Lompat ke isi

Sulah nyanda

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 17 Desember 2022 06.08 oleh 103.247.22.46 (bicara)
Barisan rumah adat sulah nyanda.

Sulah nyanda adalah rumah adat orang Badui yang berada di Provinsi Banten.[1] Disebut sulah nyanda, karena atapnya terbuat dari daun nipah yang dikeringkan.[2] Nyanda dalam bahasa Sunda memiliki arti sikap bersandar, sandarannya tidak lurus melainkan agak merebah ke belakang.[2] Salah satu sulah nyanda ini dibuat lebih panjang dan memiliki kemiringan yang lebih rendah pada bagian bawah rangka atap.[2] Rumah tradisional Badui ini disebut juga Imah dan harus menghadap ke selatan.[3] Bentuknya empat persegi panjang dengan atap kampung dan sosoran dipasang di salah satu sisinya.[3] Selain itu, rumah adat ini memiliki hiasan di atas atap rumah yang menyerupai bentuk tanduk.[4] Hiasan ini terbuat dari ijuk (sabut aren) yang dibulatkan dan diikat.[4] Pembangunan rumah adat sulah nyanda mengikuti kontur tanah sehingga tiang-tiang rumah adat orang Badui tidak memiliki ketinggian yang sama.[1]

Berkas:Gadis orang Baduy Sedang Menenun.jpg
Rumah adat sulah nyanda tampak dari depan.

Struktur bangunan

Sosoro

Ruang ini terletak di sebelah selatan yang dipakai sebagai tempat menerima tamu dari luar daerah.[3] Untuk menerima tamu dari daerah tersebut menggunakan golodog.[3] Dalam bahasa Indonesia, sosoro ini disebut teras atau ruang depan.[5] Selain itu, dapat dijadikan ruang keluarga, ruang tamu, ruang masak, ruang simpan dan ruang tidur anak perempuan.[3]

Tepas

Tepas berada di samping dan bentuknya memanjang ke belakang, digunakan untuk ruang kegiatan bersama anggota keluarga.[5] Imah merupakan inti rumah yang biasa digunakan untuk kegiatan keluarga.[5] Selain itu, bisa juga digunakan sebagai ruang keluarga, ruang tamu, ruang masak, ruang menyimpan barang, dan ruang tidur anak perempuan.[3] Ruang sosoro yang berada di depan menyambung dengan ruang tepas membentuk huruf “L” tanpa adanya sekat atau pembatas.[5]

Ipah

Ipah adalah ruang belakang rumah yang digunakan sebagai penyimpanan persediaan makanan pokok seperti beras, jagung, lauk pauk dan lain-lain.[5] Selain itu, ipah juga digunakan sebagai dapur tempat mereka memasak.[5] Sementara itu, Imah tertutup dengan hanya satu pintu.[5] Pintu rumah merupakan satu-satunya akses yang tersedia untuk masuk ke dalam rumah.[5] Letaknya berada di sebelah sisi bangunan, ditandai dengan adanya teras kecil dan anak tangga.[5]

Konstruksi bangunan

Pondasi

Konstruksi bangunan dalah rumah panggung dengan material bahan-bahan bangunan yang pengambilannya berasal dari sekitar lokasi.[5] Pondasi bangunan menggunakan batuutuh yang tidak dipecah dan tidak tertanam terlebih dahulu. Batu ini digunakan sebagai landasan tiang kayu rumah.[5]

Tiang

Kontruksi utama rumah seperti tiang dan balok menggunakan kayu tanpa sentuhan akhir.[5] Sambungan-sambungan tiang tersebut menggunakan purus dan coak yang diperkuat dengan pasak tanpa dipasang paku.[5]

Lantai

Rangka lantai menggunakan bambu, bagian atasnya ditutup dengan bambu pecah yang diratakan.[5] Untuk tidur atau kegiatan yang lain biasanya dilakukan lesehan dengan membentangkan tikar pandan sebagai alas untuk duduk.[5]

Dinding

Dinding rumah terbuat dari anyaman bambu berikut tulangannya dengan motif anyaman kepang.[5] Anyaman pada dinding atas dibuat dengan jarak yang jarang, sementara pada dinding bagian bawah anyaman dibuat lebih rapat.[5] Motif anyaman model lain pada pintu masuk adalah anyaman bambu dengan model vertikal yang terbuat dari dari bilah bambu.[5] Anyaman yang terkesan mirip juga digunakan untuk alas tempat penyimpanan barang di atas rumah.[5]

Atap

Rangka atap rumah menggunakan kayu dengan rangka penutup atap terbuat dari bambu, sementara itu untuk penutup atap menggunakan anyaman yang terbuat dari daun nipah.[5] Secara umum konstruksi rumah sulah nyanda memakai sistem knock down.[5] Masyarakat Baduy akan mempersiapkan bagian dan material bangunannya terlebih dahulu sebelum membangun rumah.[5] Kemudian dengan cara bergotong royong merakitnya menjadi sebuah rumah sehingga tidak memakan waktu yang lama untuk mendirikan sebuah rumah.[5]

Konsep bangunan

Bangunan suku baduy dirancang berdasarkan konsep ekologis, yaitu memadu dengan alamiah lingkungannya.[3] Untuk membangun rumah digunakan bahan dan konstruksi alami berasal dari wilayah terdekat. Sama sekali tidak menggunakan bahan dengan campuran bahan kimia yang lebih modern.[3] Dalam membuat rumah masyarakat baduy menggunakan patokan arah Barat-Selatan sejalan dengan arah cahaya matahari yang menyinari bangunan, sehingga cahaya matahari dan angin akan masuk ke dalam rumah sebagai penambah kesehatan dan kesegaran melalui celah dinding.[3]

Dimensi Bangunan

Dimensi yang menjadi acuan pada rumah tinggal masyarakat baduy adalah penggunaan ukuran bagian rumah dengan bagian dari tubuh manusia yang menghuni rumah tersebut.[3] Sebagai contoh, untuk menentukan lebar pintu maka digunakan ukuran tubuh seorang kepala keluarga laki-laki sedang bertolak pinggang.[3] Sedangkan, tinggi pintu diukur menggunakan tinggi kepala keluarga laki-laki dengan menaruh telapak tangannya di atas kepala.[3]

Sistem Drainase dan Pengelolaan Sampah

Sistem drainase bertujuan untuk mengalirkan air hujan yang berada di sekitar rumah.[3] Masyarakat baduy tidak membuat saluran khusus, tapi jalan yang berada di antara rumah digunakan sebagai saluran drainase.[3] Mereka menyusun batu kali di sekeliling rumah untuk menghalangi tanah di bawah bangunan dari gerusan air yang mengalir ketika hujan turun dari curahan atap rumah.[3] Hal ini memunjukan bahwa aya upaya konservasi sistem air di kampung, yaitu menjaga supaya air meresap kembali ke dalam tanah.[3]

Ukuran rumah

Ukuran luas rumah setiap warga tidak sama satu dengan lainnya.[2] Hal ini disengaja karena lahan semakin terbatas dan memakan biaya yang tidak sedikit.[2] Untuk mendirikan sebuah rumah, setiap warga tidak sembarang membangun pada lahan yang kosong.[2] Melainkan harus ada surat ijin khusus dari perangkat adat, termasuk untuk penentuan posisi rumahnya.[2]Adapun ukuran luas rumah pada umumnya berkisar 7 m x 7 m, 9 m x 10 m, bahkan ada yang mencapai 12 m x 10 m.[2]

Pola pemukiman rumah adat

Masyarakat Etnik Baduy memiliki pola pemukiman klaster.[2] Artinya rumah-rumah berhimpun terpusat berada dalam wilayah yang dibatasi dengan pagar alam.[2] Pagar alam ini diletakkan mengelilingi kampung sekaligus sebagai batas antara wilayah pemukiman dan hutan.[2] Orientasi rumahnya berpaku pada letak rumah dinas Puun yang berada di arah Selatan, sehingga rumah pejabat adat dan rumah warga tidak berada di belakang atau di samping rumah Puun.[2] Rumah pejabat adat dan rumah warga berada di depan rumah Puun.[2] Adapun tata letaknya bahwa rumah Dinas Girang Serat (staf ahli Puun) berada di depan sebelah kanan rumah Dinas Puun.[2] Demikian pula dengan letak Rumah Dinas Jaro.[2] Rumah para mantan pejabat adat berada di depan kanan dan kiri rumah Dinas Puun.[2] Perlu diketahui bahwa para pejabat adat seperti Puun, Girang Serat, dan Jaro selama menjabat dapat dipastikan wajib menempati rumah dinasnya.[2] Para pejabat ini akan tidak menempati rumah dinas bila sudah tidak menjabat.[2] Adapun waktu menjabatnya disesuaikan dengan kemampuan fisik dan non fisiknya, bila merasa sudah tidak mampu lagi maka berhak mengajukan ke kokolot adat untuk undur diri.[2] Rumah Puun berhadapan langsung dengan Balai adat.[2] Balai Adat ini berfungsi untuk melaksanakan berbagai keperluan adat, seperti rapat adat, prosesi sunatan, prosesi lamaran.[2] Saung lisung (balai untuk menumbuk padi) berada di belakang sebelah kanan Balai adat.[2] Rumah warga berbentuk panggung dengan menggunakan bahan-bahan alami, seperti kayu digunakan sebagai tiang dan kerangka rumah.[2] Bambu digunakan sebagai sebagian kerangka, dinding dan tali-temali.[2] Daun nipah digunakan untuk atap.[2] Rumah adat sulah nyanda tidak memiliki jendela, namun memiliki lubang berbentuk kubus atau persegi dengan ukuran yang beragam tiap rumah tidak sama.[2] Perkiraan ukurannya lebih kurang 10 cm x 10 cm, atau 10 cm x 15 cm.[2] Lubang tersebut dipergunakan untuk memantau keamanan lingkungan rumahnya.[2] Rumah ini hanya memiliki satu pintu ke luar masuk, pintu itu disebut dengan Panto.[2] Pintu ini tidak terletak di depan persis tetapi di kiri dan di depan pintu terdapat terasan yang disebut papange.[2] Di depan papangge terdapat tangga untuk naik turun yang disebut taraje.[2]Hutan berada di sekeliling komplek pemukiman, adapun tumbuhan yang ada dalam hutan di antaranya, pohon durian, pohon bambu yang tumbuh di pinggir kanan kiri sungai.[2] Demikian pula dengan tumbuhan untuk pengobatan, seperti pohon Kiseureuh, Hanjuang, Honje, Hantu Kalabang, Hareundang, Harendong, Palungpung, Jukut Bau, jeung Jambu Biji.[2]

Rujukan

  1. ^ a b Miftakul Mala. 2018. Makalah Etnografi:Suku Baduy. IAIN Tulunggagung. Hal. 18-20.
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z aa ab ac ad ae af ag "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-07-13. Diakses tanggal 2019-03-04. 
  3. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p http://journal.ipb.ac.id/index.php/jtep/article/viewFile/7436/5781
  4. ^ a b "Rumah suku Baduy Luar » Perpustakaan Digital Budaya Indonesia". budaya-indonesia.org. Diakses tanggal 2019-02-25. 
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/jtsp/article/download/9499/6167

Pranala luar