan di tempat tersendiri.
Warna resmi bendera Mangkunagaran adalah hijau dan kuning emas serta dijuluki pareanom (pare muda), yang dapat dilihat pada lambang, bendera, pataka, serta samir yang dikenakan abdi dalem atau kerabat istana.
Daftar Adipati Mangkunegara
Nama |
Jangka hidup |
Awal memerintah |
Akhir memerintah |
Keterangan |
Keluarga |
Gambar |
Mangkunegara I Raden Mas Said |
7 April 1725 – 8 Desember 1795 (umur 70) | 28 Desember 1757 | 23 Desember 1795 | Anak dari Putra Mahkota Pangeran Mangkunagara dan Cucu dari Amangkurat IV | ||
Mangkunegara II Raden Mas Sulomo |
5 Januari 1768 – 17 Januari 1836 (umur 68) | 1795 | 1835 | Cucu dari anak laki-laki Mangkunegara I | ||
Mangkunegara III Raden Mas Sarengat |
16 Januari 1803 - 27 Januari 1853 (umur 50) | 29 Januari 1835 | 27 Januari 1853 | Cucu dari anak perempuan Mangkunegara II | ||
Mangkunegara IV Raden Mas Sudira |
3 Maret 1811 - 1881 (±umur 70) | 1853 | 1881 | Cucu dari anak perempuan Mangkunegara II [2] | ||
Mangkunegara V Raden Mas Sunito |
16 April 1855 - 2 Oktober 1896 (umur 41) | 1881 | 1896 | Anak dari Mangkunegara IV | ||
Mangkunegara VI Raden Mas Suyitno |
1 Maret 1857 - 25 Juni 1928 (umur 71) | 21 November 1896 | 11 Januari 1916 | Saudara dari Mangkunegara V | ||
Mangkunegara VII Raden Mas Soerjo Soeparto |
12 November 1885 – 19 Juli 1944 (umur 58) | 1916 | 1944 | Anak dari Mangkunegara V | ||
Mangkunegara VIII Raden Mas Hamidjojo Saroso |
7 April 1925 – 2 Agustus 1987 (umur 62) | 1944 | 1987 | Anak dari Mangkunegara VII | ||
Mangkunegara IX Raden Mas Soedjiwo Koesoemo |
18 Agustus 1951 - 13 Agustus 2021 (umur 69) | 1987 | 13 Agustus 2021 | Anak dari Mangkunegara VIII | ||
Mangkunegara X Gusti Pangeran Haryo Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo |
29 Maret 1997 (umur 25) | 12 Maret 2022 | Sekarang | Anak dari Mangkunegara IX |
Administrasi pemerintahan
Pada awal pendiriannya, struktur pemerintahan masih sederhana, mengingat lahan yang dikuasai berstatus "tanah lungguh" (apanage) dari Kasunanan Surakarta.[3] Ada dua jabatan Pepatih Dalem, masing-masing bertanggung jawab untuk urusan istana dan pemerintahan wilayah. Selain itu, Mangkunagara I sebagai Adipati Anom membawahi sejumlah Tumenggung (komandan satuan prajurit).[4]
Pada masa pemerintahan Mangkunegara II, situasi politik berubah. Status kepemilikan tanah beralih dari tanah lungguh menjadi tanah vazal yang bersifat diwariskan turun-temurun.[5] Hal ini memungkinkan otonomi yang lebih tinggi dalam pengelolaan wilayah. Perluasan wilayah juga terjadi sebanyak 1500 karya. Perubahan ini membuat diubahnya struktur jabatan langsung di bawah Adipati Anom dari dua menjadi tiga, dengan sebutan masing-masing adalah Patih Jero (Menteri utama urusan domestik istana), Patih Jaba (Menteri Utama urusan wilayah), dan Kapiten Ajudan (Menteri urusan kemiliteran).
Semenjak pemerintah Mangkunegara III, struktur pemerintahan menjadi tetap dan relatif lebih kompleks. Raja (Adipati Anom) semakin mandiri dalam hubungan dengan Kasunanan. Wilayah praja dibagi menjadi tiga Kabupaten Anom (Karanganyar, Wonogiri, dan Malangjiwan) yang masing-masing dipimpin oleh seorang Wedana Gunung.[6] Ketiga Wedana Gunung merupakan bawahan seorang Patih. Patih bertanggung jawab kepada Adipati Anom. Di bawah setiap Kabupaten Anom terdapat sejumlah Panewuh.
Penyatuan administrasi bulan Agustus 1873 membuat pemerintahan otonom Mangkunegaran harus terintegrasi dengan pemerintahan residensial dari pemerintah Belanda. Wilayah Mangkunegaran dibagi menjadi empat Kabupaten Anom (Kota Mangkunegaran, Karanganyar, Wonogiri, dan Baturetno) yang masing-masing membawahi desa/kampung.[7]
Lihat pula
Referensi
- ^ Dhian Lestari Hastuti, Imam Santosa, Achmad Syarief (2020). "Indis Style Sebagai Representasi Kadipaten Mangkunegaran di Surakarta". Gestalt. Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Pembangunan Nasional "Veteran", Jawa Timur. 2 (2): 148. ISSN 2657-1641.
- ^ www.mangkunegara4.org
- ^ Soedarmono, Warto, Susanto, Supariadi, W.W. Wardoyo, I. Febriary S. 2011. Tata Pemerintahan Mangkunegaran. Penerbit Balai Pustaka dan Yayasan Suryasumirat. Jakarta. Hal. 42.
- ^ Soedarmono et al. 2011. Ibid. Hal. 129.
- ^ Soedarmono et al. 2011. Ibid. Hal. 131.
- ^ Soedarmono et al. 2011. Ibid. Hal. 133.
- ^ Soedarmono et al. 2011. Ibid. Hal. 122
Pranala luar
Didahului oleh: Kasunanan Surakarta |
Kadipaten Mangkunagaran 1757-1945 |
Diteruskan oleh: Provinsi Surakarta |