Tutur Tinular (seri televisi 1996)
Tutur Tinular | |
---|---|
Genre | Epos Laga |
Pembuat | Genta Buana Pitaloka |
Berdasarkan | Tutur Tinular |
Ditulis oleh | Imam Tantowi |
Sutradara | Muchlis Raya |
Pemeran | Anto Wijaya Murti Sari Dewi Li Yun Juan Deivy Zulyanti Nasution Piet Ermas Agus Kuncoro |
Pengisi suara | Sanggar Prathivi |
Narator | S. Tidjab |
Negara asal | Indonesia |
Bahasa asli | Indonesia |
Jmlh. musim | 2 |
Jmlh. episode | 50 (versi RTV) 27 (versi FTV) |
Produksi | |
Produser | Budhi Sutrisno |
Lokasi produksi | Jakarta |
Pengaturan kamera | Prof. Mu Tik Yen |
Rumah produksi | Genta Buana Pitaloka |
Distributor | Genta Buana Pitaloka |
Rilis asli | |
Rilis | 25 Oktober 1996 – 24 April 1999 |
Tutur Tinular merupakan sebuah sinetron kolosal produksi PT. Genta Buana Pitaloka/Genta Buana Paramita pada tahun 1996. Serial ini disutradarai oleh Muchlis Raya dan skenario ditulis oleh Imam Tantowi.
Pemeran
- Anto Wijaya sebagai Arya Kamandanu
- Piet Ermas sebagai Arya Dwipangga/Pendekar Syair Berdarah
- Deivy Zulyanti Nasution sebagai Nari Ratih
- Murti Sari Dewi sebagai Sakawuni
- Lamting sebagai Loe Shih Shan
- Agus Kuncoro sebagai Raden Wijaya/Prabu Kertarajasa Jayawardhana
- Chairil J.M. sebagai Mpu Ranubhaya
- Hendra Cipta sebagai Mpu Hanggareksa
- Syaiful Anwar sebagai Mpu Tong Bajil
- Anika Hakim sebagai Dewi Sambi
- Tizar Purbaya sebagai Prabu Kertanagara
- Piet Pagau sebagai Prabu Jayakatwang (Musim 1) & Mpu Lunggah (Musim 2)
- Nungki Kusumastuti sebagi Nararya Turukbali
- Hadi Leo sebagai Lembu Sora
- Herbi Latupeirissa sebagai Ranggalawe
- Candy Satrio sebagai Patih Nambi
- Rayvaldo Luntungan sebagai Rakai Dukut & Dyah Halayudha
- Rizal Muhaimin sebagai Raden Ardharaja (Musim 1) dan Ra Tanca (Musim 2)
- Johan Saimima sebagai Patih Kebo Mundarang
- Yoga Pratama sebagai Jayanagara remaja
- Irgi Ahmad Fahrezi sebagai Prabu Jayanagara
- Hans Wanaghi sebagai Meng Chi
- Wingky Harun sebagai Ki Ramparowang
- Dian Sitoresmi sebagai Nini Ragarunting
- Lilis Suganda sebagai Ayu Pupuh/Dewi Tunjung Biru
- Teddy Uncle sebagai Pranaraja (Musim 1) dan Mpu Wahana (Musim 2)
- Rizal Djibran sebagai Ra Kuti
- Febriyanti sebagai Gayatri
- Niken Ayu sebagai Tribhuwana Wijayatunggadewi kecil
- Dhini Aminarti sebagai Tribhuwana Wijayatunggadewi
- Fiscarina sebagai Dyah Wiyat
- Yuni Sulistyawati sebagai Palastri (Musim 1), Luh Jinggan (Musim 2) & Sitangsu (Musim 2)
- Wulan Guritno sebagai Praharsini
- Trixie Fadriane Etheim sebagai Ayu Wandira kecil
- Suzanna Meilia sebagai Sunggi (Musim 1), Dyah Dara Pethak (Musim 2), & Ayu Wandira dewasa (Musim 2)
- Benny Burnama sebagai Ki Pamungsu
- Bambang Suryo sebagai Arya Wiraraja
- Rendy Ricky Bramasta sebagai Banyak Kapuk
- Deonardus sebagai Jambunada
- M. Iqbal sebagai Panji Ketawang kecil
- Sawung Sembadha sebagai Panji Ketawang remaja
- Rizal Fadli sebagai tokoh figuran (Musim 1), Balunghura (Musim 1), Sado (Musim 2), & Panji Ketawang dewasa (Musim 2)
- Eddy Dhosa sebagai Kuda Prana
- Risdo Alaro Matondang sebagai Gajah Mada
- Rifki Alfarez sebagai Cakradara
- Hendri Hendarto sebagai Kudamerta
- David Macpal sebagai Dangdi
- Anne J. Cotto sebagai Mertaraga
- Irman F.R. Heryana sebagai Lanang Dhanapala
- Aspar Paturusi sebagai Rekyan Wuru
- S. Manan Dipa sebagai Ramapati (Musim 1), Wongkilur (Musim 1), Mpu Sasi (Musim 2), & Rakai Pamitihan (Musim 2)
- Fitria Anwar sebagai Kurantil
- Tien Kadaryono sebagai Nyi Pamiji
- Alex Bernard sebagai Wong Yin (Musim 1 & 2) & Shih Pie (Musim 1)
- Andre Yega sebagai Adirasa, Ikemese (Musim 1), & Jarawaha (Musim 2)
- Nani Somanegara sebagai Nyi Rongkot
- Antoni Sumadi sebagai Ki Sugatabrahma
- Rochim Lahatu sebagai Kebo Anabrang 1 (Musim 1 & 2) dan Jabung Tarewes (Musim 2)
- Tanase sebagai Gajah Pagon (Musim 1) & Kolo Rampis (Musim 2)
- Zainal Pattikawa sebagai Jaran Lejong (Musim 1) dan Ra Wedeng (Musim 2)
- Norman Syam sebagai Jarawaha (Musim 1), Gajah Biru (Musim 1 & 2), & Ra Yuyu 2 (Musim 2)
- Garnis Hermawan sebagai Langkir (Musim 1), Ra Tabi (Musim 2), dan Trisura (Musim 2)
- Steven Sakari sebagai Wong Chau
- Ricky Husada sebagai Chan Pie
- Land Sudirman Piyana sebagai Linggapati
- Abhie Cancer sebagai Kau Hsing 2
- Lilis Puspitasari sebagai Werdamurti (Musim 1) & Jangir (Musim 2)
- Prie Panggie sebagai pemilik kedai (Musim 1), Ra Kawi (Musim 1), & Walikadep (Musim 2)
- Krisno Bossa sebagai Ki Bokor & Sampit
- Uliasari sebagai Retno Palupi
- Syamsul Gondo sebagai Wirot
- Aldona Toncic sebagai Nyi Tumpeksekti
- Tyas Wahono sebagai Wong Agung
- Lella Anggraini sebagai Niluh Sekarsari
- Tompo Salvatore sebagai Wangsa Halemu
- Eddy Bakar Pare sebagai Janawidhi
- Rita Zahara sebagai Dewi Upas
- Joseph Ginting sebagai Dipangkaradasa
- Yuki Alvan sebagai pejabat Tuban (season 1), Ra Glatik dan Ra Semi (season 2)
- Rani sebagai Istri Gajah Biru
- Sarpan Laho sebagai pendekar
- Pipih sebagai Dang Acharya
- Jalak Elfath sebagai Jaran Bangkal (season 1) dan Ra Pangsa (season 2)
- Diana Yusuf sebagai Nyi Sepang
- Jack Wayan sebagai Sampang
- Hernita Anindita sebagai Tunjung Putih
- Bimasena sebagai Mpu Elam
- Chairul J.M. sebagai Kebo Anabrang 2 dan Ikal-ikalan Bang
- Mack Renaldo sebagai Suropati dan Mpu Krodamuka
- Yadi Lubis sebagai Reksapati
- Fairuzzabadi sebagai Cokor
Khusus untuk adegan pembuatan Pedang Naga Puspa yang dikisahkan terjadi di istana Kubilai Khan, tidak segan-segan para artis dan kru sinetron ini melakukan pengambilan gambar di Tiongkok seperti di Tembok Besar Tiongkok dan beberapa tempat lainnya, dengan menggandeng Studio Cho Cho Beijing untuk bekerja sama. Penyutradaraan selama pengambilan gambar di Tiongkok dikerjakan oleh Prof. Mu Tik Yen sutradara kenamaan asal Tiongkok spesialis sinema kolosal. Adapun para aktor dan aktris Tiongkok yang ikut terlibat dalam pembuatan seri ini adalah:
- Lie Yun Juan sebagai Mei Shin
- Batdorj-in Baasanjab sebagai Kau Hsing 1
- Tian Wei Dong sebagai Kubilai Khan
Tidak hanya itu, Li Yun Juan melanjutkan perannya untuk penggambilan gambar di Indonesia sebagai Mei Shin yang merupakan tokoh utama wanita dalam serial ini.
Daftar Episode
Versi FTV
Setelah sukses ditayangkan di dua stasiun televisi yaitu ANteve dan Indosiar, Gentabuana Pitaloka mengubah format serial tersebut menjadi FTV (film televisi) dengan total keseluruhan berjumlah 27 episode, yaitu:
Season 1
- Kidung Cinta Arya Kamandanu
- Wasiat Mpu Gandring
- Pelangi di Langit Singasari
- Pedang Naga Puspa
- Pertarungan di Candi Sorabhana
- Kembang Gunung Bromo
- Balada Cinta Mei Shin
- Satria Majapahit
- Bunga Tunjung Biru
- Ayu Wandira
- Prahara di Gunung Arjuno
- Senjakala di Kediri
- Mahkota Majapahit
Season 2
- Tragedi di Majapahit
- Jurus Naga Puspa
- Misteri Keris Penyebar Maut
- Pengorbanan Mei Shin
- Pendekar Syair Berdarah
- Dendam Arya Dwipangga
- Korban Birahi
- Prahara Naga Krisna
- Karmaphala
- Wanita Persembahan
- Pangeran Buron
- Pemberontakan Nambi
- Pemberontakan Ra Semi
- Gajahmada
Versi Sinetron
Tutur Tinular kembali ditayangkan di RTV untuk yang kedua kalinya dengan judul Legenda Arya Kamandanu dengan format sinetron seperti di ANTV & Indosiar,hanya saja RTV menambahkan sub judul tambahan yang mewakili setiap episodenya antara lain:
Season 1
- Kidung Cinta Arya Kamandanu
- Syair Pemikat Arya Dwipangga
- Jurus Naga Puspa
- Utusan Kaisar Kubilai Khan
- Pemberontakan Prabu Jayakatwang
- Pedang Naga Puspa
- Pertarungan di Candi Sorabhana
- Kembang Gunung Bromo
- Balada Cinta Mei Shin
- Tipu Daya Cinta Arya Dwipangga
- Jeritan Hati Mei Shin
- Gugurnya Mpu Hanggareksa
- Kembalinya Raden Wijaya
- Majapahit
- Mata Mata Kerajaan Gelang Gelang
- Pertarungan di Lohpandan
- Nyi Tumpak Sekti
- Kembang Tunjung Biru
- Ayu Wandira
- Prasangka Hati Sakawuni
- Pertarungan di Gunung Arjuna
- Satria Majapahit
- Senjakala di Kerajaan Kediri
- Gugurnya Raden Banyak Kapuk
- Mahkota Majapahit
Season 2
- Gugurnya Ranggalawe
- Gugurnya Lembu Sora
- Pendekar Syair Berdarah
- Mpu Lunggah
- Tipu Daya Dyah Halayuda
- Wasiat Mpu Gandring
- Gugurnya Mpu Tong Bajil
- Perkawinan Arya Kamandanu
- Tabib Ra Tanca
- Sumpah Arya Dwipangga
- Pengaruh Jahat Arya Dwipangga
- Nyai Palicara
- Golek Kayu Mandana Ayu Wandira
- Lahirnya Jambu Nada
- Karmaphala
- Balada Cinta Ratanca
- Kidung Cinta Ra Tanca
- Pangeran Buron
- Penculikan Ayu Wandira
- Gejolak di Bumi Majapahit
- Pemberontakan Patih Nambi
- Rasemi Mbalelo
- Balada Cinta Ayu Wandira
- Pemberontakan Rakuti
- Gajah Mada
Sinopsis
Cerita bermula saat Arya Kamandanu, putra kedua pandai besi yang bernama Mpu Hanggareksa, tertarik dengan orang tua yang bijak,Mpu Ranubhaya yang ahli dalam seni bela diri. Dia mulai belajar seni bela diri dari Ranubhaya dan mengetahui bahwa Ranubhaya sebenarnya teman seperguruan ayahnya dalam persenjataan. Sementara ayah Kamandanu memilih untuk menjadi pemasok senjata kepada pemerintah Kerajaan Singhasari, Ranubhaya memilih untuk tidak bekerja sama dengan pemerintah dan mengisolasi dirinya sendiri.
Ketika ayah mengetahui hubungan guru-murid antara putra keduanya dan Ranubhaya, ia menjadi marah dan menuduh Ranubhaya sebagai pengkhianat dan menggunakan prajurit kerajaan menyerang kuil Ranubhaya ini. Hubungan antara Kamandanu dan ayahnya menjadi lebih buruk dan Kamandanu pengembara sebagai prajurit.
Cerita menjadi lebih kompleks ketika Ranubhaya, yang selamat dari rumahnya yang hancur, diculik oleh utusan Kubilai Khan yang kagum dengan keahliannya dalam persenjataan. Menjadi tahanan di Cina, ia dipaksa untuk membuat pedang besar, Nagapuspa. Setelah pedang selesai, dia dibunuh oleh pejabat yang takut jika Ranubhaya menciptakan pedang lain untuk saingan Nagapuspa. Sebelum kematiannya, ia meminta beberapa prajurit, Lo Si Shan dan Mei Xin, untuk membawa pedang ke Che Po (Pulau Jawa, diucapkan dalam bahasa tua-Cina) dan memberikannya kepada Kamandanu.
Cerita dilanjutkan dengan keterlibatan Kamandanu di pasukan Raden Wijaya, yang selamat dari Kerajaan Singhasari setelah diserang Kerajaan Kediri. keterlibatannya memperbaiki hubungan antara Kamandanu dan ayahnya, terutama setelah saudaranya, Dwipangga mengkhianati mereka. Kamandanu membantu Raden Wijaya menciptakan kerajaannya sendiri, Majapahit.
Tutur Tinular dimulai pada era Kertanegara (raja terakhir Singhasari) dan berakhir pada era Jayanegara (raja kedua Majapahit). Cerita dimulai ketika karakter utama masih muda dan berakhir ketika karakter utama sudah tua. Ini menunjukkan perkembangan dari anak muda idealis menadi seseorang yang bijak yang tidak ingin melihat perang lagi dan mengasingkan diri.
Pengembangan karakter lain yang juga menarik. Dwipangga misalnya, mulai hidupnya dalam cerita ini sebagai penyair yang lemah secara fisik. Kemudian, ia mencoba untuk mengubah hidupnya dengan mengkhianati keluarganya untuk medali emas dari Kediri. Setelah dipukuli dan dipermalukan oleh saudaranya sendiri di depan istri dan anaknya, ia belajar bela diri-seni dan menjadi seorang prajurit yang menakutkan, yang disebut sebagai Penyair Berdarah. Setelah dipukuli oleh Kamandanu untuk kedua kalinya, ia menghilang dan terlupakan sampai putrinya menemukan dia sebagai orang tua buta tak berdaya dan menyedihkan.
Penghargaan
Nomor | Nama Penerima Penghargaan | Kategori Penghargaan | Nama Penghargaan | Tahun Penghargaan | Catatan Penghargaan |
---|---|---|---|---|---|
01 | Tutur Tinular | Penghargaan Khusus Festival Film Bandung untuk Sinetron | Festival Film Bandung | 1998 | Menang |
02 | Chairil J.M. | Pemeran Pembantu Pria Drama Seri Terbaik | Festival Sinetron Indonesia 1998 | 1998 | Menang |
03 | Nani Somanegara | Pemeran Pembantu Wanita Drama Seri Terbaik | Festival Sinetron Indonesia 1998 | 1998 | Nominasi |
Referensi
Pranala luar
- Tutur Tinular di IMDb (dalam bahasa Inggris)
- (Indonesia) Tutur Tinular - Mahkota Mayangkara - Satria Kekasih Dewa Karya S. Tidjab
- (Indonesia) Sandiwara Radio Community
- (Indonesia) Fp. Tutur Tinular 1997